Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Laporan Diawal Puasa, Naik ... Harga Naik, Ketupat Terbang Laporan Di Awal Puasa, Naik Turun...

Harga 9 kebutuhan pokok menjelang puasa & lebaran belum pasti, akibat naiknya harga beras. Bulog sebagai pemegang stok meskipun rugi, akan menurunkan harga beras untuk puasa dan lebaran. (eb)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Laporan Diawal Puasa, Naik ...  Harga Naik, Ketupat Terbang  Laporan Di Awal Puasa, Naik Turun...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
IBU Nun, 38 tahun, tinggal di Jalan Olo Ladang, Padang. Ia punya anak 5. Sejak beberapa hari ini ia merobah makan siang keluarganya dari nasi menjadi ubi jalar. Suaminya memang masih kuat dan setiap hari hilir mudik menjalankan oplet. Tapi rata-rata penghasilan suami saya cuma Rp 1.100 sehari," katanya. Sementara itu, harga beras kwalitas sedang minggu lalu sudah naik dari Rp 180 jadi Rp 205 sekilo. Bayam dan kangkung naik 2 kali lipat. Maka Ibu Nun yang hiaya hidupnya rata-rata tiap hari Rp 2.000 -- termasuk bayar sewa rumah -- tak ada jalan lain selain mengganti makan siangnya dari nasi jadi ubi. Tapi yang mengeluh bukan cuma Ibu Nun di Padang. Di Jakarta, harga beras jenis Cianjur Kepala, yang awal Mei masih Rp 230 akhir minggu lalu sudah mencapai Rp 300 per kilo. "Saigon Bandung 1" dari Rp 175 jadi Rp 205 per kg, dalam waktu yang sama. Atau naik sekitar 17% - sampai 30% lebih. "Wah, saya sekarang tidak sanggup lagi membeli beras Saigon," ucap Nenet Sayuti yang tinggal di Mampang Prapatan. Sebagai penggantinya Nenet, ibu dari 8 anak ini membeli beras yang harganya lebih murah ex Dolog yang minggu-minggu belakangan rajin mendrop berasnya ke pasar-pasar di Jakarta. Nenet, yang suaminya jadi supir taxi, tak menghiraukan lagi jenis beras yang dibelinya. Pokoknya makan. Nun dan Nenet adalah contoh golongan masyarakat, yang berpendapatan tetap dan rendah yang kini ketabrak harga bahan pokok yang menaik. Salon Tampubolon, pedagang beras di Pasar Stasiun Bandung mengakui akibat kenalkan harga ini pasar jadi sepi. "Dulu, tak kurang 20 pembeli datang, kini cuma 7-10 orang saja," katanya. "Pegawai negeri yang dulunya suka menukar berasnya dengan beras lebih baik, kini tak seorang pun yang datang menukar berasnya." Di Medan, beras mutu rendah, di bawah IR-I, pada bulan lalu masih Rp 180 per kilo pekan lalu mencapai Rp 200. Telor ayam negeri yang tadinya Rp 700 kini Rp 900 perkilo. Tapi yang mengalami kenaikan menyolok adalah cabe. Harga cabe merah yang bulan Juni Rp 750 per kilo pekan lalu melonjak menjadi Rp 1.500. Bahan sandang rupanya tak mau ketinggalan dari beras maupun lauk pauk. Tekstil, diukur sejak Mei sampai pekall lalu, mengalami kenaikan harga antara Rp 100 - Rp 150 per meter. Mengapa naik? "Pembelian dari Pintu Kecil sudah naik," kata Amir pedagang tekstil di Pasar Tanah Abang -- pusat perdagangan tekstil di Indonesia dewasa ini. Dalam dua minggu belakangan ini, kain tetoron cap Ikan Duyung yang semula Rp 400 per yard kini jadi Rp 500. Kain celana Famatex yang di bulan Juni lalu berharga Rp 850 per yard sekarang Rp 1.100. Menurut para pedagang kenaikan harga tekstil akibat pengaruh dari kenaikan beras dan kebutuhan Lebaran mendatang. Sementara itu penyesuaian harga bahan-bahan lain terus berlangsung. Kacang tanah yang dulunya Rp 650 kini menjelang puasa sudah berobah menjadi Rp 700 sekilo. "Menjelang Lebaran nanti, bisa sampai Rp 1.000." ucap Sigau pedagang di proyek Pasar Senen. Gejala seperti itu tentu merisaukan pemerintah juga. Untuk melancarkan arus barang kebutuhan pokok, Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro menjanjikan akan meningkatkan suplainya. Tim antar-departemen pun dibentuk pertengahan Juli lalu. Radius menjamin barang-barang kebutuhan pokok cukup dan tidak akan mengalami kenaikan. "Sehingga menjelang puasa dan Hari Raya Idulfitri masyarakat bisa tenang dan menjalankan ibadahnya dengan baik," katanya. Meski demikian, ketika laporan ini diturunkan dua hari sebelum puasa, harga kebutuhan pokok masih belum pasti. Tak terkecuali beras kwalitas baik. Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selaran, misalnya, harga beras kwalitas enak jenis Karangdukuh dan Lemo. yang pertengahan Juni masih Rp 205 seliter, minggu kedua Juli mencapai antara Rp 260 - Rp 270 per liter. Atau naik sekitar 26% - 31%. Dan H. Basran, saudagar beras yang terbilang kaliber besar di sana yakin "Harga beras itu tak akan turun seusai Lebaran nanti." Padahal menurut ir Mulyono Ka Dolog Kal-Sel, untuk menjaga kemungkinan kekurangan beras pada bulan puasa "Bulog sudah mendrop 2.500 ton beras." Harga beras yang didrop itu cukup murah Rp 170 (semula berharga Rp 175 sekilo). Tapi kenapa tidak turun? Pihak pedagang dan sejumlah warga kota menuding sumber kenaikan itu pada 5 buah pabrik penggilingan padi yang terbakar medio Juni lalu. Di samping menghanguskan 5 pabrik, juga ratusan ton gabah dan beras ikut terbakar. Termasuk puluhan ton beras Dolog. Yang menarik adalah dugaan kalangan DPRD yang memperkirakan kenaikan itu disebabkan karena "selera tinggi." Dan yang naik menyolok memang beras jenis kwalitas enak yang hanya mampu dibeli oleh orang punya "selera tinggi" itu. Ini diperkuat oleh Ny. Ch. Barlian Sutandy dari PT Balian Tjarme yang dua pabrik penggilingan padinya turut terbakar di Muara Kelayan, Banjarmasin. "Selama ini kami memang memproses padi jenis lokal yang elite itu," katanya Karena terbakar itu, persediaannya menjadi langka dan harga pun naik. Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta pun yang melangit ini juga beras kelas elite seperti Cianjur, Saigon, dan Rojolele. Tapi karena Dolog Jaya mendrop beras Korea Slyp yang sekelas Saigon dengan harga Rp 165, harga Saigon lokal pun jadi turun dari Rp 185 menjadi Rp 180 per kilo. Jelas nampaknya, berhasil tidaknya harga-harga itu direm tergantung pada Bulog sebagai pemegang stok dan stabilisator harga. Untuk Jakarta tampaknya para ibu rumah tangga boleh sedikit gembira. Beras jenis kwalitas rendah 21 Juli memang turun harga rata-rata Rp 10 per kilo. Sementara untuk jenis sedang turun antara Rp 2,5 sampai Rp 5. "Ini disebabkan droping Bulog lan stok cukup," kata Sri Murwani dari bagian usaha dan perkembangan harga Pasar Induk Cipinang. Juga di Surabaya para ibu rumah rlngga pertengahan Juli mulai agak lega lagi. Beberapa kebutuhan pokok kembali normal. Sabun mandi, minyak goreng, kacang hijau, susu, gula misalnya setelah selama bulan Juni naik 10 sampai 15%, kini kembali ke harga awal Mei. Bahkan sayur mayur, termasuk bawang, kacang panjang, tomat turun tajam. Meskipun begitu, beras jenis Pelita dari Rp 176 masih melonjak ke Rp 190 per kilo dan IR dari Rp 166 menjadi Rp 171,5 sekilo. Koesdiman, Sekretaris Dolog Ja-Tim, menilai kenaikan harga itu belum melampaui harga langit-langit yang ditetapkan pemerintah. "Karenanya saat ini kami belum mendrop beras ke pasar," katanya. Tapi bulan Agustus depan, Dolog Ja-Tim ada merencanakan operasi pasar sebanyak 2.500 ton, September 5.000 dan Oktober yang akan datang sebanyak 10.000 ton. Cerita harga yang naik-turun itu dengan sendirinya menimbulkan banyak pertanyaan. Apa yang terjadi? "Kenaikan sekarang ini tidak terlepas dari hukum penawaran dan permintaan," kata Dirjen Tanaman Pangan, ir Wardoyo, pekan lalu. Orang pertama yang mengurus taaman pangan ini dengan cepat menambahkan itu semua ada kaitannya: "Akibat Kenop-15, kenaikan BBM dan kenaikan barang-barang lainnya telah menarik harga beras." Dan karena kenaikan macam-macam itu pemerintah menaikkan harga dasar pembelian gabah dan beras, yang berlaku mulai 2 Mei lalu. Gabah Kering Giling (GKG) yang semula Rp 85 dinaikkan menjadi Rp 95 per kg. Beras dari Rp 140 menjadi Rp 158. Kenaikan harga gabah dan beras itu menurut Wardoyo dimaksudkan pemerintah untuk menggairahkan petani berproduksi, tanpa terlalu memberatkan konsumen secara keseluruhan -- baik kaum buruh tani maupun yang hidup di kota-kota. "Kenaikan Harga Dasar itu jelas menguntungkan petani," kata Wardoyo. Tapi menguntungkan petani atau tidak, itu masih jadi perdebatan. "Dalam angka nya, tapi jika dibandingkan dengan kebutuhan sehari-hari kami rugi," kata Marbun, petani di desa Ladang Tengah dekat Sibolga. Alasannya, antara lain: "Harga sebuah cangkul yang dulu Rp 1.700 kini Rp3.500." Kondra, petani dari Sanur, Denpasar, Bali juga geleng kepala ketika ditanyakan apakah ia untung karena kenaikan harga Dasar gabah dan beras sekarang ini. Katanya: "Meskipun harga beras naik, tapi harga-harga lain juga naik." Dulu, misalnya, di bulan April Kondra bisa menjual berasnya dengan harga Rp 175 per kilo. Harga sayur kol waktu itu cuma Rp 75. Berasnya yang ia jual ke pasar kini seharga Rp 200. Tapi kol naik menjadi Rp 175. Rain, seorang buruh tani di Karawang, Jawa Barat berpendapat agak lain. Kenaikan beras sekarang ini memang menguntungkan petani kaya, pemilik tanah, katanya. "Tapi upah buruh tani mah tetap, tidak bertambah." Dia pun mencoba mendatangi juragan tanah supaya upah menggarap tanah sawah diganti dengan beras dengan harga sebelum beras naik. Tapi permintaan Rain kontan ditolak. "Buat buruh tani, kenaikan itu jelas merupakan pukulan," tukas Kepala Humas Kabupaten Karawang, Adang Bachtiar. "Kami, orang tani tak mengerti kenaikan harga beras itu bisa membantu petani," ujar Suyono, dari desa Tegalarum, Magetan. Ia punya sawah cuma 0,5 hektar. Hasilnya cuma cukup untuk seluruh keluarganya yang beranggota 5 orang. Keluhan petani ini dibenarkan oleh Dr. Dibyo Prabowo, ahli ekonomi pertanian Universitas Gajah Mada. Menurut ekonom ini kenyataan menunjukkan bahwa semua harga barang naik. "Saya khawatir petani tidak mau menjual berasnya kepada KUD. Keadaan sekarang ini sama seperti tahun 1971-1972 tempo hari," katanya. Barangkali ia terlalu pagi meramal. Tapi di Jawa Timur misalnya, biarpun panen gadu ini tampak berhasil karena kemarau yang basah, para petani dalam situasi sekarang nampak lebih suka menyimpan padinya daripada menjualnya. "Saya tak mau jual padi sekarang, takut panen yang akan datang gagal," kata M. Takim, petani di desa Tegalarum, Magetan. Panen lalu Takim memang gagal sama sekali. Tanahnya yang 1 ha tidak membawa hasil apa-apa. Ia kini cemas musim gadu sekarang ia hanya bisa membawa pulang padi sekitar 4 ton. Memandang ke hari mendatang dengan sedikit suram mungkin bukan khas seorang Takim. Walaupun kecemasannya tak bisa diterapkan secara umum, tapi warna cerah keadaan pangan Indonesia memang masih jauh. Menurunnya produksi tahun ini sudah jadi ramalan umum. Sudardji, Ketua Komisi VII DPR, misalnya mengatakan kalau produksi tahun ini bisa naik 4% saja itu sudah bagus. Tak berarti jalan sudah buntu sama sekali. Salah satu usaha pemerintah meningkatkan produksi pangan ini adalah meningkatkan areal tanaman, misalnya dengan mengundang investor menanamkan modalnya di sektor perkebunan tanaman pangan (food estate) di luar Jawa. Ruang geraknya lebih luas daripada perkebunan padi (rice estate) yang pernah dicanangkan dulu. Juga food estate ini, kata Dirjen Tanaman Pangan, Wardoyo, mengarah pada diversifikasi menu. Di sana bisa dipakai irigasi maupun non-irigasi, sehingga tanah bisa ditanami padi sawah atau gogo serta palawija. Sayangnya, "sampai sekarang respons hak pemilik modal masih kurang," kata Wardoyo. Departemen Pertanian sendiri bertekad membuka perkebunan pangan ini di Riau. Untuk ini PTP V Sumatera Utara telah melakukan survainya di Pasir Pengarayan (Riau Daratan) dengan bekerja sama dengan Universitas Sumatera Utara Medan. Luas areal meliputi 15.000 hektar. Jalan ini masih perlu bukti lebih jauh. Tapi cerita beras selama ini -- yang tak selamanya baru -- nampaknya bakal tak putus-putusnya sebelum orang Indonesia bebas tergantung dari nasi. Suatu hal yang agaknya lebih mudah ketimhang bebasnya negeri industri dari ikatan minyak bumi. Bangsa lain bisa mengganti menu, kenapa bangsa kita tidak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus