NAIKNYA harga beras sejak Mei lalu merupakan pukulan bagi
konsumen di kota maupun di pedesaan. Konsumen jadi gelisah
mendengar alasan pemerintah yang membiarkan harga itu naik. Apa
yang terjadi? Inilah petikan wawancara TEMPO dengan Ka Bulog
Bustanil Arifin.
Apa maksud pemerintah membiarkan harga naik?
Kita harus melihat ke belakang beberapa bulan lalu. Nopember dan
Desember 1978, kita berusaha menstabilkan harga beras pada
tingkat sekitar Rp 140 per kg, untuk mensukseskan Knop-15.
Sampai Januari 1979 beras masih bertahan sekitar Rp 140 sekilo.
Tapi Bulog sendiri gelisah, karena 1 Pebruari akan berlaku harga
dasar (HD) baru yang juga Rp 140 per kg.
Maka pagi-pagi Bulog bersama instansi lainnya bersiap untuk
menjaga supaya harga beras tidak merosot pada saat panen nanti.
Mulai 1 Pebruari Bulog melakukan pembelian dalam negeri dalam
bentuk gabah.
Di lain pihak tetap dilakukan operasi pasar dengan tetap
mempertahankan harga sekitar Rp 140 - Rp 150 per kilo. Akhir
Maret operasi pasar (dropping) mulai mereda. Bulog mulai
melakukan pembelian beras. Ilarga beras April bertahan sekitar
Rp 140 - Rp 1 50/kg.
Namun waktu itu masyarakat dan pers menyarankan supaya harga
dasar ditinjau kembali karena adanya kenaikan harga lainnya.
Memang ini merupakan suatu dilema. Pemerintah dapat saja menekan
harga serendah mungkin. Tapi akibatnya akan berlarut-larut.
Petani tidak bergairah menanam padi -- padahal 2-3 bulan lagi
akan tanam padi rendengan. Dan impor pun akan bertambah
selanjutnya membuat ketergantungan kita pada negara lain.
Di samping itu para pedagang juga akan meninggalkan dagangan
beras karena keuntungannya sangat kecil, akibatnya yang dagang
beras nanti hanya Bulog saja. Kalau policy ini yang dianut akan
bertentangan dengan 8 jalur pemerataan. Lagi pula, kalau beras
ditekan terlampau murah, mana mungkin kita melaksanakan
diversifikasi makanan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
beras.
Maka kebijaksanaan yang dianut Bulog adalah stabilisasi harga
yang dinamis. Harga dapat atau boleh bergerak antara harga dasar
dan harga langit-langit. Prinsip ini dipegang teguh. Kalau HD
atau Harga Langit-langit (HL) tidak terancam Bulog tidak
melakukan intervensi pasar. Dus, naiknya harga beras itu karena
pemerintah menaikkan HD yang cukup tinggi, lebih dari Rp 40 per
kg beras).
Naiknya harga beras disebut-sebut akan menambah pendapatan
petani. Tapi bukankah pedagang yang untung dari kenaikan harga
itu?
Dari pengalaman sejak tahun 1974 tidak ada pedagang yang mau
berspekulasi menimbun beras. Mereka ngeri bersaing dengan Bulog.
Ini dibuktikan makin derasnya operasi pasar. Di Jakarta mulai
pertengahan Juni beras Bulog tidak naik di pasaran, malahan
tendensinya menurun. Beras lokal pun setelah naik bulan Juni
pada bulan Juli tidak naik, mungkin bersaing dengan beras Bulog.
Pak Bus pernah mengatakan "ada sesuatu yang terjadi dengan
suplai dari petani dan sawah-sawahnya." Apa yang dimaksud dengan
"sesuatu" itu?
Memang ada sesuatu yang terjadi dengan suplai dari petani dan
sawah-sawahnya. Beberapa daerah di Jawa tahun 1979 ini mengalami
serangan hama wereng yang cukup berat. Luas serangan hama wereng
itu diperkirakan jauh lebih besar dari serangan hama wereng tahun
1978 dan bahkan lebih besar dari serangan hama wereng tahun 1977.ÿ20
Dibandingkan dengan tahun 1978 diperkirakan panen tahun ini di
Jateng turun 9,78% dan Yogya turun 19,7%. Sedang di Ja-Bar dan
Ja-Tim karena cepat ditanam kembali dengan VU~TW masing-masing naik
11,5% dan 7,4~%.
Karena itu adalah logis bila petani yang sawahnya terserang wereng
hanya sedikit dapat menjual atau sama sekali tidak dapat menjual
kelebihan produksi gabahnya ke pasaran. Ini berarti suplai dari
petani berkurang. Meskipun begitu, secara nasional produksi gabah
dan beras naik sedikit, sekitar 2,12% dibandingkan dengan produksi
tahun 1978. Dan ini masih harus diuji ketepatannya karena panen
gadu tahun ini masih kita nantikan.
Apakah pemerintah punya rencana untuk mengurangi atau menghapus
subsidi pangan?
Sampai kini, pemerintah tidak punya rencana mengurangi atau
untuk menghapus subsidi pangan. Setiap tahun pemerintah
menyediakan dana subsidi pangan sekitar Rp 92 milar. Dana ini
tahun lalu tidak dipakai, kecuali untuk anggaran pegawai otonom
golongan I. Jadi untuk umum sebelum Knop subsidi itu tidak ada.
Sekarang, karena harga pembeliannya di luar negeri sudah naik,
terpaksa kita pakai. Meskipun begitu subsidi pangan ini jauh
lebih kecil dari subsidi BBM.
Berapa besar rencana impor tahun ini?
Keperluan beras impor tahun ini lebih 1,5 juta ton. Kontrak
pembelian beras yang sudah ditandatangani harganya berkisar $
260 - $ 270 per ton C & F. Rata-rata harga yang akan ditutup
Bulog dalam waktu dekat ini antara $ 290 sampai $ 295 per ton
C&F.
Naiknya harga beras di luar negeri karena pengaruh dari kenaikan
harga minyak OPEC. Di samping itu di luar negeri seperti di
Brazilia tahun lalu terjadi musim kering yang panjang, yang
kemudian disusul dengan banjir besar. Akibatnya kalau dulu
Brazil mengekspor kini ia mengimpor beras sebanyak 330.000 ton.
Tapi jangan risau. Nopember-Desember nanti di luar negeri maupun
di dalam negeri akan panen lagi.
Berapa besar pengaruh kenaikan harga-harga sekarang ini pada
laju inflasi?
Dari 100 macam bahan dan jasa, sekarang ini beras bukan lagi
merupakan price-leader. Atau bobotnya dalam laju inflasi tidak
sebesar dulu lagi. Misalnya April lalu, laju inflasi sebesar
3,02%. Dalam hal ini andil beras hanya 0,37%, Mei dari inflasi
sebesar 3,05% peranan beras, adalah 0,36%, Juni lalu dari
inflasi sebesar 2,32%, beras ambil peranan sebesar 0,29%.
Peranan keseluruhan kelompok padi-padian seperti jagung, ubi,
beras dan terigu sekarang ini hanya 12%, jauh berkurang
dibandingkan tahun 1960-an. Ketika itu kurang lebih 31%. Ini
antara lain disebabkan harga beras yang stabil dan pendapatan
masyarakat yang meningkat.
Bagaimana tindakan Pemerintah menghadapi Lebaran?
Untuk menghadapi Lebaran ini Bulog melakukan operasi pasar yang
dimulai sejak awal Juli lalu. Di Ja-Teng droping beras Bulog 500
ton sehari. Di Yogya 200 ton per hari, Palembang 300 ton di
samping Jakarta dan kota-kota lainnya.
Tidak hanya itu. Mulai sekarang ini untuk menekan harga Bulog
menurunkan harga penjualannya untuk Jawa dari Rp 165/kg menjadi
Rp 160 per kg. Untuk daerah Menado, Palembang dan Medan dari Rp
175 menjadi Rp 170 sekilo.
Untuk harga ini sebenarnya Bulog rugi. Tapi untuk menstabilkan
harga dan ketenangan konsumen menjalankan puasa dan Lebaran,
harga kita turunkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini