Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Izin Paytren Dicabut

Terlepas dari kasus Paytren, industri manajer investasi syariah dinilai masih potensial. Jumlah investor reksa dana pun tumbuh.

18 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi paytren. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tindakan OJK mencabut izin Paytren dinilai tepat untuk menyelamatkan lebih banyak calon investor yang mungkin tertarik kepada sosok di balik Paytren.

  • Per April 2024, jumlah investor reksa dana mencapai 12 juta atau naik 1,19 persen dibanding pada Maret 2024 yang mencapai 11 juta.

  • Direktur PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) Danica Adhitama menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk berinvestasi di reksa dana syariah, yaitu dewan pengawas, akad, dan proses pembersihan.

PENCABUTAN izin PT Paytren Aset Manajemen sebagai perusahaan manajer investasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi perbincangan hangat. Perusahaan milik Yusuf Mansyur itu dinilai melanggar sejumlah aturan di sektor pasar modal.

Pada 13 Mei lalu, OJK resmi mencabut izin Paytren sehingga perusahaan yang berdiri sejak 2013 tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai manajer investasi atau manajer investasi syariah. Ada delapan alasan OJK mencabut izin usaha Paytren. Di antaranya kantor tidak ditemukan, tidak memiliki pegawai untuk menjalankan fungsi manajer investasi, tidak memenuhi kecukupan minimum modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) yang dipersyaratkan, dan tidak memenuhi kewajiban penyampaian laporan kepada OJK sejak periode pelaporan Oktober 2022.

Paytren diwajibkan membubarkan perusahaan efek paling lambat 180 hari setelah surat keputusan itu ditetapkan dan menyelesaikan seluruh kewajiban kepada nasabah dalam kegiatan usaha sebagai manajer investasi.

Ustad Yusuf Mansur tiba untuk mengikuti pengampunan pajak (tax amnesty) di kantor Ditjen Pajak Pusat, Jakarta, 2016. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Dilansir dari laman reksa dana OJK, Paytren tercatat sebagai perusahaan manajer investasi yang berkantor di Jakarta Selatan. Nama Jam’an Nurchotib Mansur, atau dikenal dengan Yusuf Mansur, terdaftar sebagai komisaris utama dengan nilai kepemilikan saham Rp 16 miliar.

Yusuf menganggap penutupan Paytren menjadi pengalaman baginya. Dia mengatakan Paytren sudah tidak memiliki kewajiban pembayaran kepada nasabah. “Tidak ada uang yang masih terutang sebagai investasi masyarakat,” ujarnya.

Dalam tiga tahun terakhir, Yusuf Mansur dikabarkan mencoba menjual Paytren, tapi tidak berhasil menemukan pembeli sampai akhirnya izin usaha Paytren dicabut OJK.



Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin Paytren sudah tepat. Sebab, masalah dari Paytren ini sudah mencuat beberapa tahun terakhir. “Tindakan OJK sudah tepat karena menyelamatkan lebih banyak calon investor yang mungkin tertarik dengan sosok di balik Paytren,” katanya, kemarin.

Nailul menilai pasar industri manajer investasi syariah sebetulnya sangat besar. Namun penipuan sering terjadi karena masih sedikit yang memahami prinsip dan risikonya.

Bisnis manajer investasi diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 /POJK.04/2018 Tahun 2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi. Merujuk pada aturan itu, manajer investasi adalah pihak yang mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah. Kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Manajer investasi bertugas mengelola dan menempatkan dana investor di reksa dana pada instrumen-instrumen investasi yang sudah dipilih nasabah. Manajer investasi bisa saja membeli atau melepas saham, obligasi, dan berbagai instrumen lain dengan dana tersebut. Semua keputusan yang dilakukan oleh manajer investasi didasarkan pada data dan analisis yang mereka lakukan.

Sementara itu, reksa dana syariah diatur dalam POJK Nomor 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Dalam reksa dana syariah, diperlukan akad syariah, yakni perjanjian atau kontrak tertulis antara para pihak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. 

Kegiatan syariah di pasar modal didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sepanjang fatwa yang dimaksudkan tidak bertentangan dengan POJK. Karena itu, produk investasi syariah sangat terbatas dan memerlukan niche market atau segmen pasar yang spesifik untuk berkembang.

Nailul mengatakan, secara prinsip, manajer investasi konvensional berpatokan pada pasar bebas dengan produk yang mencakup semua aspek. Sementara itu, pada manajer investasi syariah, prinsip didasarkan pada hukum Islam yang berlaku serta investasi pada produk tertentu. “Manajer investasi syariah tidak menanamkan investasi nasabah ke perusahaan yang mengandung unsur haram, seperti perusahaan bir atau produk yang mengandung babi,” ucapnya. 

Sementara manajer investasi konvensional berlandaskan pada keuntungan yang diperoleh, manajer investasi syariah berlandaskan pada bagi hasil atau rugi.

Baca Juga Infografik:

Saat ini total perusahaan manajer investasi yang terdaftar di OJK sebanyak 93 perusahaan. Bisnis ini juga terus berkembang meskipun pertumbuhannya melambat. Hal itu terlihat dari data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI. 

KSEI mencatat investor reksa dana pada 2021 tumbuh 115,41 persen. Pertumbuhan berlanjut pada 2022 sebesar 40,41 persen dan pada 2023 sebesar 18,87 persen. Pada Februari 2024, pertumbuhannya hanya sebesar 1,20 persen; Maret 1,29 persen; dan April 1,23 persen. 

Per April 2024, jumlah investor reksa dana mencapai 12 juta atau naik 1,19 persen dibanding pada Maret 2024 yang mencapai 11 juta.

Namun total asset under management (AUM) atau dana kelolaan reksa dana terus menyusut. Pada 2021, dana kelolaan reksa dana mencapai Rp 826,70 triliun. Kemudian, pada 2022, angkanya turun menjadi Rp 797,31 triliun dan pada 2023 menjadi Rp 793,78 triliun. Per April 2024, nilainya sebesar Rp 775 triliun.

Berdasarkan catatan OJK, terdapat 264 produk reksa dana syariah atau 15,37 persen dari total 1.718 produk reksa dana yang dipasarkan di Indonesia hingga akhir Februari 2024. 

Suasana pelayanan kontak Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, 6 Desember 2023. Tempo/Tony Hartawan

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai potensi industri bisnis manajer investasi Indonesia masih aman selama kondisi pasar modal global kondusif. Terlebih, menurut dia, Indonesia sudah diuntungkan dengan stabilitas fundamental makroekonomi domestik. 

Nafan merujuk pada tren berinvestasi di pasar obligasi di Indonesia selama lima tahun terakhir. Dia mengatakan angkanya masih di bawah 80 sehingga menunjukkan tingkat risiko berinvestasi di pasar obligasi di Tanah Air relatif minim meskipun ketidakpastian global masih terjadi. 

Di sisi lain, Nafan menekankan era suku bunga tinggi global sudah mulai berakhir. Ditambah kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan memberikan efek positif terhadap peningkatan likuiditas di pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, hingga kripto. Karena itu, ia menilai tingkat risiko yang akan diambil atau risk appetite mulai kondusif. “Jadi, kalau market-nya kondusif, tentu potensi pasarnya juga bagus,” ucap Nafan. 

Direktur PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) Danica Adhitama menilai reksa dana syariah bisa menjadi salah satu instrumen tepat bagi masyarakat Indonesia yang ingin berinvestasi. Namun Danica menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk berinvestasi di reksa dana syariah, yaitu dewan pengawas, akad, dan proses pembersihan. 

Pertama, manajer investasi yang memasarkan produk reksa dana syariah harus memiliki dewan pengawas. Dewan pengawas berfungsi mengawasi kegiatan manajer investasi agar sesuai dengan prinsip syariah. 

Kedua, akad yang digunakan saat berinvestasi. Danica berujar akad wakalah sering dipakai di Indonesia, yakni seorang investor memberikan kepercayaan kepada manajer investasi untuk mengelola dana yang diinvestasikan. 

Ketiga, cleansing secara periodik yang dilakukan oleh manajer investasi berdasarkan arahan Dewan Pengawas Syariah. Cleansing adalah proses pembersihan reksa dana syariah yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip syariah. “Pembersihan pun harus dilakukan terhadap hal-hal yang mengganggu status kehalalan dari uang yang didapat selama proses investasi berlangsung,” ucap Danica.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Aisyah Amira, Ilona Esterina Piri, dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Reporter di Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus