Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum Terangsang

Kebijaksanaan 15 nopember membawa kecerahan bagi eksportir, tapi masalah peningkatan produksi masih perlu perhatian pemerintah. Untuk itu Asephi minta kemudahan fasilitas. (eb)

16 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKSPOR barang-barang kerajinan rakyat memang dirangsang dengan kebijaksanaan 15 Nopember. Eksportir akan beroleh rupiah lebih banyak. Tapi itu tidak sendirinya membuat para produsen dan eksportir kerajinan rakyat gembira. Kesan ini tampak pekan lalu ketika berlangsung rapat antara produsen eksportir kerajinan rakyat dengan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) di gedung Sarinah Jakarta. Sekitar 12 eksportir menyampaikan umpan balik tentang apa yang tengah dihadapi pada Ny. Suwarmilah, Kepala Pusat Pengembangan Pemasaran Hasil Industri Kerajinan BPEN, Deperdagkop. "Bagi eksportir, K-15-N memberikan angin baru," kata Husni Hakim, manajer ekspor PT Japirex, salah satu eksportir terbesar barang kerajinan rakyat. Namun "masih banyak yang harus diisi dan dipecahkan pemerintah untuk peningkatan produksi," katanya. Sebastian Tanamas (50 tahun) direktur Tanamas Industri & Co yang juga ketua II Asosiasi Eksportir & Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) berkata: "Kami tak minta dianak emaskan, tapi jangan pula dianak-tirikan." Selama ini PMA dan PMDN mendapat berbagai fasilitas seperti tax holiday, pembebasan bea masuk, keringanan pajak dan pemutihan modal. "Bagi kami jangankan mendapatkan fasilitas itu, minta kredit pun amat sulit." Menurut dia, yang diperlukan para produsen dan eksportir dewasa ini adalah kemudahan, baik untuk mendapatkan kredit, prosedur ekspor dan uang tambang kapal laut (ocea freight) yang lebih murah. Jaminan Berbagai upaya telah dicoba pemerintah untuk menggalakkan ekspor kerajinan rakyat ini, seperti pembebasan pajak ekspor mulai tahun 1971. Pintu kredit pun sudah dibuka liwat paket 1 April 1976 dengan penurunan sukubunga bank dari 18% menjadi 12% setahun. BPEN dengan gencar melakukan promosi di mancanegara dengan hasil "permintaan banyak, tapi realisasi sedikit," kata Tanamas. Tahun lalu, hasil devisa yang diraih termasuk batik US$ 18,3 juta, sedang Pilipina yang berpenduduk 38 juta, ekspor kerajinan rakyatnya menghasilkan devisa lebih US$ 200 juta setahun. Salah satu sebab keberhasilan Pilipina karena sektor industri kerajinannya ditangani satu badan khusus yang bertanggung jawab di bidang produksi dan pemasaran. Kredit bank di Pilipina gampang diperoleh dengan bunga 6% setahun. Di Indonesia ada Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). "Tapi pada tahun 1976 cuma tersalurkan 40% dari dana yang disediakan Bank Indonesia" kata Husni Hakim. 60% sisanya masih mengendap di bank-bank pemerintah. Fasilitas KIK dan KMKP rupanya kurang mampu mencapai sasaran. Pihak Asephi beranggapan tidak tersalurnya dana itu "karena bank-bank kita masih terlalu kaku mendasarkan pemberian kredit atas tersedianya jaminan yang cukup atau koneksi." Bagaimana mengatasi permodalan? Modal kerja pengrajin terbatas hingga tergantung pada eksportir yang memberikan uang muka. Akibatnya: perputaran menjadi lamban. Faktor penting lain yang menghambat peningkatan ekspor menurut pihak Asephi maupun BPEN adalah faktor freight yang mahal dibanding negara-negara tetangga. Merckx-Desser and co Ltd, sebuah perusahaan kongsi Belgia dan Inggeris misalnya, memesan pada sebuah perusahaan di Jakarta minimal 20 peti kemas @ 50 buah kursi rotan setiap pengapalan. Harganya menarik: US$ 40 per kursi FOB. Namun ekspor sulit dilaksanakan karena ocean freight Tanjung Priok-Antwerpen yang diminta pihak perkapalan untuk 1 peti kemas berkisar antara US$ 2300 sampai US$ 2400. Jadi, untuk 1 kursi sampai di Antwerpen jatuhnya US$ 88. Dengan kata lain untuk freight-nya saja dua kali lipat dari harga barang. Di Singapura untuk tujuan yang sama ongosnya cuma US$ 1800 per peti kemas, dan dari Hongkong hanya US$ 1500. Seorang pengusaha meubel menyaranan agar pemerintah menurunkan Freight rate itu. Jika tidak mungkin, agar kapal asing dari Singapura diizinan singgah di Priok mengambil peti kemas berisi kursi rotan itu. Kabarnya Desser and Co Ltd berusaha mengalihan permintaannya pada Bangkok atau Singapura. Dibatasi Situasi yang sama juga dirasakan unuk pelayaran Priok-Brisbane di pantai Timur Australia. "Minat luar negeri besar sekali untuk barang-barang kerajinan Indonesia, meubel rotan dan kayu maupun barang anyaman," kata Sebastian Tanamas yang menghadiri Pekan Promosi Dagang Asean di Australia baru-baru ini. Eksportir kita bukannya tidak bisa memperoleh order-order besar. Tapi permintaan itu tak bisa dilayani karena terbentur freight kapal dan EMKL yang tinggi. Ongkos angkutan udara dengan Garuda pun lebih tinggi 20-30% dibandingkan maskapai penerbangan asing dari Singapura, Perancis, Soviet atau Australia. "Meski sama-sama anggota IATA, maskapai asing itu memberikan potongan harga 40% bahkan ada 50% dari tarif IATA," kata Husni Hakim. Kepusingan lain yang diakui BPEN adalah mahalnya biaya bongkar muat di Tanjung Priok. Di Hongkong misalnya, sebelum devaluasi jika dihitung dalam rupiah cuma Rp 3000 per kubik, sedang di Priok bisa menelan antara Rp 5000 sampai Rp 10.000. Maka Asephi mengharapkan agar para eksportir barang-barang kerajinan dapat langsung menghandle barang-barangnya, seperti di Singapura dan Eropa. Selain itu untuk mendorong ekspor hasil kerajinan rotan ekspor rotan mentah agar dibatasi. Sebab 76% dari produksi rotan dunia berasal dari Indonesia. Bagaimana pun juga agaknya usaha perbaikan sepotong-sepotong itu belum akan bisa membebaskan ekspor hasil kerajinan rakyat Indonesia dari keruwetan yang melingkarinya. Mungkin cara terbaik adalah apa yang telah dikemukakan Menko Ekuin Widjojo pada TEMPO dua pekan lalu: "Model Bimas harus berlaku juga di bidang kerajinan rakyat." Artinya sinkronisasi di berbagai sektor, penyuluhan, bantuan dana maupun peraturan yang lebih "memudahkan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus