Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan berdiskusi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum mendorong ekspor tanaman herbal kratom. Kratom merupakan tanaman herbal yang disebut-sebut mengandung bahan prikotropika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Katanya kan ada mengandung psikotropika, tapi kan masih dalam kajian ini belum selesai. Ada diskusi dengan BNN dan kementerian semuanya," ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional saat ditemui Tempo di kantor Kementerian Perdagangan, Jumat, 1 September 2023. Pengembangan ekspor kratom pun harus tetap sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didi mengatakan permintaan pasar terhadap komoditas ini begitu besar, khususnya dari Amerika Serikat. Indonesia juga berpotensi mengembangkan budidaya tanaman kratom. Adapun saat ini, tutur Didi, kratom sudah banyak ditanam di Kalimantan.
"Itu lumayan besar potensi ekonominya. Saya lupa itung-itungannya, tapi dari sisi sumber daya alamnya, di Indonesia cukup banyak," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas menyetujui ekspor kratom ke Amerika Serikat. Dia menilai ekspor kratom sah dilakukan karena belum ada aturan yang melarangnya.
"Saya setuju saja kalau ada yang mau ekspor. Boleh, petaninya kan bisa panen dolar, terima kasih nanti sama Mendag," kata dia saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada Kamis, 31 Agustus 2023.
Penggunaan kratom memang belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika. Namun berdasarkan laman resmi BNN, disebutkan bahwa kratom memiliki efek samping yang membahayakan. Terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran. BPOM pun kini telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.
Meski demikian, Zulhas mengatakan pihaknya akan tetap mendorong ekspor kratom meski ada potensi bahaya dari penggunaan tanaman herbal ini. Prinsipnya, kata dia, ekspor harus dipermudah agar Indonesia bisa menguasai pasar dunia. hal itu juga berlaku pada ekspor komoditas lain yang tidak dilarang oleh pemerintah. "Kalau nanti ada yang sakit, bukan urusan kita. Katanya buat obat, kenapa dimakan," ujarnya.