Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POPULER, tidak mahal, tapi perlu lisensi untuk memproduksinya. Itulah kertas pembersih alias tissue merk Kleenex. Untuk merk tersohor ini, PT Kertas Leces (KL) pekan lalu menandatangani kerja sama dengan Kimberly Clark Corporation dari Amerika Serikat. Dalam kontrak 20 tahun itu disebutkan bahwa KL berhak memproduksi kertas toilet, kertas serbet, dan kertas pembersih muka. Tapi, untuk pemakaian logo Kleenex selama 20 tahun, plus alih teknologi, KL harus membayar 1,2 juta dolar AS (sekitar Rp 2,1 milyar). KL juga harus membayar fee 3% dari total penjualan Kleenex, yang diduga akan mencapai 4 ribu ton per tahun, dengan nilai sekitar 4 juta dolar AS. Ekspansi KL ini mengejutkan. Bukankah KL pernah diberitakan merugi? Lalu dari mana KL mengorek dana? Suntikan modal dari pemerintah? Strategi pemasarannya kelak bagaimana? Tak ada yang jelas tentang hal itu, kecuali bahwa tissue produksi KL akan dilempar ke pasar lokal. Dirut KL, Amirul Yusuf, mengatakan bahwa kebutuhan tissue dalam negeri 6-7 ribu ton setahun. Sementara itu, produksi dua pabrik yang telah ada masih sangat kecil. Indonesia sampai kini masih mengimpor tissue dari Taiwan, Korea Selatan, dan Muangthai -- rata-rata 2 ribu ton setahun senilai US$ 2 juta. Jadi, KL tidak mengincar dolar, tapi bisa menghemat devisa. Apalagi kapasitas produksinya 14.500 ton setahun. Cuma KL masih harus mengimpor pulp (bahan baku kertas) 50% dari kebutuhan ini masih harus diimpor dari Amerika, Eropa, dan Singapura. Apa boleh buat, untuk menghemat devisa, KL terpaksa lebih dulu menghambur devisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo