Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Koran Subuh dari Surabaya

Koran pagi, Jawa Pos, yang terbit di Surabaya kini beroplah 155.000 eksemplar. Mesin cetaknya diganti baru seharga Rp 7 milyar. Keluarga karyawan dikerahkan mencari langganan untuk menambah oplah.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN keajaiban buat PT Jawa Pos, Surabaya, bila dengan modal hanya sebesar Rp 35 juta, lima tahun kemudian bisa menghimpun aset menjadi Rp 12 milyar. Tapi karena oplah koran paginya, Jawa Pos, dari hari ke hari memang membubung. Mulai dari 7.500 eksemplar pada 1982, menembus angka 100.000 pada Desember 1986, dan pekan lalu, bersamaan dengan peresmian penggunaan mesin cetaknya yang baru seharga Rp 7 milyar, oplah 155.000 eksemplar dirayakan. Mengikuti perkembangan itu dari hari ke hari, Direktur Utama Jawa Pos, Eric F.H. Samola, yakin bahwa oplah 250.000 tak begitu sulit dicapai. Tapi mesin cetaknya yang baru dipasang April lalu, Uniman Two by Two dengan kapasitas 45.000 eksemplar per jam, dianggap tak mampu mengejar laju oplah itu. Dengan oplah yang sekarang saja, katanya, sudah terlalu siang untuk mengejar para langganan sebelum berangkat ke kantor. Itu sebabnya dibeli mesin baru yang lebih canggih: Uniman Four by Two, buatan Jerman, berkapasitas 90.000 eksemplar koran per jam. Dengan itu Jawa Pos dapat mempertahankan reputasinya sebagai koran terpagi di Surabaya dan seluruh Jawa Timur. Dua tiga hari sebagai koran subuh oplahnya langsung bertambah 10.000 eksemplar. Jawa Pos, lahir 1949, nyaris bangkrut. Oplahnya mandek di sekitar 5.000 eksemplar -- jauh di bawah koran sore Surabaya Post yang pada 1980-an sudah mencapai 80.000 eksemplar. Isinya lebih banyak berupa kutipan dari koran Jakarta. Dalam keadaan begitulah Jawa Pos ketika PT Grafiti Pers menerima hak pengelolaan dari Om dan Tante Soeseno Tedjo pendiri Jawa Post Concern Ltd. -- lima tahun lalu. Sudah tentu pengelola baru bukan mengembangkan keajaiban. Bahkan modal yang dijanjikan pemegang saham, Rp 35 juta, menurut Dahlan Iskan, Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Jawa Pos, diberikan setetes demi setetes. "Menjengkelkan juga," katanya. Jadi, kemajuan korannya, katanya, "Karena kami sangat agresif saja." Pertama-tama agresif dalam mengembangkan mutu jurnalistik. Biro pemberitaan dibuka, terutama, di Jakarta. Berita-berita diutamakan dari hasil liputan wartawannya sendiri. Penampilan isi dan visual baru dapat dicapai dalam waktu singkat. Tapi pemasarannya tetap payah. "Para agen dan pengecer tak mau menjualkan," kata Dahlan. Alasan mereka, tentu, pasti tidak akan laku -- kalah dengan koran pagi dari Jakarta. Putus asa dengan agen dan pengecer, keluarga karyawan dikerahkan mencari langganan. Setiap pagi, selama seminggu, istri-istri karyawan mengambil 500 eksemplar dari percetakan dan membagikan gratis kepada tetangga. Mereka juga yang ditugasi menyusun daftar tetangga yang mau berlangganan. Setidaknya Jawa Pos mulai beredar. Langkah berikutnya adalah mengerahkan "pasukan semut": puluhan penjaja koran diupah Rp 300 per hari untuk mengedarkan Jawa Pos. Ternyata, laku. Dalam tempo sebulan Jawa Pos sudah mulai bisa diterima agen koran, pengecer, dan masyarakat dengan baik. "Tetapi pemasaran di Kota Surabaya masih 80% di tangan istri karyawan yang dulu mau bekerja bakti," kata Dahlan. Jalil Hakim dan Herry Mohammad (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus