Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mundur, Terbentur Cl

Mulai 1 April harga rumah sederhana akan naik. Uang muka dan bunga KPR-BTN naik. Para developer di beberapa kota terpukul, karena banyak calon pembeli mundur, dan pemasaran akan sulit.

8 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG tahun anggaran baru V ini, sebagian pengusaha rumah sederhana sudah dilanda kecemasan. Soalnya, mulai 1 April nanti, sudah bisa dipastikan, harga rumah akan lebih mahal. Diperkirakan, pemasaran akan lebih sulit, karena pembeli dibebani persyaratan uang muka lebih tinggi. Di Medan, misalnya, dewasa ini sudah 80% dari 20-an developer yang tergabung dalam asosiasi REI (Real Estate Indonesia) di sana disebut Sekretaris REI Sofyan Nasution: "pingsan". Perusahaan pengembang rumah sederhana masing-masing kehilangan 20%-30% calon pembeli yang sudah terdaftar. Hal serupa terjadi pula di Semarang, Bandung, dan Surabaya. Masalahnya, banyak calon pembeli yang terkejut dan mundur setelah mencium bunga kredit pemilikan rumah dari Bank Tabungan Nasional (KPR-BTN) menjadi 12% hingga 15%, sedangkan dulunya hanya 9% untuk semua tipe rumah sederhana (ukuran 70 m2 atau T-70 ke bawah). Apalagi, persyaratan uang muka yang dulunya hanya 10% dari harga rumah, kini lebih berat. Menurut SK Menteri Negara Perumahan Rakyat, 10 September 1985, uang muka minimal 40% untuk T-55 sampai dengan T-70, minimal 25% untuk T-37 s/d T-54, dan minimal 20% untuk T-24 s/d T-36. Hanya untuk tipe rumah inti (T-21 dan T-15) ditentukan uang muka minimal 10% dan KPR-BTN berbunga 9% seperti dulu. Kendati peraturan itu akan berlaku umum mulai 1 April, Menteri Negara Perumahan Rakyat Cosmas Batubara menegaskan, hanya proyek perumahan sederhana yang mendapatkan CL (surat persetujuan) sebelum 10 September 1985 dan bisa menyelesaikan akad KPR-BTN sebelum 31 Maret, masih bisa menjual rumah dengan fasilitas KPR berbunga 9% dan uang muka minimal 10%. Mereka yang mendapatkan CL setelah 10 September 1985 sudah dikenai ketentuan yang baru itu. Wajar kalau para perusahaan yang telah telanjur membangun menjadi gelisah. Bila rumah sederhana yang dikembangkannya sulit terjual, modalnya akan tertahan. Padahal, umumnya, modal terbatas. Lagi pula, mereka memakai fasilitas kredit konstruksi berjangka relatif pendek (sekitar 1 tahun) dengan bunga 16%-24%. PT Bale Endah (Bandung), misalnya, dengan modal Rp 800 juta telah menyelesaikan 600 unit rumah sederhana di Arcamanik, Bandung Timur, dengan bantuan kredit konstruksi 30% dari harga sebuah rumah. Menurut P. Soeharto, direkturnya, perusahaan menghadapi masalah cukup serius bila rumah-rumah yang telah diselesaikan dengan CL baru itu sulit terjual. Lihat saja. Harga satu rumah T-36 dengan harga dan suku bunga, tahun lalu, hanya Rp 6.220.000. Dengan peraturan baru, harga akan mencapai Rp 7.000.000 Iebih. Bila seseorang ingin kredit 15 tahun, cicilannya Rp 82.230 per bulan. Berarti gajinya harus lebih dari Rp 250.000, atau pegawai negeri golongan IV. "Apa ada yang mau?" kata Soeharto. PT Niti Buana di Kudus, yang mengembangkan perumahan sederhana di Kudus, Semarang, dan Yogyakarta, telah kehilangan 50% calon pembeli. "Yang dirasakan paling buruk terjadi di Semarang dan Kudus," tutur Dirut Firman Lesmana Niti Semito. Niti Buana mendapatkan CL 1986 untuk membangun 105 unit di Semarang dan 96 unit tahap kedua di Kudus. Yang di Kudus hanya laku 66 unit, sedangkan untuk yang di Semarang baru datang 50 pelamar, tapi akhirnya 25 mengundurkan diri. Berlakunya bunga dan uang muka lebih besar, ternyata, tidak mengurangi minat pembeli di sekitarJakarta. Hal ini disaksikan Cosmas Batubara, belum lama ini, sewaktu ia mengunjungi perumahan PT Kentanix Supra International di Bekasi. Menurut Cosmas, peminat ternyata banyak, dan perusahaan mendapat keuntungan. Menurut Cosmas Batubara, mulai 1 April nanti, semua peminat rumah sudah harus mengikuti program TUM-KPR (Tabungan Uang Muka Kredit Pemilikan Rumah) BTN. Hal inilah yang dikhawatirkan Hody Kuntoadi. Sebab, bila konsumen harus menabung dulu sampai cukup untuk membayar uang muka, "kami bisa 'nganggur," ujar Hody dengan waswas. Tapi PT Pelangi Buana Utama, yang membangun perumahan Pamulang di sebelah barat daya Jakarta, telah menemukan kiat untuk itu. Pelangi, antara lain, bekerja sama dengan koperasi atau lembaga dana pensiun karyawan pada perusahaan-perusahaan. Antara lain, sebagian uang muka bagi karyawan staf Universitas Terbuka dibayarkan koperasi UT. Pelangi Buana Utama pun berhasil meraih karyawan Pertamina karena lembaga dana pensiun karyawan Pertamina membayarkan 30% harga jual rumah sebagai uang muka. Kendati ada kecemasan di daerah-daerah, Menteri Cosmas Batubara yakin bahwa target pembangunan rumah tiap tahun dalam Pelita IV minimum 60.000 unit -- termasuk buatan Perumnas -- akan tercapai. Kendati volume APBN yang dirancang untuk 1986/ 1987 turun, dana KPR-BTN tetap 20% akan ditanggung APBN (bebas bunga), 45% dari kredit likuiditas Bank Indonesia (berbunga 4%),25% dari usaha BTN (antara lain Tabanas berbunga 12%) dan pinjaman lunak luar negeri, seperti dari Bank Dunia. M.W. Laporan Biro Jakarta, Yogya, Bandung, Medan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus