KISAH BUMN merugi, tampaknya, tak akan pernah ada habisnya. Berita duka yang paling akhir muncul dari Sumatera Utara. Di provinsi itu, kabarnya, enam PTP meminta agar utangnya kepada Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) dan Bapindo dijadwalkan kembali. Mereka mengeluh -- sambil beralasan -- bahwa permintaan itu diajukan karena harga crude palm oil (CPO) di pasaran dunia anjlok beberapa bulan terakhir. Konon, CPO, yang kini dihargai pasar ekspor dengan 0,26 dolar per kilo, sering jatuh di bawah 0,25 dolar. Padahal, "Kami baru bisa untung jika harganya di atas seperempat dolar," kata Sawarno, Dirut PTP IV. Menurut Bisnis Indonesia, tiap tahun PTP itu harus membayar bunga Rp 33 milyar dengan utang pokok Rp 197 milyar dari BEII dan Bapindo. Itulah sebabnya, seperti Sawarno, Dirut dari PTP II, III, V, VI, dan IX pun ramai-ramai mengayunkan langkah serupa, yakni mengajukan penjadwalan utang. Bukan hanya itu. Untuk mengurangi kerugian, kini mereka tengah sibuk melakukan efisiensi di berbagai bidang. Bahkan PTP IV terpaksa menunda rencananya untuk membangun industri oliochemical -- salah satu produk lanjutan CPO. Berapa besar rugi mereka? Tak satu pun yang mau membeberkan. Menurut Rachmat Subiapraja, Dirjen Perkebunan, kendati harga CPO jatuh, belum tentu PTP itu merugi. Alasannya, "sekarang belum tutup buku. Jadi, harga rata-ratanya belum bisa dihitung. Apakah di bawah atau di atas 0,25 dolar," katanya. Apalagi, belakangan ini, harga CPO mulai membaik, dan sudah di atas limit kerugian. "Jadi, tenang saja," tambahnya. Perkara ada enam PTP yang mengajukan permohonan rescheduling utang, kata Rachmat, itu biasa. "Soalnya, tinggi rendahnya harga berada di luar kekuasaan kita," ujarnya. Memang, tak bisa ditolak lagi, pasar ekspor bagi produsen CPO merupakan tumpuan hidup. Betapa tidak? Produksi CPO Indonesia kini telah mencapai 2,5 juta ton per tahun. Pasar dalam negeri hanya mampu menyerap di bawah 1 juta ton. Artinya, 1,5 juta ton (60%) dilempar ke pasar ekspor. Nah, kini persoalannya terpulang kepada BEII dan Bapindo sendiri. Akankah mereka mengabulkan permohonan para nasabahnya, pada saat uang ketat seperti sekarang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini