MONOPOLI baja oleh PT Krakatau Steel semakin menipis. Selama 20 tahun, sejak mulai beroperasi pada 1971, pabrik baja itu sedikitnya tiga kali mengalami pemangkasan monopoli. Terakhir, seperti ditentukan oleh Paket 3 Juni 1991, KS terpaksa rela melepas dua dari tiga produk baja impor yang teramat penting, yakni baja lembaran canai dingin dan baja lembaran lapis timah. Tinggallah baja lembaran panas, satu-satunya baja impor yang masih sepenuhnya dimonopoli KS. Tak salah lagi, yang dipangkas itu adalah produk-produk PT CRMI Cold Rolling Mill Indonesia), sebuah anak perusahaan KS yang didirikan bersama konsorsium Salim Group (1982). Selama 10 tahun, CRMI tak pernah lepas dari kritik dan sorotan, baik dari industri otomotif yang adalah konsumen utama lembaran baja, DPR, maupun pers (dalam dan luar negeri). Majalah berpengaruh Far Eastern Economic Review (FEER), misalnya, menyindir betapa beratnya pemerintah memperjuangkan kelangsungan KS dan CRMI (edisi 30 Mei 1991). "Pemerintah sudah harus ikut memberi modal perusahaan, ikut membangun fasilitas pelabuhan, masih juga memberi proteksi dengan tarif tinggi. Akibatnya, para pemakai baja harus menyubsidi investasi negara," begitu kesimpulan FEER. Masa yang berat itu agaknya hampir lewat. Ini pun diakui oleh FEER. Pasar baja Indonesia, tahun lalu bisa menyerap 3,5 juta ton, yang membuktikan keberhasilan KS sesudah 20 tahun. Sekarang, kabarnya, Malaysia dan Muangthai malah mau bergabung dengan usaha KS mengembangkan industri baja. Tak heran bila Dirut PT KS Tungky Ariwibowo, yang juga Menteri Muda Perindustrian itu, tampak tersenyum manakala ia membacakan keputusan Paket Juni khusus mengenai baja. "Impor baja canai dingin bernilai US$ 800 juta, cuma sepertiga dari total produk baja," kata Tungky, ringan. Kini, dengan ketentuan bebas impor, Tungky malah mengharap industri hilir bisa lebih berkembang, misalnya industri otomotif atau industri peralatan rumah tangga. Selain lembaran baja, ada 60 hak impor yang semula dikuasai KS kini harus dibuka kepada importir produsen. Sebelum ini, KS terpangkas oleh Paket Deregulasi Desember 1987. Dari 92 hak impor barang yang dimilikinya, KS harus menyerahkan sebanyak 42 item kepada importir umum. Setahun kemudian, melalui Paket November 1988, dari 50 hak impor KS, sebanyak 26 harus diserahkan kepada pabrik-pabrik yang membutuhkannya sebagai bahan baku, 11 di antaranya mencakup komoditi baja, mulai dari besi kasar untuk pengecoran hingga ke batang kawat baja paduan. Karena itu, KS harus merelakan 83% dari total nilai baja impor, yang mencapai US$ 500 juta sampai 600 juta lepas dari tangannya. Menurut Radius, penyederhanaan tata niaga ini dilakukan karena mengingat peningkatan daya saing yang telah dicapai industri baja dalam negeri. Juga, "Daya saing industri-industri hilir menjadi lebih meningkat," katanya. Artinya, kemampuan KS bersaing akan diuji. Tampaknya KS siap. "Industri baja sekarang ini telah mencapai tingkat efisiensi yang memadai," ujar Tungky. Misalnya baja lembaran canai dingin, tak semuanya diimpor, sebagian dipasok dari hasil produksi CRMI yang rata-rata 500.000 metrik ton per tahun. Namun, tak semua sektor industri di KS yang tingkat efisiensinya sudah memadai. Nyatanya, baja lembaran canai panas, monopoli impornya hingga kini masih dipegang KS. Masalahnya, kata Tungky, kapasitas produksi jenis baja yang rata-rata 1,3 juta ton per tahun masih jauh di bawah kebutuhan dalam negeri yang rata-rata mencapai 1,7 juta ton. Diharapkan, pada 1992, ketika perluasan pabrik sudah tuntas, KS mampu memproduksi baja canai panas ini sebanyak 2,2 juta ton. Tapi apakah saat itu deregulasi masih berlanjut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini