Menurut Bank Dunia, BOP kita aman. Tapi pinjaman luar negeri swasta mengkhawatirkan. Paket 3 Juni 1991 bisa memacu impor. PAKET kebijaksanaan deregulasi sektor riil baru saja digelindingkan Senin pekan ini. Intinya: menggenjot ekspor nonmigas melalui pemangkasan tarif bea masuk dan penyederhanaan sistem tata niaga. Namun. di balik itu, agaknya masih ada satu hal yang perlu dipikirkan lebih lanjut, yakni masalah neraca pembayaran atau BOP (balance of payment). Jangan-jangan, paket itu malah melipatgandakan nilai impor yang belakangan ini sudah telanjur besar. Sebenarnya, ancaman itu sudah tersirat dalam neraca pembayaran yang dimuat dalam laporan terbaru dari Bank Dunia. Di situ disebutkan bahwa untuk tahun anggaran 1990/1991, pertumbuhan impor nonmigas kita naik US$ 5,4 milyar (32%) menjadi US$ 21,8 milyar. Sementara itu, ekspor nonmigas hanya naik 8,3%, dari US$ 14,3 milyar menjadi US$ 15,5 milyar (tahun 1990/1991). Memang, penurunan ekspor bukan semata kesalahan Pemerintah atau sektor swasta. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Muda Perdagangan Soedrajad Djiwandono, selama tahun 1990 telah terjadi dua perubahan besar yang menyebabkan ekspor nonmigas terpukul. Pertama, melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang kita. Kedua, merosotnya beberapa komoditi primer, termasuk hasil pertambangan di luar migas. Celakanya, masih ada yang lain. Kenaikan pajak ekspor kayu olahan dan rotan ternyata ikut menurunkan volume ekspor Indonesia. Di luar dugaan, kenaikan pajak tersebut kabarnya telah mengurangi penerimaan ekspor nonmigas sampai US$ 500 juta (Rp 985 milyar). Di pihak lain, impor nonmigas justru naik berlipat-lipat. Kenaikan impor itu jelas tak bisa dilepaskan dari lonjakan investasi tiga tahun terakhir ini. Hampir 90% dari impor nonmigas digunakan untuk mendatangkan barang-barang modal dan bahan baku. Belum lagi kenaikan yang disebabkan oleh impor yang sebelumnya dilarang, seperti semen dan kendaraan niaga. Menurut sebuah sumber Pemerintah, untuk menekan impor, Pemerintah tampaknya masih akan mempertahankan kebijaksanaan uang ketat. Katanya, dengan langkah ini banyak investasi yang dijadwalkan. Artinya, si investor juga dipaksa menjadwalkan impornya, sampai keadaannya memungkinkan kembali. Dengan cara ini, dia begitu yakin, selama tahun 1991 pertumbuhan impor dapat ditekan. "Kalau investasi dibiarkan terus, sementara ekspornya belum ada, keadaannya bisa membahayakan," tuturnya sungguh-sungguh. Yang sangat menarik lagi adalah impor bidang jasa, terutama jasa lain-lain (other factor service and transfer) yang menunjukkan kenaikan US$ 0,5 milyar. Mungkin saja, kenaikan itu disebabkan semakin banyak orang Indonesia yang melancong ke luar negeri, atau yang menyekolahkan anaknya di luar negeri. Namun, yang sangat pasti, perusahaan-perusahaan di Indonesia pun kini mulai senang memakai tenaga konsultan asing. Dengan memperhitungkan impor jasa-jasa tadi, yang sebagian besar berupa pembayaran bunga pinjaman luar negeri dan biaya angkutan barang-barang impor, defisit transaksi berjalan menjadi US$ 3,8 milyar -- berarti ada kenaikan US$ 2 milyar. Tak dapat tidak, jumlah ini mengkhawatirkan juga. Ketakutan menggelembungnya BOP untuk sementara bisa dinetralisasi dengan masuknya aliran investasi dan pinjaman luar negeri (pemerintah dan swasta). Sebab, dalam laporan Bank Dunia itu juga, defisit transaksi berjalan (US$ 3,8 milyar) ternyata masih bisa ditutup oleh transaksi modal sehingga ada tambahan cadangan devisa US$ 4,1 milyar. Penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah hanya mencapai US$ 4,9 milyar atau turun 19% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini berarti bahwa utang Pemerintah semakin baik, yang berarti juga bahwa DSR (debt service ratio) Pemerintah dipekirakan makin kecil. Menurut Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy, penurunan pinjaman Pemerintah itu merupakan bukti dari sikap kehati-hatian Prmerintah dalam melakukan pinjaman. Sedangkan transaksi modal bersih sektor swasta (investasi dan pinjaman) memperlihatkan surplus yang sangat besar, yakni US$ 7,4 milyar. Padahal, tahun lalu angkanya baru US$ 0,3 milyar. "Ini merupakan rekor baru yang pernah kita capai," ujar seorang pejabat. Dengan adanya aliran modal, cadangan devisa BI sementara ini aman. Pesatnya aliran modal swasta ini sesuai benar dengan lonjakan PMA yang tercatat BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Sebagian besar aliran modal itu diperkirakan berasal dari negara-negara yang sedang melakukan relokasi industri. Misalnya Jepang dan NlC's (Korea Selatan, Taiwan , Hong Kong, dan Singa pura). Di samping itu, suku bunga dalam negeri, yang sejak September tahun lalu rata-rata di atas 22%, punya andil besar dalam menarik uang dari luar. Namun, seorang pejabat Ekuin malah khawatir terhadap transaksi modal bersih sektor swasta ini. Mengapa demikian? Masalahnya, dalam jumlah itu ternyata bukan hanya investasi yang naik, tapi juga pinjaman swasta. Jika pinjaman yang berjangka 1-3 tahun ini jatuh tempo, sementara sektor yang dibiayainya belum menghasilkan, bagaimana mereka membayarnya? Kalau jawabannya tidak mampu, tentu sangat membahayakan. Karena itu, Bank Dunia menilai pinjaman sektor swasta bisa dikategorikan sangat membahayakan. Kemungkinan lainnya, ada indikasi bahwa pinjaman itu dipakai untuk membiayai proyek-proyek yang tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan ekspor nonmigas. "Artinya, utang dolar dibayar rupiah. Itu kan repot," ujar pejabat lainnya. Tak heran bila Menteri Keuangan J.B. Sumarlin pekan lalu mengumpulkan seluruh direksi bank pemerintah di kantornya, Lapangan Banteng Timur, Jakarta. Dalam kesempatan itu ia dalam nada prihatin meminta "kerelaan" para bankir, agar untuk sementara waktu tidak mencari pinjaman ke luar negeri. Bambang Aji & Iwan Qodar TABEL -- ------------------------------------------------------------------- . NERACA PEMBAYARAN . (dalam milyar dolar) -- ------------------------------------------------------------------- . 1988/1989 1989/1990 1990/1991 1991/1992 1992/1993 Ekspor 19,8 23,6 28,1 30,1 32,4 Impor -- 16,2 19,5 -- 26,0 -- 28,2 -- 30,4 Saldo devisa 3,6 4,1 2,1 1,9 2,0 Jasa-jasa: Nonfaktor -- 1,2 -- 1,2 -- 0,7 -- 0,8 -- 0,4 Bunga -- 3,0 -- 3,1 -- 3,1 -- 3,9 -- 4,0 Lain-lain -- 1,3 -- 1,8 -- 2,1 -- 1,7 -- 1,7 Transaksi berjalan -- 1,9 -- 1,8 -- 3,8 -- 4,4 -- 4,1 Migas 3,0 3,9 5,9 4,2 3,3 Nonmigas -- 4,9 -- 5,7 -- 9,7 -- 8,5 -- 7,4 Pinjaman pemerintah: Disbursement 7,3 6,1 4,9 5,3 5,3 Cicilan pokok -- 4,1 -- 4,6 -- 4,4 -- 4,7 -- 4,8 Neraca modal lain -- 1,6 0,3 7,4 3,7 3,6 Tambahan pengurangan cadangan devisa -- 0,3 0,0 4,1 0,0 0,0 Jumlah cadangan devisa: . Di BI 5,4 5,7 9,1 9,1 9,1 . Bersama lainnya 10,6 10,6 14,7 14,7 14,7 -- ----------------------------------------------------------------
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini