Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Mau lihat-lihat dulu

Setelah pakto 1988, bermunculan bank-bank baru. PT Sanwa Indonesia Bank (SIB), patungan bank bali dan sanwa bank limited, jepang. deutsche bank membuka cabang di surabaya dan siap untuk bersaing.

19 Agustus 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU demi satu, biji-bijian yang ditanam Pakto 1988 mulai berkecambah. Yang diresmikan pekan lalu adalah PT Sanwa Indonesia Bank (SIB), pitungan antara Bank Bali dan Sanwa Bank Limited, Jepang. Sesuai dengan peraturan, di SIB yang bermodalkan Rp 50 milyar ini, Sanwa menyetor modal 85 %, sedangkan mitra lokal menyetor 15%. Kalau mau, sebenarnya Sanwa maupun Bank Bali bisa menanam investasi yang jauh lebih besar dari Rp 50 milyar. Tapi hal itu tidak terjadi. "Kami mau lihat-lihat dulu. Kalau berjalan lancar, baru kami tambah lagi," kata Djaja Ramli, Presdir Bank Bali. Menurut dia. sebenarnya Bank Bali pun mampu mengambil bagian investasi hingga 30%. Tapi, sebagai langkah awal, dia condong untuk bersikap ekstrawaspada. Sikap yang sama diperlihatkan oleh Morio Miyazaki, utusan dari Sanwa yang menjadi Presdir SIB. Yang datang ke Indonesia, kata Miyazaki, bukan hanya Sanwa, tapi juga enam bank terbesar dari Jepang. Kalau saja mereka datang satu demi satu, dalam waktu dua tahun, misalnya, mungkin Sanwa tidak perlu khawatir. Tapi ini lain.Tujuh patungan Jepang muncul dalam waktu yang nyaris bersamaan. "Sehingga persaingan akan menjadi sangat ketat," ujarnya khawatir. Seperti bankir Jepang lainnya, Sanwa bukanlah muka baru di Indonesia. Bank nomor lima terbesar di dunia ini membuka perwakilannya tahun 1972 - di samping memberikan technical assistance pada Bank Bali. Usahanya diperkuat dengan sebuah perusahaan leasing dan sebuah lembaga keuangan nonbank. Dan begitu muncul Pakto, Sanwa pun langsung merintis patungan dengan Bank Bali. "Kami tidak memilih partner lain, karena sudah berpacaran dengan Bank Bali sejak 16 tahun yang lalu," kata Miyazaki setengah bergurau. Lantas apa yang dilihat Sanwa di pasar Indonesia? Dengan cepat dijawabnya, "Ekspor nonmigas." Menurut dia, menurunnya ekspor migas, yang disertai meningkatnya pendapatan Pemerintah Indonesia dari sektor nonmigas merupakan pertanda akan meningkatnya order bagi para bankir. Bahkan Miyazaki memperkirakan, 10 tahun di muka Indonesia hanya akan memproduksi minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, devisa hanya akan diraih dari ekspor nonmigas. Nah, di sinilah peran Jepang akan tampak mencolok, karena 42% ekspor Indonesia arahnya ke Negeri Matahari Ter bit. Dan dari situlah rencananya, SBI akan menjaring nasabah. Tapi tidak lanta berarti jalan buat SBI akan bebas hambatan. Selain persaingan dari Sumitomo, Fuji. Mitsubishi. Dai-Ichi Kangyo, Fuji, dan Industrial Bank of Japan, ancaman dari bank pribumi pun tak kalah sengit. Maklum, sesuai dengan kapasitasnya, bank-bank PMA ini tentu akan mengincar konglomerat-konglomerat besar, di samping perusahaan patungan Jepang. Tapi, setelah muncul Pakto, jumlah konglomerat yang memiliki bank sendiri malah lebih banyak. Contohnya Astra, yang baru membeli dua bank. "Mereka memang salah satu saingan berat kami," kata Morio Miyazaki. Tapi tak ada alasan untuk mundur. B.G.W. Budhyarto, manajer cabang Deutsche Bank Surabaya, akan mengandalkan "tingkat efisiensi kami", yang katanya lebih tinggi dari rata rata bank swasta nasional. Awal Agustu ini cabang Deutsch di Surabaya baru saja mulai beroperasi. Deutsche Bank masuk ke sana dengan tujuan merebut hati para eksportir di sana. "Surabaya kan pusat perdagangan Indonesia bagian timur," kata Budhyanto. Ia tak cemas menghadapi bank swasta nasional. Tapi diingatkannya pula bahwa pangsa bank swasta nasional tak akan menciut. Buktinya, dari tahun ke tahun pangsa bank swasta nasional terus menanjak. Sebaliknya porsi bank asing menurun dari 5% menjadi 4% saja. Sekarang, dengan diperbolehkannya bank asing masuk ke daerah, harapan untuk memperbesar pangsa pasar pun jadi bertambah, kendati hanya 5% atau 6%. Ia pun yakin, investasi US$ 1 juta yang ditanamkan Deutsche di Surabaya, akan mencapai titik impas dalam waktu 12 bulan saja. Lantas setelah itu? "Mungkin kami akan membuka cabang baru di Medan," ujarnya. Wah, kalau begitu, biji Pakto akan terus berkecambah.BK, Sri Pudyastuty, Wahyu Muryadi, Budiono Darsono, Yudhi S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus