Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lobi TV Digital dan Frekuensi Emas

Mahkamah Agung membatalkan peraturan Menteri Tifatul tentang televisi digital. Ada lobi pengusaha media sekaligus telekomunikasi.

9 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Tifatul Sembiring menghiasi papan iklan di sejumlah kota besar di Indonesia sejak awal tahun ini. "Mari kita sambut era TV digital di Indonesia. Lebih tajam, bersih, jernih," begitu bunyi iklan layanan dari Menteri Komunikasi dan Informatika ini. Mulai 2011, Menteri Tifatul memang gencar mempromosikan TV digital di Indonesia. Dia menargetkan setelah 2017 tak ada lagi siaran analog. "Semuanya diganti digital," kata Tifatul, Jumat pekan lalu.

Sistem televisi digital mampu membagi satu kanal frekuensi radio untuk siaran televisi menjadi lebih banyak saluran melalui alat multiplekser yang dipasang di menara pemancar. Kualitas audio dan video yang dihasilkan, seperti yang disebut Menteri Tifatul, memang bagus. Namun, yang lebih penting, gelombang siaran digital lebih efisien sehingga menghemat pita frekuensi dan membuka lebih banyak pilihan konten dalam satu kanal.

Juru bicara Kementerian Komunikasi, Gatot S. Dewa Broto, mengatakan migrasi siaran analog ke digital merupakan konsekuensi Indonesia sebagai anggota International Telecommunication Union (ITU), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang salah satu tugasnya mengkoordinasi penggunaan global spektrum frekuensi radio. "Dalam Geneva Agreement 2006, semua negara harus sudah melakukan digitalisasi TV pada 2015," kata Gatot, Kamis pekan lalu.

Para pengusaha televisi mulanya kompak mendukung rencana migrasi ke digital. Belakangan sebagian pengusaha TV tak sepakat dengan cara Kementerian merealisasi target TV digital dan rencana analog switch off sebelum 2018.

Untuk merealisasi target, Tifatul membikin Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan penyiaran televisi digital terestrial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air). Ada pula Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2011 tentang rencana induk frekuensi radio untuk keperluan televisi siaran digital terestrial pada pita frekuensi radio 478-694 MHz.

Kedua peraturan tadi mengatur adanya dua lembaga penyiaran baru menuju siaran TV digital. Kedua lembaga itu adalah Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LP3M) dan Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LP3S). Aturan ini menegaskan pula, bila lembaga penyiaran yang mengajukan permohonan menjadi LP3M melebihi kanal frekuensi radio yang tersedia, pemerintah akan melakukan seleksi.

Jadi, bila kelak sistem digital diterapkan, lembaga penyiaran swasta bisa menjadi LP3M sekaligus LP3S atau hanya menjadi LP3S. Zona penyiaran yang semula ada 33 dipersempit untuk menjadi 15 zona saja. Di tiap zona hanya ada 5 kanal LP3M yang mengudara. Tiap kanal bisa dibagi lagi menjadi 12 kanal. LP3M boleh menggunakan 2-3 kanal multipleksing, dengan 12-13 saluran sisanya disewakan ke LPS.

Juni tahun lalu, seleksi tahap pertama untuk lima zona digelar. Syaratnya, peserta tender hanya perlu melampirkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Lima peserta teratas yang bisa memberikan jaminan penawaran tertinggi untuk menggelar LP3M ditentukan sebagai pemenang. Kalau nilai penawarannya setara, pemenang ditentukan dengan komitmen penyediaan set top box.

Set top box merupakan alat "wajib" yang harus dipasang ke pesawat televisi untuk menerima siaran digital. Semua pesawat televisi yang dipasarkan di Jepang saat ini, sejak 10 tahun lalu, sudah dilengkapi dengan set top box. Adapun televisi di Indonesia yang ada di rumah penduduk saat ini hampir semuanya hanya mampu menangkap siaran analog.

Komitmen penyediaan set top box inilah yang akhirnya menjadi penentu kemenangan dalam seleksi LP3M. "Pemenang untuk Zona 4 Jakarta dan Banten, semuanya berkomitmen menyediakan set top box," kata Gatot. Harga set top box tak murah. Per unitnya diperkirakan Rp 200-300 ribu. Banten Sinar Dunia Televisi (BSTV), stasiun televisi lokal yang berhasil memperoleh tender LP3M di zona 4, berkomitmen menyediakan 3 juta set top box. "Kami ini pemenang seleksi dengan komitmen terbesar," kata Peter F. Gontha, Komisaris Utama First Media, yang memiliki BSTV sebagai anak usahanya.

BSTV merupakan satu-satunya pemenang seleksi yang berasal dari televisi lokal. Sisanya stasiun televisi nasional, seperti SCTV, Trans TV, TV One, Metro TV, dan RCTI, yang menjadi pemenang seleksi LP3M di Jakarta Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kepulauan Riau. "Total komitmen pemenang seleksi LP3M 6,5 juta set top box," kata Tifatul.

1 1 1

PERTENGAHAN Juni tahun lalu, tak sampai seminggu setelah Kementerian mengumumkan tender seleksi LP3M, sekitar 20 petinggi stasiun televisi lokal berkumpul di gedung Kementerian Komunikasi. "Saat itu kami tak membuat janji dengan Menteri. Tapi kami kebingungan dan ingin bertanya langsung ke Menteri mengenai seleksi LP3M," kata Imawan Mashuri, Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Selasa pekan lalu.

Menurut Imawan, Menteri Tifatul menghindar dan langsung masuk ke ruangannya ketika melihat rombongan petinggi media elektronik itu ada di lantai tujuh gedung Kementerian. "Dua kali beliau mau ke luar ruangan, tapi enggak jadi, karena kami masih menunggu di luar ruangannya dan tak kunjung pulang," ujar Imawan.

Rombongan akhirnya diterima oleh Gatot; Henri Subiakto, anggota staf ahli menteri bidang komunikasi; dan Anang Achmad Latif, Kepala Sub-Direktorat Pengembangan Infrastruktur Teknologi Khusus. Dalam pertemuan itu, Asosiasi menanyakan nasib sebagian besar televisi lokal setelah digitalisasi diterapkan. Sebagian besar TV lokal baru mendapat IPP setelah 2005, dan telah berinvestasi untuk membangun tower dan pemancar. "Tower yang kami punya mau diapakan? Apa mau dibongkar dan diekspor? Hak frekuensi dan IPP 10 tahun kami bagaimana?" katanya.

Dalam Peraturan Menteri, LP3S baru bisa bersiaran dengan menyewa kanal dari LP3M. "Ini sama dengan pemerintah menggusur rumah yang baru saja kami miliki, dan meminta kami menyewa di rumah susun yang belum dibangun," kata Imawan. Pertemuan hari itu berakhir dengan pernyataan Kementerian bahwa seleksi telah mendapat persetujuan Komisi I DPR.

Esoknya, rombongan mengadu ke DPR. Mereka diterima Helmy Fauzi dan Roy Suryo—saat itu anggota Komisi I DPR. Roy, ujar Imawan, mengatakan notulensi rapat terakhir dengan Kementerian cuma menyepakati rencana digitalisasi harus dikomunikasikan lebih dulu dan mendapat persetujuan Komisi I. Singkatnya, DPR belum sepakat dengan sistem migrasi ke digital.

Imawan menjelaskan bahwa mereka tak menentang TV digital. "Tapi caranya tidak seperti ini," katanya. Pada September tahun lalu, ATVLI menggugat Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2011 melalui Mahkamah Agung. Gugatan yang sama juga dilayangkan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI). "Kami ingin menjadi anak soleh dan baik, tapi kami menemukan jalan buntu," ujar Ketua Umum ATVJI Bambang Santoso, Senin pekan lalu. Menurut Santoso, sistem LP3M dan LP3S mengubah sistem penyiaran nasional. "Mengapa tak merevisi dulu Undang-Undang Penyiaran?" kata Santoso.

Pengacara kedua asosiasi itu, Muhamad Sholeh, mengatakan peraturan menteri yang dibikin Tifatul bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. "Undang-undang dan peraturan pemerintah itu jelas mengatur seleksi dan perizinan frekuensi televisi dan radio itu seharusnya dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia. Keberadaan KPI diamputasi," ujar Sholeh.

Apalagi dalam aturan itu Kementerian boleh memberi sanksi. "Kementerian jadi pemain sekaligus wasit. Seharusnya ini tugas lembaga independen," kata Sholeh. Pada April lalu, Mahkamah Agung mengeluarkan dua putusan atas gugatan ATVLI dan ATVJI. Situs kepaniteraan Mahkamah Agung menyebutkan amar putusan kabul untuk permohonan pembatalan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2011 itu. Namun, hingga akhir bulan lalu, putusan majelis hakim belum sampai ke meja panitera.

Komisioner KPI Judhariksawan mengatakan frekuensi TV yang ada di Jakarta memang telah lama habis. Frekuensi yang hanya diperuntukkan bagi 14 stasiun itu akhirnya bisa menyiarkan 24 stasiun di Jakarta dengan menggunakan frekuensi dari daerah Banten yang belum dipakai (kanal sekunder). Sistem digital bisa jadi solusi untuk membuka lebih banyak televisi yang mengudara di Jakarta.

Namun sistem yang digunakan Kementerian saat ini, kata dia, memiliki potensi konflik di kemudian hari. Selain itu, adanya putusan dari Mahkamah Agung, investasi banyak stasiun TV lokal yang rata-rata memperoleh izin setelah 2007, ujar dia, belum impas. "Mengapa harus ada korban dalam perubahan sistem," kata Judha, Kamis pekan lalu.

Judha membenarkan KPI tidak dilibatkan dalam seleksi. "Kami bahkan tidak dilibatkan dalam menyusun konsep ini," ujarnya. Dia juga menilai langkah pemerintah yang terburu-buru mendorong migrasi digital itu mengada-ada. Sebab, Geneva Agreement ITU 2006, yang dijadikan dasar perubahan sistem, hanya diterapkan untuk negara-negara region 1. "Indonesia masuk region 3. Guidelines ITU Asia-Pacific untuk digital saja baru dibuat pada 2012," katanya.

Langkah Kementerian yang buru-buru mengejar target itu terkait dengan upaya mengincar penerimaan negara yang lebih besar di sektor telekomunikasi. Tahun lalu penerimaan negara bukan pajak dari kementerian ini mencapai Rp 11,58 triliun, naik 30,1 persen dari tahun sebelumnya. Dari sewa kanal 3G tahun di frekuensi 2,1 GHz saja negara sudah meraup pendapatan Rp 1 triliun per tahun.

Sisa pita yang dihemat dari penerapan TV digital, menurut Tifatul, akan digunakan untuk telekomunikasi. "Sebanyak 80 persen penerimaan berasal dari sektor telekomunikasi," kata Tifatul. Frekuensi yang kini dikuasai penyiaran analog ini terbilang frekuensi istimewa (golden frequency), bisa menembus tembok tanpa kehilangan sinyal atau menggunakan teknologi mahal.

Asosiasi Teknologi Seluler Indonesia (ATSI) mengharapkan operasionalisasi teknologi 4G dilakukan di spektrum frekuensi 700 MHz, yang saat ini masih dikuasai TV analog. "Di frekuensi 700 Mhz jumlah investasi yang dikeluarkan oleh operator akan lebih murah dan efisien karena jumlah BTS sudah banyak," ujar Sekretaris Jenderal ATSI Dian Siswarini kepada Tika Primandani dari Tempo.

Sumber Tempo menyebutkan sikap Menteri Tifatul merupakan hasil lobi konglomerasi media yang juga penguasa industri telekomunikasi yang berani membayar mahal untuk mendapatkan tender LP3M. "Industri media yang mau terjun ke telekomunikasi juga ada. Satu kanal yang diperoleh itu bisa digunakan untuk penyiaran dan telekomunikasi," kata si sumber.

Menteri Tifatul membantah adanya lobi itu. "Kanal untuk penyiaran tidak boleh untuk telekomunikasi. Itu izinnya beda," katanya. Dia juga mengatakan frekuensi yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2011 adalah frekuensi sementara. "Bagaimana caranya mereka mau bayar mahal kalau tidak tahu frekuensinya yang mana?" katanya.

Tifatul menegaskan rencana digitalisasi TV merupakan code of conduct Menteri sesuai dengan rencana pembangunan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. "Masak, mau selamanya pakai TV tabung, padahal yang lain sudah pindah ke LED?" kata Tifatul memberikan perumpamaan.

Ihwal putusan Mahkamah Agung yang membatalkan aturannya, Tifatul mengatakan belum menerima surat dan salinan amar putusan. Jika peraturan menteri dibatalkan, dia akan jalan terus. "Kami akan membuat peraturan menteri yang baru. Semua yang sudah berjalan akan terus berjalan. Seleksi tidak dibatalkan," katanya.

Amandra Mustika Megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus