Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lesu, Upah Beku

Kelesuan ekonomi Singapura tak bisa dijelaskan dengan pembekuan gaji & PHK. Menurut Brigjen Lee, caranya, buruh harus bekerja 44 jam seminggu. kualitas pendidikan ditingkatkan, dan iuran CPF diturunkan.

8 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAJI rata-rata pekerja Singapura, dalam lima tahun terakhir ini, tak terasa sudah naik hampir dua kali lipat upah pekerja Hong Kong. Tahun 1980, upah pekerja di negeri kota itu masih US$ 1,47, tapi tahun 1984 lalu sudah naik ke angka US$ 2,37 per jam. Kenaikan upah yang secara otomatis menendang biaya produksi itu akhirnya menyebabkan barang-barang ekspor Singapura jadi tidak bersaing. Toh kelesuan ekonomi Singapura, yang pertumbuhannya tahun lalu minus 1,7%, tidak bisa diselesaikan dengan membekukan gaji dan mengurangi jumlah pekerja. Tapi jika Singapura bisa berkembang secara ekonomi seperti Barat, kata Menteri Negara Perdagangan, Industri, dan Pertahanan Brigjen Lee Hsien Loong, pekan lalu, maka Singapura akan mendapat tempat dalam percaturan ekonomi dunia. Caranya? "Jika kami bersedia bekerja 44 jam seminggu, ketika banyak buruh di Barat hanya mau bekerja 38 jam, dan kami tetap menginginkan bekerja tiga regu dalam 24 jam, maka Singapura mempunyai suatu keunggulan untuk ditawarkan kepada calon penanam modal yang tidak ditemukan di mana pun," tambah Brigjen Lee, putra PM Lee, yang berbicara dalam sebuah seminar di London. "Sekarang ini kami bukan negara berkembang, tapi tahun 1990-an kami harus menjadi salah satu di antaranya," tambahnya. Program ke arah itu bakal dilakukan, antara lain, dengan berusaha menaikkan kualitas pendidikan rakyat Singapura, yang hampir seperempat penduduknya belum mengenyam pendidikan sama sekali. Untuk itu, secara bertahap selama 10 tahun, pemerintah akan menanamkan dana Sing.$ 3 milyar ke sektor pendidikan. Dana itu bukan terutama untuk pembangunan sekolah, kata Menteri Pendidikan Tony Tan. Tapi untuk mengintensifkan pemakaian sarana sekolah yang sudah ada, misalnya meningkatkan program perbaikan murid yang lambat belajar. Dengan cara itu Singapura berusaha mengejar Taiwan, saingannya terdekat yang hanya terpaut satu kaki. Secara terbuka, Brigjen Lee menyebut bahwa perekonomian Singapura sesungguhnya belum bisa dianggap dewasa, karena kegiatan ekonomi sebagian besar masih bertumpu pada industri manufaktur. "Sebagian besar barang-barang masih didesain di luar negeri, dan baru kemudian dibuat di Singapura. Riset belum berarti sama sekali," katanya di depan 100 pengusaha Inggris, seperti dikutip koran resmi The Straits Times. Sementara Singapura belum bisa dianggap maju, kenaikan gaji para pekerja Singapura sudah menyamai banyak negeri industri. "Ini bukan merupakan posisi yang bisa menunjang untuk kebutuhan jangka panjang," katanya. Karena itu, organisasi buruh di sana kemudian bisa menerima tindakan pembekuan upah seperti disarankan PM Lee Kuan Yew -- paling tidak selama dua-tiga tahun mendatang. Tindakan itu rupanya dianggap belum cukup. Supaya para juragan di sana bisa menginvestasikan kembali laba mereka, pemerintah sudah menyetujui untuk menurunkan persentase iuran Central Provident Fund (CPF) mereka 15%. Tidak dijelaskan berapa sumbangannya kini, kendati tiap bulan gaji buruh masih tetap dikenai potongan 25% untuk dana itu. Peranan dana CPF, yang digunakan, antara lain, untuk membiayai pembangunan flat dan membiayai proyek pemerintah, memang sangat besar dalam mendorong perekonomian, juga dalam membentuk biaya produksi. Tahun lalu saja, dari iuran para pekerja dan majikan, bisa dikumpulkan Sing.$ 5,39 milyar, tapi hanya Sing.$ 3,51 milyar yang bisa dibelanjakan untuk pelbagai proyek guna menggerakkan perekonomian negeri itu. Jadi, yang tersedot masih Sing.$ 1,88 miIyar. Banyak pihak mengatakan besarnya iuran CPF, yang kemudian tidak seluruhnya dibelanjakan kembali itu, merupakan salah satu faktor yang menekan perekonomian Singapura. Tapi, untuk PM Lee tak ada alasan kuat untuk memupuk dana masyarakat lewat CPF itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus