SEMENJAK terjun ke pasar modal Mei lalu, sudah dua kali PT Inco melaporkan kondisi perusahaannya kepada para investor. Malangnya, kedua laporan itu ternyata kurang sedap bagi para pemegang saham. Di situ disebutkan, target produksi Inco terpaksa direvisi. Buat investor, ini bisa berarti menciutnya laba Inco, yang kemudian berdampak pada berkurangnya dividen untuk mereka. Tapi apa penyebabnya? Revisi target harus dilakukan karena batu tahan api yang menjadi salah satu alat produksinya, Mei lalu, mengalami keretakan. Akibatnya, target produksi nikel 1990 terpaksa dipangkas dari 80 juta menjadi 70 juta pon. Lalu, untuk tahun 1991, target produksi diturunkan dari 87,5 juta menjadi 80 juta pon. Tapi itu belum cukup. Agustus lalu sebuah dapur listrik Inco meledak. Dan revisi produksi ulang pun kembali dilakukan, menjadi tinggal 62 juta pon (1990) dan 80 juta pon (1991). Menurut Benny N. Wahyu, Wakil Presiden Inco, selain kedua bencana itu, terlambatnya perluasan kapasitas -- dari 80 juta pon ke 115 pon setahun -- juga merupakan penyebab yang tak bisa diremehkan. Itu terjadi karena perusahaan rekayasa yang dikontraknya tidak bisa menyelesaikan perluasan tersebut secara tepat waktu. Belum lagi pesanan baja dari Cilegon yang tenggelam di Laut Jawa bulan Juni lalu, hingga menyebabkan perluasan yang mesti selesai Desember ini tertunda sampai Februari 1991. "Yang namanya nahas kan tidak bisa diperhitungkan," tutur Benny. Itulah sebabnya, perkiraan laba Inco pun, untuk tahun ini, diduga akan meleset (turun) sekitar 22%.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini