Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekan lalu, pemerintah mengumumkan serangkaian kebijakan yang sudah lama ditunggu. Tujuannya memicu ekonomi kita yang terus lesu. Tapi dampak kebijakan ini diperkirakan tidak cukup memberi stimulus yang diperlukan. Akibatnya, prospek ekonomi untuk sisa tahun ini tidak secerah yang diproyeksikan semula.
Setelah beberapa bulan membahas rencana melonggarkan syarat uang muka kredit kendaraan dan properti, Bank Indonesia menerbitkan rincian dari kebijakannya yang menurunkan uang muka kredit untuk dua sektor ini sebesar 5-10 persen. Maksudnya agar mengurangi beban bagi calon pembeli, sehingga mendorong penjualan yang diharapkan menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.
Kebijakan ini tentu akan membantu pertumbuhan kredit perbankan dan lembaga pembiayaan. Tapi inflasi 7 persen saat ini akan melemahkan daya beli konsumen. Ujungnya, permintaan diperkirakan tetap lemah. Dalam situasi lesu seperti ini, sektor perbankan biasanya juga akan lebih sibuk menangani naiknya kredit bermasalah dan biaya operasional.
Merosotnya daya beli terlihat dari penurunan penjualan kendaraan bermotor yang cukup signifikan. Selama empat bulan pertama tahun ini, angka penjualan mobil baru hanya mencapai 369 ribu unit, turun 15 persen dari tahun lalu. Angka penjualan sepeda motor untuk periode yang sama juga jatuh cukup tajam sampai 20 persen, hanya 2,2 juta unit.
Maret tahun ini, perbankan pun mengalami penurunan tingkat pertumbuhan pinjaman ke 11 persen, dari 19 persen setahun yang lalu. Pendanaan jadi lebih likuid dengan rasio pinjaman terhadap deposito (LDR) menurun ke angka 87,6 persen, dari 91,2 persen pada tahun sebelumnya. Sayangnya, perbankan sedang dalam fase berbenah diri akibat naiknya kredit bermasalah ke angka 2,4 persen (Maret 2015) dari 2,0 persen setahun lalu.
Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) juga cukup sibuk menurunkan peringkat dan outlook beberapa perusahaan, dari sektor perbankan, otomotif, makanan, retail, minyak, transportasi, sampai infrastruktur. Lesunya ekonomi kali ini terasa hampir di semua sektor. Ini sebabnya perbankan akan lebih memperhatikan pengetatan kriteria kredit, usaha penagihan pinjaman, dan usaha efisiensi ketimbang mengembangkan pinjamannya.
Kebijakan kedua adalah diizinkannya orang asing membeli properti. Ini ditujukan untuk menarik dana asing masuk ke dalam negeri sekaligus memicu sektor tersebut. Tapi, untuk mencegah membengkaknya harga, investor asing dibatasi hanya boleh membeli apartemen mewah dengan harga di atas Rp 5 miliar.
Meski kebijakan ini sudah lama dipertimbangkan dan para pengembang menyambut baik, dampaknya terhadap ekonomi diperkirakan terbatas. Masalahnya, kebijakan ini akan bertabrakan dengan peraturan tenaga kerja dan imigrasi, yang cenderung membatasi jumlah ataupun masa tinggal para pekerja atau penduduk asing di Indonesia. Ini tentu akan membatasi daya tarik kebijakan itu.
Setelah Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini ke angka 4,7 persen, pemerintah ikut menurunkan target pertumbuhannya ke kisaran 5,1-5,4 persen. Bahkan Asosiasi Produsen Rokok baru-baru ini menerbitkan data industri rokok yang menunjukkan penurunan produksi sebesar 12,6 persen dalam lima bulan pertama 2015. Dari 147,8 miliar batang setahun yang lalu menjadi 129,3 miliar batang. Jika produsen rokok saja mulai mengeluh, berarti masalah kelesuan ekonomi kali ini memang sudah cukup serius.
Manggi Habir Ekonom, Komisaris Bank Danamon
KURS Rp per US$
Pekan lalu 13.312
13.308
Penutupan 26 Juni 2015
IHSG
Pekan lalu 4.940
4.923
Penutupan 26 Juni 2015
INFLASI
Bulan sebelumnya 6,8%
7,15%
Mei 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%
CADANGAN DEVISA
30 April 2015 US$ 110,9 miliar
US$ miliar 110,8
31 Mei 2015
PERTUMBUHAN PDB
2014 5,0%
5,1-5,4%
Proyeksi pemerintah 2015
Rasio pinjaman terhadap deposito (LDR)
91,2% 2014
87,6 % 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo