Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akan menyajikan ulang atau me-restatement laporan keuangan tahunan 2018. Pembukuan keuangan tahunan yang dirilis perseroan kepada publik April 2019 lalu itu dinyatakan cacat oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK karena mencatatkan piutang ke dalam laba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Akhsara mengatakan, dengan penyajian ulang laporan keuangan, akan adanya perubahan angka pembukuan. “Dengan adanya penyajian ulang, nanti (laporan keuangan) berubah. Namun, bila disajikan kembali, tidak ada rasio-rasio yang dilanggar,” ujar Ari di kantor pusat Garuda Indonesia, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Ahad, 30 Juni 2019.
Meski menyatakan terdapat perubahan, Ari tak menjelaskan hasil laporan keuangan yang diperbaiki nanti tetap akan laba atau rugi. Ia hanya memastikan bahwa kondisi rasio utang terhadap ekuitas atau debt equity ratio alias DER Garuda Indonesia di bawah 2,5 kali.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan sebelumnya, perusahaan mengklaim mencetak laba dari pendapatan yang sejatinya merupakan piutang dari PT Mahata Aero Teknologi. Kerja sama keduanya menyangkut pengadaan layanan konektivitas dan konten hiburan di dalam pesawat.
Adapun kerja sama Garuda Indonesia dengan Mahata memiliki nilai sebesar US$ 239,9 juta atau Rp 3,47 triliun. Bila laporan keuangan disajikan kembali tanpa pengakuan piutang sebagai pendapatan, keuangan Garuda tahun lalu diduga merugi US$ 244,95 juta. Padahal menurut klaim sebelumnya, maskapai berhasil membukukan laba US$ 5,01 juta.
BUMN penerbangan itu sebelumnya telah dinyatakan bersalah dan wajib membayar denda laporan keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK serta BEI. Total denda yang mesti dibayarkan maskapai pelat merah itu Rp 1,25 miliar dengan rincian Rp 1 miliar dibayarkan kepada OJK dan Rp 250 juta lainnya kepada BEI.
Garuda Indonesia mula-mula terlilit perkara atas kasus laporan keuangan tahunan 2018 yang dipermasalahkan kedua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Keduanya menyatakan ogah menandatangani laporan keuangan 2018 yang disampaikan kepada publik pada 5 April lalu lantaran terkesan dibedaki.