Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Marjaya Yang Tidak Jaya

Proyek perbaikan jalan antara Tapaktuan-krueng lu-as, kini, terbengkalai. Pemborong sengaja menghentikan kegiatan dengan bermacam alasan. Diberitakan, perusahaan ini sedang mengalami krisis manajemen. (eb)

16 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA lesu menyelimuti base camp PT Marjaya di Rasian, 16 km dari Tapaktuan. Beberapa pemuda tampak memetik gitar sambil berdendang di pos jaga yang dulu biasanya dihuni Brimob bersenjata. Kendaraan dan peralatan berat milik Bina Marga masih berjajar rapi, walau beberapa truk tampak mulai rontok. Belasan pekerja duduk santai sambil mengobrol. Sepi. Tidak ada kegiatan lain, padahal PT Marjaya adalah pemborong perbaikan jalan antara Tapaktuan Krueng Luas sepanjang 96 km di Aceh Selatan. Mengapa? Kontrak Ditjen Bina Marga dengan perusahaan milik Markam --pengusaha terkenal zaman Bung Karno dulu yang sempat menjalani hukuman penjara beberapa tahun karena tindak pidana ekonomi -- ditandatangani September 1976. Dana pembangunan dari APBN dan bantuan Amerika Serikat sebesar Rp 2,1 milyar Menurut kontrak, pekerjaan harus rampung dalam 48 bulan. Semula semuanya berjalan lancar. Marjaya bekerja dengan menggebu. Upacara dimulainya perbaikan jalan ini yang disiarkan juga oleh TVRI -- bersuasana pesta, dengan bendera merah putih serta Golkar berkibaran. Tapi kemudian Marjaya bagai kena lesu darah. Pekerjaan tersendat-sendat. Bahkan hingga kini tidak satu kilometerpun jalan itu yang diaspal. Yang sempat dikerjakan hanya membersihkan Jalan sepanjang 30 km dengan alat-alat berat. Walau begitu nikmatnya sudah dirasa masyarakat. "Kalau dulu kita ke Kandang makan waktu 3 atau 4 jam, kini kurang dari satu jam," kata seorang supir truk itu kalau tidak hujan, sebab bila hujan jalan menjadi seperti bubur. Sejak bulan Juli lalu Marjaya stop kerja sama sekali. Alat beratnya dicecerkan saja di pinggir jalan. Sebagian besar dibiarkan berkarat. Hanya 4 dari 53 dump truck yang jalan, lainnya diistirahatkan karena suku cadangnya tak kunjung datang. Menurut Azmi Jamaan Kasim, pimpinan Seksi 1, 70% peralatan itu rusak. Laporan sudah dikirimnya ke Jakarta. Menurut perhitungan, kontraktor seharusnya sudah menyelesaikan 52% pekerjaan, sedang nyatanya baru 7,2%. "Itupun hanya mobilisasi, volume fisik masih nol," kata Azmi. Mengapa PT Marjaya macet? Beberapa stafnya hanya menggeleng kepala. Kabarnya perusahaan ini mengalami krisis manajemen Organisasi dan cara kerjanya "payah". Kesulitan keuangan menyeretnya dalam hutang. Dan celakanya, banyak pengusaha kecil setempat yang ikut bangkrut karena Marjaya tidak sanggup membayar barang yang sudah mereka serahkan. Gaji pekerja sudah 3 sampai 4 bulan ini tak terbayar. Mulanya Marjaya berdalih. Nilai kontrak dianggap terlalu rendah. Bina Marga kemudian bersedia menambah Rp 1,8 milyar lagi dan ini kabarnya sedang diproses di Bappenas. Tapi Marjaya tetap menghentikan kerja. Alasannya menurut Markam karena kesulitan bahan bakar, bahan bangunan serta sulitnya medan kerja. "Itu semua nonsens," ujar seorang staf konsultan Louis Berger International Corp. Para penyalur di Tapaktuan mengatakan, asal ada duit, barang mudah didapat. Bahkan 2 kapal tanker Marjaya berisi bahan bakar di pelabuhan Tapaktuan masih penuh dan belum dibongkar. Alasan lain kemudian dikemukakan Marjaya Departemen PU tak memenuhi janji. Bantuan tenaga teknik yang pernah dijanjikan Sutami tak pernah muncul hingga Marjaya tidak punya tenaga trampil. "Itu tidak benar," bantah Azmi Jamaan. Departemennya sudah memberi bantuan ahli tapi tak dimanfaatkan Marjaya. Menurut dia, yang lebih menambah berantakan proyek ini ialah karena para tenaga lapangan terdiri dari para pemuda yang belum berpengalaman. Rakyat Aceh yang mengharapkan sekali lancarnya pembangunan ini tentu aja kecewa. Pangdam I/Ikandar Muda Brigjen R.A. Saleh terang-terangan menyatakan kekecewaannya pada Marjaya. Gubernur Daerah Istimewa Aceh Madjid Ibrahim malah mencap cara kerja Markam dengan PT Marjayanya "avonturir". Kantor pusat PT Marjaya di Jalan Kejayaan Jakarta tak terlalu ramai. Tak seorang pun pimpinannya pekan lalu yang bisa ditemui, termasuk Direktur Utamanya Teuku Markam atau isterinya yang menjabat Direktur I. Karyawannya yang sekitar 60 orang tampak takut ngomong, kabarnya setelah ada pers yang mengkritik perusahaan ini. Dirjen Bina Marga Surjatin Sastromidjojo pada Komisi V DPR pekan lalu mengatakan pekerjaan pembangunan jalan Tapaktuan-Krueng Luas ini akan diserahkan pada kontraktor asing, namun masih akan memakai "bendera" PT Marjaya. Pembangunannya akan dimulai tahun depan selama 4 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus