Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lambsdorff Bicara Mantap

Dalam kunjungannya ke Indonesia menteri ekonomi, Jerman Barat, Otto Graf Lambsdorff, menjanjikan bantuan keuangan. Kredit ekspor Jerman tetap diberikan untuk pembangunan di Indonesia.(eb)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OTTO Graf Lambsdorff berjalan pincang. Tapi Menteri Ekonomi dari Republik Federasi Jerman (RFJ) itu berbicara mantap dan kokoh, terutama bila ia menyampaikan siasat Bonn untuk meningkatkan ekspor. Penampilannya mengesankan ketika singgah di Indonesia (21 - 26 Agustus) dalam perjalanan keliling Asia. Jerman Barat dengan DM, sebagaimana halnya Jepang dengan Yen, belakangan ini sangat gusar menghadapi nilai dollar AS yang merosot. Dengan depresiasi dollar itu, yang berakibat nilai DM menjadi makin tinggi, Indonesia ikut merasakannya. Karena Rupiah dikaitkan dengan dollar, maka impor Indonesia dari Jerman akan mahal jadinya. Hubungan dagang Indonesia-Jerman telah meningkat dari tahun ke tahun. Umpamanya tahun 1977, menurut statistik Bonn, impornya dari Indonesia bernilai sekitar DM 759 juta, naik 42% dari tahun sebelumnya. Tapi ekspornya ke Indonesia juga banyak meningkat, menjadi sekitar DM 1013 juta ($ 501, juta) pada tahun 1977, demikian Antara yang mengutip kantor statistik RFJ di Wiesbaden. Statistik ini bisa bermacam-macam, tapi pasti sudah bahwa Indonesia mengalami defisit besar dalam neraca perdagangannya dengan Jerman Barat. Pameran Industri Tanpa memperincinya, Dr Lambsdorff dalam suatu pidato di depan Ekonid, suatu asosiasi pengusaha Indonesia-Jerman, mencatat bahwa hubungan dagang RI-RFJ tahun 1977 yang "hampir 2 milyar DM" telah berlangsung "secara sukses" yang merupakan dorongan untuk dikembangkan lagi. Diingatkannya lagi mengenai akan diadakannya Pameran Industri Jerman tahun depan di Jakarta. Pameran itu, tentu saja, bertujuan untuk memperbesar lagi ekspornya ke Indonesia. Masalahnya ialah bagaimana Indonesia akan terus mau mengimpor dari Jerman, sedang ekspornya ke sana sukar ditingkatkan, hingga defisitnya tetap besar. Dan bagaimana pula Indonesia akan tertarik bila nilai DM yang tinggi itu membuat barang Jerman bertambah mahal di negeri ini. Tampaknya Dr Lambsdorff mengerti betul persoalan ini, dan membukakan jalan untuk mengatasinya. Bagaimana? Pertama, dia mencoba meyakinkan para pejabat Indonesia bahwa bantuan keuangan Jerman akan tetap diberikan seperti tahun-tahun sebelumnya. Bantuan resmi itu biasanya berupa pinjaman lunak (berjangka panjang dengan sukubunga rendah sekali) maupun grant yang tidak perlu dibayar kembali. Sampai sekian jauh pinjaman dari Jerman itu mencapai DM 1,7 milyar lebih, sedang grant-nya hampir DM 420 juta. Bantuan resmi itu disebut untied tidak mengikat, berarti Indonesia bebas membelanjakannya untuk memperoleh produk dan jasa dari pihak ketiga, negara lain. Tapi dalam prakteknya, bantuan resmi Jerman itu dipakai untuk mengimpor dari Jerman guna memenuhi keperluan pembangunan ekonomi Indonesia. Maka itu sekaligus bertujuan mendorong ekspornya. Kedua, dia menjanjikan pengaruh Bonn untuk menjamin kredit ekspor lebih banyak dari perbankan Jerman guna mensuplai barang modal yang diperlukan berbagai proyek Indonesia. Biasanya kredit ekspor itu ditolongnya menjamin bilamana terdapat partisipasi perusahaan Jerman dalam proyek itu. Umpamanya proyek Krakatau Steel di Cilegon. Tidak diketahui berapa -- pasti sudah milyaran DM pula -- jumlah kredit ekspor Jerman itu yang dipakai Indonesia. Itu juga sekaligus mendorong ekspornya. Sengaja Indonesia dikunjungi Menteri Lambsdorff pada saat pemerintah sibuk mempersiapkan Repelita III. Makadia kontan diberitahu tentang betapa besarnya dana yang diperlukan dan proyek-proyek mana yang kiranya mengharapkan bantuan kredit Jerman. Antara lain, kata Dr Lambsdorff pada pers Bonn akan membantu Indonesia dalam pembangunan proyek Krakatau Steel tahap kedua, proyek alumina di Bintan, proyek galangan kapal di Surabaya dan proyek methanol di Kalimantan Timur. Semua itu jelas akan membuat ekspor Jerman ke Indonesia melonjak hebat. Bahwa produk Jerman bertambah mahal bagi Indonesia karena merosotnya nilai dollar AS, itu soal lain lagi. Untuk barang Made in German, toh orang Indonesia suka mengatakan: "Kalah membeli, menang memakai." Sebagai tambahan, Dr Lambsdorff berpesan lagi seperti yang diucapkannya di forum Ekonid: Bantuan resmi (Jerman) "tidak akan menolong jika pasaran (Dunia Ketiga) dibiarkan tertutup .... Negara-negara berkembang juga harus bersedia membuka pasaran mereka untuk impor dari negara-negara berkembang lainnya maupun dari negara-negara industri." Pasaran terbuka itulah yang dicari Jerman di mana-mana, tentu juga di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus