Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERGANTIAN direksi PT Pertamina (Persero) tak pernah sepi dari gunjingan. Tak aneh bila bursa calon pengganti Direktur Utama PT Pertamina mendadak ramai akhir pekan lalu. Hanya kurang dari sepekan setelah Direktur Utama Dwi Soetjipto dicopot, sejumlah nama calon Pertamina-1 berseliweran. "Nama memang banyak, tapi nanti Menteri BUMN yang memutuskan," kata Komisaris Pertamina Suahasil Nazara saat ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Kamis pekan lalu.
Suahasil enggan merujuk pada satu nama tertentu. Sebab, menurut dia, Dewan Komisaris Pertamina masih melakukan berbagai pertimbangan. Setelah diskusi internal di Dewan Komisaris kelar, nama-nama itu akan diusulkan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. "Masih ada 30 hari setelah mengangkat pelaksana tugas," ujar Suahasil, yang juga Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Persoalannya, nama-nama calon pengganti Dwi Soetjipto sudah bergulir liar. Ahmad Bambang salah satu yang disebut-sebut sebagai calon kuat. Padahal ia baru dicopot dari posisi wakil direktur utama perusahaan minyak dan gas pelat merah ini. Pencopotan Dwi dan Ahmad dipicu konflik kepemimpinan. Jumat dua pekan lalu, Rini mengkritik kepemimpinan keduanya mengelola perusahaan.
Seorang pejabat di Kementerian BUMN mengatakan Rini punya alasan mengajukan kembali Ahmad Bambang. Di mata Rini, Ahmad Bambang berprestasi. "Salah satunya menemukan produk-produk retail, seperti Pertalite," ujar pejabat tersebut, Rabu pekan lalu.
Tak aneh bila berembus kabar bahwa Rini sudah menyodorkan nama Ahmad Bambang kepada Presiden Joko Widodo seusai rapat kabinet terbatas di Istana Negara, Selasa siang pekan lalu. Dua calon lain yang diajukan Rini adalah Direktur Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Umum Pertamina Dwi Wahyu Daryoto serta Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman.
Namun, kata orang dekat Istana, Jokowi kurang sreg. Presiden mempertanyakan kenapa Ahmad Bambang kembali diusulkan. Ia berjanji mempelajari dulu prestasi calon-calon lain dari lingkungan internal Pertamina.
Ditemui pada Jumat pekan lalu, juru bicara presiden Johan Budi S.P. menolak berkomentar.
Seorang mantan pejabat yang mengikuti proses ini mengatakan, sebelum Rini mengusulkan tiga nama tersebut, ada nama lain yang disodorkan untuk menggantikan Dwi Soetjipto. Kandidat lain itu adalah Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi. "Tapi Rini menolak karena Hardadi berada di kubu Dwi Soetjipto," ujar mantan pejabat itu.
Rini Soemarno tak memberikan jawaban gamblang atas pengusulan tiga nama calon Direktur Utama Pertamina itu. Ia hanya menyebutkan nama calon Direktur Utama Pertamina yang diusulkan masih digodok. Pemerintah, kata dia, dalam posisi menunggu. "Saya belum mengusulkan nama siapa pun," ujar Rini saat ditemui di kompleks Istana Negara, Jumat pekan lalu.
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Rachmad Hardadi mengatakan tak tahu apa-apa tentang usul tersebut. "Saya ini pokoknya bagaimana mewujudkan pembangunan kilang sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo," katanya Kamis pekan lalu.
Sebagai orang yang disebut-sebut berpeluang besar mengisi posisi Pertamina-1, Ahmad Bambang tak banyak berkomentar. Ia mengaku tidak tahu ihwal pencalonan kembali dirinya sebagai direktur utama. "Silakan tanya komisaris," ujarnya kepada Ali Nur Yasin dari Tempo, Rabu pekan lalu.
Jawaban serupa datang dari dua calon lain. Dwi Wahyu Daryoto memastikan tidak tahu tentang pengusulan namanya sebagai bos Pertamina. "Saya malah tahu dari teman di tempat kerja lama saya," katanya Kamis pekan lalu. Urusan pencalonan Direktur Utama Pertamina, menurut Arief Budiman, bukan ranah direksi.
Ditanyai soal nama-nama yang beredar, Sekretaris Kabinet Pramono Anung tak banyak bicara. "Belum ada pembicaraan dan keputusan soal Pertamina," ujar Pramono, yang juga Sekretaris Tim Penilai Akhir, kepada wartawan Tempo Arif Zulkifli.
Ayu Prima Sandi | Agus Supriyanto | Angelina Anjar Sawitri | Diko Oktara | Istman Musaharun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo