Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhammad Mu'arif tak mau menyerah kendati sejawatnya banyak yang gulung tikar digempur produk Cina. Pemilik Usaha Dagang Arofah ini terus memproduksi loudspeaker aktif, amplifier, dan antena televisi merek Profotex.
Usahanya memang tengah menyurut. Kini pabrik yang berdiri di Desa Gribig, Kecamatan Gebok, Kudus, Jawa Tengah, ini terpaksa mengurangi jam kerja 120 pegawainya. "Selain karena bahan baku belum datang, bisnis memang sedang lesu," katanya kepada Tempo, Jumat tiga pekan lalu.
Dia mengatakan tahun lalu pabriknya bisa memproduksi 13 ribu unit loudspeaker aktif per bulan. Angka itu kini itu merosot 40 persen menjadi maksimal 8.000 unit. "Penyebabnya konsumen mulai beralih ke produk Cina," ujarnya.
Mu'arif kini harus terus berinovasi agar produknya tak kehilangan pasar. Tapi itu bukan hal mudah. Sekitar 90 persen komponen utama yang digunakan pabrik ini masih diimpor dari Cina, Thailand, dan Malaysia. "Komponen lokal sangat minim karena banyak pabrik gulung tikar."
Profotex merupakan salah satu dari sedikit pabrik barang elektronik lokal yang masih bertahan kendati pukulan datang bertubi-tubi. Pelemahan kurs rupiah berefek pada kenaikan harga jual produk. Selain itu, anjloknya harga komoditas pertanian turun menekan daya beli masyarakat. "Ditambah lagi tren suku bunga kredit masih tinggi," kata Mu'arif.
Kondisi Polytron jauh lebih baik. Produsen barang elektronik lokal ini yakin tahun depan angka penjualannya bakal membaik seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian. "Harapannya penjualan bisa tumbuh 30 persen tahun depan," ujar Manajer Komunikasi Korporat PT Hartono Istana Teknologi, produsen merek Polytron, Santo Kadarusman.
Tidak hanya menyediakan produk lengkap di lini produk elektronik rumah tangga seperti audio, televisi, kulkas, penyejuk udara, mesin cuci, dispenser air, dan pemutar CD/DVD, Polytron juga menyiapkan deretan produk gadget, seperti telepon seluler dan sabak. Angka penjualannya pun terus naik di kisaran 5-20 persen per tahun.
Sebesar 95 persen hasil produksi Polytron dari ketiga pabrik di Kudus dan Semarang dijual di dalam negeri dan sisanya diekspor ke lebih dari 32 negara. Beberapa negara yang sering memesan produk Polytron adalah Thailand, Filipina, India, Pakistan, Sri Lanka, Myanmar, Vietnam, Bahrain, dan Uni Emirat Arab. Produk primadona ekspornya berupa audio compo, kulkas, LED TV, loudspeaker aktif, kulkas, dan mesin cuci.
Agar bisa bertahan, kata Santo, industri elektronik dalam negeri harus terus meningkatkan kualitas dan menjaga kestabilan harga produk. Pesaingnya sangat beragam, terutama merek-merek asing, seperti Samsung, LG, dan Sharp. "Produk Cina juga terus membanjiri pasar," ujarnya.
Santo juga khawatir terhadap kurs rupiah. Dia mengatakan Polytron kini tengah menimbang apakah akan menaikkan atau mempertahankan harga jual produknya. "Kami masih akan wait and see untuk tiga bulan ke depan sambil menghabiskan stok. Kalau rupiah terus melemah, mau tak mau harga harus naik. Risikonya angka penjualan akan turun," ucapnya.
Ketua Gabungan ElektronikIndonesiaLee Kang Hyun yakin tahun kambing kayu yang datang seiring dengan pemerintah baru membawa angin segar. Ia memperkirakan angka penjualan produk elektronik tahun depan bakal tumbuh sedikitnya 15 persen. Angka Penjualan tahun ini diprediksi turun 10 persen. "Walaupun pertumbuhan ekonomi pada 2015 diprediksi turun, minat beli masyarakat akan produk ini masih tinggi."
Penurunan angka penjualan, khususnya untuk produk rumah tangga, pada tahun ini, kata Lee, lebih karena instabilitas politik selama pemilihan umum dan beberapa momen hari raya, yang menahan konsumen membeli produk elektronik. Hanya angka penjualan gadget yang tetap tinggi. Tahun ini angka penjualan gadget bisa di atas 30 persen. "Tantangan di bisnis gadget adalah inovasi," kata Direktur PT Samsung Electronics Indonesia ini.
Dari sisi suplai, Lee menilai industri akan berupaya mengantisipasi kenaikan upah minimum buruh dan tarif dasar listrik serta rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi agar tak langsung berimbas pada harga jual produk. Salah satunya dengan efisiensi produksi. Namun ia meminta pemerintah menjaga iklim investasi tetap kondusif.
Di tengah sejumlah tantangan tahun depan itu, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi tetap optimistis industri barang elektronik secara keseluruhan bisa tumbuh stabil sebesar delapan persen. Besaran produksi industri ini mencapai US$ 7,5 miliar per tahun.
Adapun untuk produk elektronik kebutuhan rumah tangga, Budi yakin pasar domestik akan tetap cenderung memilih produk lokal ataupun merek asing yang sudah memiliki pabrik di Indonesia karena harganya bersaing. "Wide product ini biasanya bervolume besar. Jadi, kalau impor, biasanya harganya mahal karena biaya logistik dihitung berdasarkan volume."
Agar industri barang elektronik nasional bisa bertahan, terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai 2015, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance Enny Sri Hartati mengatakan semua pemangku kebijakan harus bergerak cepat membenahi hulu hingga hilir industri ini. "Biaya logistik dan waktu distribusi harus ditekan. Suku bunga kredit juga mesti diturunkan. Upaya riset teknologi tinggi harus terus didorong. Tidak cukup hanya dengan slogan 'Cintai Produk Indonesia'."
Farah Fuadona (Kudus), Faiz Nasrillah, Amir Tejo, Gangsar Parikesit, RR Ariyani
Jumlah Perusahaan
Jumlah Karyawan
Tahun | Besardan Sedang | Mikro | Kecil | |
2010 | 164.273 | 958 | 523 | |
2011 | 164.247 | 433 | 311 | |
2012 | 158.706 | 244 | 425 | |
2013 | 120.771 | 291 | 2.697 | |
Kinerja Ekspor dan Impor Barang Elektronik (US$ Juta)
Tahun | Ekspor | Impor | |
2010 | 10.373,2 | 15.633,2 | |
2011 | 11.145,4 | 18.245,2 | |
2012 | 10.764,8 | 18.904,7 | |
2013 | 10.438,4 | 18.201,1 | |
2014 | 5.620,5 | 10.095,45 | |
*) Data Januari-Juli
Sumber: Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Diolah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo