BULAN Mei benar-benar telah menjadi periode terbaik bagi dunia usaha. Paket Mei 1990 yang menggembirakan itu, ternyata, tidak menggelinding sendirian. Pendampingya adalah deregulasi yang menyangkut status kawasan berikat PP No. 14 Th. 1990 yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada 25 Mei itu sebagai perubahan dari PP No. 22 Th. 1986 -- menetapkan bahwa kawasan industri tertentu dibolehkan menjadi kawasan berikat (bonded zone). Persisnya, para pemilik kawasan industri sekarang ini mendapatkan jalan untuk mengubah status kawasannya atau menjadikan sebagian wilayahnya sebagai kawasan berikat. Tujuannya tak lain untuk menggairahkan para investor yang menghasilkan komoditi untuk ekspor. Dengan menancapkan usaha di kawasan berikat, bahan baku, komponen, atau barang apa saja yang dimasukkan ke bonded zone dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk atau pungutan lainnya. Tidak mengherankan jika dari kalangan pemilik kawasan industri, "Banyak yang berminat membangun kawasan berikat di lahannya. Cuma, mereka belum mengajukan permohonan secara resmi." Ini dikemukakan oleh Ketua BKPM, Ir. Sanyoto Sastrowardoyo. Barangkali karena yang berhak mengelola kawasan berikat hanyalah BUMN. Kendati kawasan industri tempat kawasan berikat itu berlokasi adalah milik swasta, pengelola bonded zone haruslah perusahaan yang berstatus BUMN, persisnya sebuah BUMN di bawah pengawasan Departemen Keuangan. Dan BUMN ini pula yang mendapat pelimpahan wewenang dari Pemerintah, untuk mengurus izin-izin yang diperlukan investor di kawasan berikat -- izin yang sebelum ini dikeluarkan oleh departemen teknis yang bersangkutan. Andai kata segalanya lancar, Ketua BKPM Sanyoto boleh jadi akan semakin sibuk karena pintu peningkatan investasi bertambah lebar. Untuk tahun ini saja, terhitung sampai 26 Mei, nilai PMDN sudah Rp 20.443,4 milyar dan PMA US$ 2.865,5 juta. Sedangkan nilai seluruh investasi sepanjang 1989, PMDN Rp 19.593,9 milyar dan PMA US$ 4.718 juta. Bila menengok ke belakang, investasi asing memang pernah mengalami pasang surut. Sejak 1984, nilai PMA terus merosot. Terlihat dari angka-angka sebagai berikut: US$ 1.107,1 juta (1984), US$ 859 juta (1985), US$ 826,1 juta (1986). Baru pada tahun 1987, angka itu naik sedikit menjadi US$ 1.457 juta, dan pada tahun 1988 berlipat hampir empat kali menjadi US$ 4.408 juta. Sebaliknya, nilai PMDN sudah lebih dulu mengalami pasang naik. Lihat saja angka angka berikut: dari Rp 2.099,9 milyar (1984), naik menjadi Rp 3.749,7 milyar (1985), Rp 4.416,7 milyar (1986), Rp 10.265 milyar (1987), hingga Rp 14.664 milyar (1988). Tak pelak lagi, berbagai paket deregulasi yang diluncurkan selama dua tahun terakhir telah sanga berperan menggalakkan investasi. Khusus untuk PMA, deregulasi menawarkan banyak kemudahan, sedangkan relokasi industri yang terpaksa dilakukan oleh beberapa negara NIC's (the new industrialised countries) seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura akan lebih cepat memacu masuknya modal asing ke negeri ini. Belum lagi lewat saluran lain, misalnya sindikasi bank asing yang belakangan sangat royal menyalurkan uangnya untuk beberapa proyek padat modal di sini, satu kemajuan yang setahun lalu hampir-hampir tak terbayangkan. Momentum seperti inilah yang hendaknya secara maksimal dapat dimanfaatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini