Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lagu lama, ptp rugi

Enam ptp meminta agar utangnya ke beii dan bapindo dijadwalkan kembali. harga crude palm oil (cpo) di pasaran dunia turun. sibuk melakukan efisiensi di berbagai bidang. produski cpo indonesia melimpah.

8 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH BUMN merugi, tampaknya, tak akan pernah ada habisnya. Berita duka yang paling akhir muncul dari Sumatera Utara. Di provinsi itu, kabarnya, enam PTP meminta agar utangnya kepada Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) dan Bapindo dijadwalkan kembali. Mereka mengeluh -- sambil beralasan -- bahwa permintaan itu diajukan karena harga crude palm oil (CPO) di pasaran dunia anjlok beberapa bulan terakhir. Konon, CPO, yang kini dihargai pasar ekspor dengan 0,26 dolar per kilo, sering jatuh di bawah 0,25 dolar. Padahal, "Kami baru bisa untung jika harganya di atas seperempat dolar," kata Sawarno, Dirut PTP IV. Menurut Bisnis Indonesia, tiap tahun PTP itu harus membayar bunga Rp 33 milyar dengan utang pokok Rp 197 milyar dari BEII dan Bapindo. Itulah sebabnya, seperti Sawarno, Dirut dari PTP II, III, V, VI, dan IX pun ramai-ramai mengayunkan langkah serupa, yakni mengajukan penjadwalan utang. Bukan hanya itu. Untuk mengurangi kerugian, kini mereka tengah sibuk melakukan efisiensi di berbagai bidang. Bahkan PTP IV terpaksa menunda rencananya untuk membangun industri oliochemical -- salah satu produk lanjutan CPO. Berapa besar rugi mereka? Tak satu pun yang mau membeberkan. Menurut Rachmat Subiapraja, Dirjen Perkebunan, kendati harga CPO jatuh, belum tentu PTP itu merugi. Alasannya, "sekarang belum tutup buku. Jadi, harga rata-ratanya belum bisa dihitung. Apakah di bawah atau di atas 0,25 dolar," katanya. Apalagi, belakangan ini, harga CPO mulai membaik, dan sudah di atas limit kerugian. "Jadi, tenang saja," tambahnya. Perkara ada enam PTP yang mengajukan permohonan rescheduling utang, kata Rachmat, itu biasa. "Soalnya, tinggi rendahnya harga berada di luar kekuasaan kita," ujarnya. Memang, tak bisa ditolak lagi, pasar ekspor bagi produsen CPO merupakan tumpuan hidup. Betapa tidak? Produksi CPO Indonesia kini telah mencapai 2,5 juta ton per tahun. Pasar dalam negeri hanya mampu menyerap di bawah 1 juta ton. Artinya, 1,5 juta ton (60%) dilempar ke pasar ekspor. Nah, kini persoalannya terpulang kepada BEII dan Bapindo sendiri. Akankah mereka mengabulkan permohonan para nasabahnya, pada saat uang ketat seperti sekarang?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus