Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Untuk puasa dan lebaran, harga di...

Wawancara tempo dengan ka bulog, bustani arifin, tentang maksud pemerintah membiarkan harga beras naik. subsidi pangan, pengaruh kenaikan harga-harga sekarang pada laju inflasi. (eb)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAIKNYA harga beras sejak Mei lalu merupakan pukulan bagi konsumen di kota maupun di pedesaan. Konsumen jadi gelisah mendengar alasan pemerintah yang membiarkan harga itu naik. Apa yang terjadi? Inilah petikan wawancara TEMPO dengan Ka Bulog Bustanil Arifin. Apa maksud pemerintah membiarkan harga naik? Kita harus melihat ke belakang beberapa bulan lalu. Nopember dan Desember 1978, kita berusaha menstabilkan harga beras pada tingkat sekitar Rp 140 per kg, untuk mensukseskan Knop-15. Sampai Januari 1979 beras masih bertahan sekitar Rp 140 sekilo. Tapi Bulog sendiri gelisah, karena 1 Pebruari akan berlaku harga dasar (HD) baru yang juga Rp 140 per kg. Maka pagi-pagi Bulog bersama instansi lainnya bersiap untuk menjaga supaya harga beras tidak merosot pada saat panen nanti. Mulai 1 Pebruari Bulog melakukan pembelian dalam negeri dalam bentuk gabah. Di lain pihak tetap dilakukan operasi pasar dengan tetap mempertahankan harga sekitar Rp 140 - Rp 150 per kilo. Akhir Maret operasi pasar (dropping) mulai mereda. Bulog mulai melakukan pembelian beras. Ilarga beras April bertahan sekitar Rp 140 - Rp 1 50/kg. Namun waktu itu masyarakat dan pers menyarankan supaya harga dasar ditinjau kembali karena adanya kenaikan harga lainnya. Memang ini merupakan suatu dilema. Pemerintah dapat saja menekan harga serendah mungkin. Tapi akibatnya akan berlarut-larut. Petani tidak bergairah menanam padi -- padahal 2-3 bulan lagi akan tanam padi rendengan. Dan impor pun akan bertambah selanjutnya membuat ketergantungan kita pada negara lain. Di samping itu para pedagang juga akan meninggalkan dagangan beras karena keuntungannya sangat kecil, akibatnya yang dagang beras nanti hanya Bulog saja. Kalau policy ini yang dianut akan bertentangan dengan 8 jalur pemerataan. Lagi pula, kalau beras ditekan terlampau murah, mana mungkin kita melaksanakan diversifikasi makanan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Maka kebijaksanaan yang dianut Bulog adalah stabilisasi harga yang dinamis. Harga dapat atau boleh bergerak antara harga dasar dan harga langit-langit. Prinsip ini dipegang teguh. Kalau HD atau Harga Langit-langit (HL) tidak terancam Bulog tidak melakukan intervensi pasar. Dus, naiknya harga beras itu karena pemerintah menaikkan HD yang cukup tinggi, lebih dari Rp 40 per kg beras). Naiknya harga beras disebut-sebut akan menambah pendapatan petani. Tapi bukankah pedagang yang untung dari kenaikan harga itu? Dari pengalaman sejak tahun 1974 tidak ada pedagang yang mau berspekulasi menimbun beras. Mereka ngeri bersaing dengan Bulog. Ini dibuktikan makin derasnya operasi pasar. Di Jakarta mulai pertengahan Juni beras Bulog tidak naik di pasaran, malahan tendensinya menurun. Beras lokal pun setelah naik bulan Juni pada bulan Juli tidak naik, mungkin bersaing dengan beras Bulog. Pak Bus pernah mengatakan "ada sesuatu yang terjadi dengan suplai dari petani dan sawah-sawahnya." Apa yang dimaksud dengan "sesuatu" itu? Memang ada sesuatu yang terjadi dengan suplai dari petani dan sawah-sawahnya. Beberapa daerah di Jawa tahun 1979 ini mengalami serangan hama wereng yang cukup berat. Luas serangan hama wereng itu diperkirakan jauh lebih besar dari serangan hama wereng tahun 1978 dan bahkan lebih besar dari serangan hama wereng tahun 1977.ÿ20 Dibandingkan dengan tahun 1978 diperkirakan panen tahun ini di Jateng turun 9,78% dan Yogya turun 19,7%. Sedang di Ja-Bar dan Ja-Tim karena cepat ditanam kembali dengan VU~TW masing-masing naik 11,5% dan 7,4~%. Karena itu adalah logis bila petani yang sawahnya terserang wereng hanya sedikit dapat menjual atau sama sekali tidak dapat menjual kelebihan produksi gabahnya ke pasaran. Ini berarti suplai dari petani berkurang. Meskipun begitu, secara nasional produksi gabah dan beras naik sedikit, sekitar 2,12% dibandingkan dengan produksi tahun 1978. Dan ini masih harus diuji ketepatannya karena panen gadu tahun ini masih kita nantikan. Apakah pemerintah punya rencana untuk mengurangi atau menghapus subsidi pangan? Sampai kini, pemerintah tidak punya rencana mengurangi atau untuk menghapus subsidi pangan. Setiap tahun pemerintah menyediakan dana subsidi pangan sekitar Rp 92 milar. Dana ini tahun lalu tidak dipakai, kecuali untuk anggaran pegawai otonom golongan I. Jadi untuk umum sebelum Knop subsidi itu tidak ada. Sekarang, karena harga pembeliannya di luar negeri sudah naik, terpaksa kita pakai. Meskipun begitu subsidi pangan ini jauh lebih kecil dari subsidi BBM. Berapa besar rencana impor tahun ini? Keperluan beras impor tahun ini lebih 1,5 juta ton. Kontrak pembelian beras yang sudah ditandatangani harganya berkisar $ 260 - $ 270 per ton C & F. Rata-rata harga yang akan ditutup Bulog dalam waktu dekat ini antara $ 290 sampai $ 295 per ton C&F. Naiknya harga beras di luar negeri karena pengaruh dari kenaikan harga minyak OPEC. Di samping itu di luar negeri seperti di Brazilia tahun lalu terjadi musim kering yang panjang, yang kemudian disusul dengan banjir besar. Akibatnya kalau dulu Brazil mengekspor kini ia mengimpor beras sebanyak 330.000 ton. Tapi jangan risau. Nopember-Desember nanti di luar negeri maupun di dalam negeri akan panen lagi. Berapa besar pengaruh kenaikan harga-harga sekarang ini pada laju inflasi? Dari 100 macam bahan dan jasa, sekarang ini beras bukan lagi merupakan price-leader. Atau bobotnya dalam laju inflasi tidak sebesar dulu lagi. Misalnya April lalu, laju inflasi sebesar 3,02%. Dalam hal ini andil beras hanya 0,37%, Mei dari inflasi sebesar 3,05% peranan beras, adalah 0,36%, Juni lalu dari inflasi sebesar 2,32%, beras ambil peranan sebesar 0,29%. Peranan keseluruhan kelompok padi-padian seperti jagung, ubi, beras dan terigu sekarang ini hanya 12%, jauh berkurang dibandingkan tahun 1960-an. Ketika itu kurang lebih 31%. Ini antara lain disebabkan harga beras yang stabil dan pendapatan masyarakat yang meningkat. Bagaimana tindakan Pemerintah menghadapi Lebaran? Untuk menghadapi Lebaran ini Bulog melakukan operasi pasar yang dimulai sejak awal Juli lalu. Di Ja-Teng droping beras Bulog 500 ton sehari. Di Yogya 200 ton per hari, Palembang 300 ton di samping Jakarta dan kota-kota lainnya. Tidak hanya itu. Mulai sekarang ini untuk menekan harga Bulog menurunkan harga penjualannya untuk Jawa dari Rp 165/kg menjadi Rp 160 per kg. Untuk daerah Menado, Palembang dan Medan dari Rp 175 menjadi Rp 170 sekilo. Untuk harga ini sebenarnya Bulog rugi. Tapi untuk menstabilkan harga dan ketenangan konsumen menjalankan puasa dan Lebaran, harga kita turunkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus