Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

MAI Mau Mati

Badan usaha mai mulai ditinggalkan karena bentuknya sudah kuno, disyahkan 1939 oleh pemerintah belanda. masyarakat memilih bentuk pt. mai wadah pengusaha kecil di bidang perbankan.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA bermodal kecil, tapi diizinkan oleh Bank Indonesia (Bl) membuka usaha perbankan. Bank pasar, tentu saJa, yang melakukan bisnis simpanpinjam secara kecil-kecilan. Di Denpasar ada 4 bank semacam itu, dengan badan hukum khusus untuk usaha kaum pribumi. Maskapai Andil Indonesia (MAI), demikian status badannya Bentuk MAI ini hampir tak terdengar di Republik ini, malah nyaris punah seperti macan di pulau Jawa Justru untuk menjaga kelestariannya barangkali Bl memberi kesempatan untuk para pengusaha kecil di bidang perbankan. MAI dimulai hampir setengah abad yang lalu ketika seorang Gubernur Jenderal kolonial Belanda iseng-iseng ingin mengetahui apakah golongan pribumi memerlukan suatu bentuk badan usaha yang mirip dengan NV kini PT. Dilihatnya "inlander" tak berani pergi ke notaris untuk membentuk NV yang tersedia buat orang Eropah. Maka lahirlah satu komisi penyelidik. Satu kelompok dalam komisi itu berpendapat bahwa kaum pribumi cukup puas dengan usaha secara perseorangan, sedang kelompok lainnya mengatakan bahwa pengusaha pribumi pun butuh status hadan hukum. Namun akhirnya pemerintah kolonial mensahkan rancangan ordonansi MAI pada tahun 1939. Dari NV, MAI meminjam unsur modal dan saham. Sedang dari koperasi, ia mengoper ciri khas sebagai kumpulan orang-orang. Dalam NV, paling berkuasa adalah siapa yang menanam modal terbesar. Sebaliknya dalam MAI, walau pun banyak saham seseorang, jumlah suaranya dalam rapat umum pemegang saham tetap dibatasi. Untuk mendirikan MAI, orang tak usah pergi ke notaris, melainkan boleh menyusun sendiri naskah pendiriannya. Jika tak mampu menyusunnya, orang dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan Negeri. Ongkos pembentukan MAI murah sekali dibandingkan dengan PT. Adalah hukum yang paling dikenal para pendirinya berlaku bagi MAI. Ia menyambut dengan tangan terbuka kecenderungan orang Indonesia untuk berkoperasi. Orang yang berada langsung di lingkungan para pembentuk MAI adalah pengayomnya, yaitu Ketua Pengadilan Negeri setempat. Potonan Eropah Melihat keluwesan dan keserasiannya dengan usahawan pribumi, MAI seharusnya dipilih mereka sebagai wadah untuk berusaha. Tidaklah demikian kenyataannya. Orang Indonesia, terutama setelah kemerdekaan, malah beramai-ramai membentuk PT, badan hukum yang pada mulanya dipakai oleh golongan Eropah. Jumlah PT pada tahun 1975 yang memperoleh pengesahan Departemen Kehakiman: 3.319 (sekitar dua-pertiga di Jakarta). Tahun ini jumlahnya mungkin tak banyak berbeda. Sedang di Jawa cuma ada 4 MAI, plus belasan di Bali. MAI sungguh berada dalam proses kepunahan yang cepat. Apakah karena MAI tidak memakai cap buatan luar negeri, maka ia tak laku? "Gejala (kepunahan) ini patut disayangkan," Nono Anwar Makarim berkata kepada TEMPO. Nono, bekas pemimpin redaksi larian KAMI, meriset soal wadah usaha di Indonesia untuk keperluan thesisnya guna meraih gelar doktor dari Harvard. Ia berpendapat, Ordonansi MAI jauh lebih unggul daripada sekumpulan pasal mengenai PT yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang usianya sudah lebih satu-seperempat abad. "Dan kalaupun isi dari PT yang sekarang ada di Indonesia diteliti secara mendalam, maka coraknya persis sama seperti yang dirumuskan oleh para perancang Ordonansi MAI. Artinya, isi PT adalah tradisionil, hanya pakaian hukumnya yang potongan Eropah. Dan itu pun potongan Eropah abad ke-19." Di Denpasar, menurut laporan koresponden Putu Setia kepada TEMPO, Bank Indollesia telah memberi semacam pengarahan supaya bank pasar memilih bentuk MAI agar jelas membedakan bahwa mereka pribumi semua. Dari pihak BI inilah para pengusaha kecil pribumi mengenal MAI. Sesungguhnya di antara mereka tak begitu faham apa beda MAI dengan PT, CV dll, tapi terpenting adalah mendapatkan izin BI. Tidak ada persaingan sesama bank pasar di Denpasar, a.l. karena agak terpisah letak masing-masing. Bank Pasar Seri Partha, umpamanya, yang bertempat di pasar Kesiman melayani nasabah pedagang. Sedang Bank Pasar Kamboja terutama didukung oleh para guru dan karyawan P & K lainnya. Di Bank Pasar Para Semeton, keluarga besar Puri (bangsawan) sangat menentukan. Ada pula kaum veteran di Bank Pasar Uverad. Direktur Wayan Gatha dari Seri Partha berkata: "Lebih baik kecil tapi rukun dan bisa hidup. Tidak saling jegalmenjegal. Kantornya nampak sederhana sekali. Sang direktur bepergian dengan sepeda motor. "Maklum MAI," kata Gatha. Dibanding lainnya, bank ini lebih maju - terbukti punya telepon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus