Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat dalam perdagangan sore ini, Selasa, 7 Januari 2025. Berdasarkan data pasar, rupiah menguat 55 poin dan berakhir di level Rp16.142 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat mencapai penguatan hingga 65 poin. Sebagai perbandingan, pada penutupan perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp16.198 per dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan pergerakan rupiah diperkirakan tetap fluktuatif dalam perdagangan Rabu, 8 Januari 2025. "Mata uang rupiah kemungkinan bergerak dalam rentang Rp16.130 hingga Rp16.200 per dolar AS, dengan kecenderungan ditutup melemah," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh melemahnya dolar AS di tengah pernyataan pejabat Federal Reserve (The Fed). Gubernur Fed Lisa Cook menyampaikan bahwa meskipun ekonomi AS berada pada pijakan yang kokoh dan inflasi lebih tinggi dari perkiraan, bank sentral memiliki ruang untuk lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga. Pernyataan ini menekan ekspektasi pasar terkait kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS kembali meningkat setelah laporan dari Washington Post yang menyebutkan bahwa para pembantu mantan Presiden Donald Trump tengah mempertimbangkan penerapan tarif perdagangan baru berdasarkan sektor-sektor yang dianggap penting bagi keamanan nasional.
Meskipun Trump membantah laporan tersebut, sentimen negatif sempat mendorong dolar AS ke level terendah dalam seminggu sebelum akhirnya pulih sebagian.
Dari dalam negeri, pasar merespons positif langkah Indonesia yang bergabung dengan kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Menurut Ibrahim, keanggotaan Indonesia dalam BRICS adalah langkah strategis yang dapat meningkatkan posisi tawar di kancah internasional, termasuk di mata OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). "Langkah ini membuka peluang kerja sama di berbagai sektor, seperti teknologi, ketahanan pangan, dan perubahan iklim," kata Ibrahim.
Agenda dedolarisasi yang diusung BRICS juga menjadi perhatian. Tren penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antaranggota diperkirakan terus meningkat, meskipun tantangan untuk menciptakan mata uang alternatif global atau menggantikan sistem transfer SWIFT masih besar.