Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Diajukan ke pengadilan

Gepeng, diajukan ke pangadilan, dituduh memiliki senjata api secara gelap. (hk)

20 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG sidang Pengadilan Negeri Surakarta seperti berubah menjadi pentas arade paguyuban lawak. Di situ, pekan lalu, pelawakpelawak Ibukota dan Solo berjejal Ada Eddy Sud, Benyamin, anggota grup Jojon dan Us Us serta tokoh-tokoh Srimulat. Tokoh utama hari itu, tidak lain, Gepeng alias Aris Fredy, yang mencuat lewat ungkapan "untung ada saya" itu. Bak pertunjukan lawak benaran, pengunjung pun sudah berjubel sejak pagi. Polisi dan petugas lain terpaksa kerja keras membendung peminat yang hendak memasuki ruang pengadilan. Hanya pelawak dan wartawan yang diizinkan masuk. Penonton lain berjejal di halaman -- bahkan ada yang memanjat pohon di sekitar gedung pengadilan. Semuanya seperti siap untuk tertawa. Padahal tuduhan untuk pelawak yang sering memainkan peran jongos itu bukan main-main. Ia dituduh Jaksa Wim Sarwadji, menyimpan senjata api tanpa dilindungi surat-surat yang semestinya. Ancamannya pun tak tanggung-tanggung: hukuman mati. Juni lalu sopir Gepeng, Dadang Sugiyatno, dibekuk polisi ketika main bilyar di kompleks Srimulat, Balekambang, Solo. Di pinggangnya ditemukan sepucuk pistol jenis FN. Ternyata senjata itu milik si boss, Gepeng, yang diakuinya dibelinya dari seorang mahasiswa Akademi Perhotelan Jakarta Syahrial. Tidak ada pilihan lagi, Dadang dan Gepeng berurusan dengan polisi, meski belakangan Gepeng dikeluarkan dari tahanan. Ketika pelawak itu masuk ruang sidang dengan sikap serius -- bercelana putih, sepatu putih dan sebuah map di tangan -- penonton bersorak: "Hei Gepeng ! Untung ada siapa Peng . . . " Tapi Gepeng rupanya lagi tidak berselera melawak. Ia tidak menjawab atau menoleh. Matanya lurus ke depan menatap ke meja hakim, dan mulai mendengarkan tuduhan jaksa. Bahkan rekan-rekannya sesama pelawak yang unjuk simpati di kursi penonton pun tidak sempat diliriknya. Dadang Sugiyatno, yang menjadi saksi utama di persidangan itu, menyatakan inisiatif pembelian senjata itu dari Gepeng sendiri. Ia cuma diserahi memegang pistol itu. "Karena saya bisa menggunakan -- kan saya bekas ABRI," kata Dadang, yang mengaku ikut gerilya waktu revolusi fisik. Menurut Dadang, ia pernah menanyakan surat-surat senjata itu kepada Gepeng. Tapi majikannya itu hanya menjawab, akan mengurusnya melalui seorang teman, anggota Bakin. Dan Gepeng, atas pertanyaan hakim, mengaku baru belakangan tahu bahwa menyimpan pistol itu perlu surat. Itu pun, katanya, ketika diingatkan temannya, Tarzan. "Sebelumnya saya kira sudah sah, karena pistol itu ada nomornya," ujar Gepeng, yang tentu saja mengundang gelak penonton. Tapi, kata Gepeng, sebenarnyalah ia tidak sempat mengurus surat izin. Sibuk. Akan halnya anggota Bakin yang disebut Dadang, katanya, "hanya penggemar, bukan mengurus senjata." Tapi untuk apa sebenarnya ia mesti punya pistol segala? Satu-satunya alasan Gepeng takut diperas gali. "Gepeng sering dimintai uang oleh gali, sambung saksi Dadang. Macam-macam alasan yang dipakai gali untuk minta bagian rezeki Gepeng: dari untuk jajan sampai beli karcis kereta pulang ke "Jawa". "Biasanya Gepeng memberi Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu," tambah Dadang lagi. Dengan itu Dadang membantah keras bahwa senjata itu dimaksudkan untuk berbuat kejahatan. Pistol itu, menurut Dadang, semata-mata dipakainya untuk mengawal Gepeng jika mengadakan pertunjukan. "Tapi saya tidak menyentuhnya," ujar Dadang lagi. Berkat senjata itu, tambah Dadang, para gali sedikit segan. "Mereka tidak sebuas dulu lagi kalau meminta uang," katanya. Satu-satunya yang masih gelap dari perkara itu adalah bisnis gelap senjata api. Gepeng, yang mengaku tidak bisa mengunakan pistol, konon ditawari senjata itu oleh Syahrial. "Karena ditawari, saya mau," ujar Gepeng. Ia pun merasa tidak perlu mengusut dari mana Syahrial mendapatkan dagangannya. Yang jelas ia membeli senjata itu dengan harga Rp 250 ribu. Majelis hakim pun tidak pula perlu membuat terang bisnis gelap itu. Saksi kunci perkara itu, Syahrial, nyatanya tidak dipanggil untuk hadir di persidangan. Ketua Majelis Hakim, Setyo Harsoyo, merasa cukup membacakan sendiri kesaksian Syahrial di berita acara pemeriksaan. Syahrial, di pemeriksaan pendahuluan, membenarkan bahwa menjual pistol itu kepada Gepeng dengan dua kali angsuran. Pertama Rp 150 ribu dan belakangan Rp 100 ribu. "Gepeng bertanya dan menyuruh saya mencari senjata," kata Syahrial, seperti dibacakan hakim. Setelah pistol itu di tangan Gepeng, menurut Syahrial lagi, ia diingatkan oleh pelawak itu agar jangan membocorkan jual-beli itu kepada orang lain. Kesaksian tertulis itu dibantah oleh Gepeng, "Pak, bukan saya yang cari senjata. Dia yang menawari dan ia pula yang menyuruh saya agar tidak bilang kepada siapa saja," kata Gepeng serius dengan nada tingi. Siapa yang benar? Kabur. Lebih kabur lagi asal-usul senjata gelap itu. (lihat: Liku-liku Si Bongkok). Yang agak terang mungkin hanya nasib Gepeng. Dalam sidang hari itu Majelis Hakim mengabulkan permohonan pembelanya, Ridwan, untuk memberikan tahanan luar bagi Gepeng. Artinya Gepeng sudah bisa meninggalkan Solo untuk menyelesaikan filmnya, Gepeng Mencari untung di Jakarta. Ia cukup hadir mendengarkan tuntutan jaksa pekan ini. Untuk semua itu boss Srimulat, Teguh, harus merogoh kantung Rp 5 juta sebagai jaminan tahanan luar bagi anak buahnya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus