Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama acara ini "Jurdil". Maksudnya ingin "Jujur dan Adil". Sesuai dengan yang disarankan namanya, acara yang disiarkan setiap Sabtu malam di Indosiar ini ingin menyajikan soal kejujuran dan keadilan dalam pemilu kali ini. Karena ini acara yang berkaitan dengan pemilu, seperti yang diutarakan Gufron Sakaril, Kepala Bagian Humas Indosiar, acara "Jurdil" hanya direncanakan hingga 12 Juni, seusai pemilu. Sebagai acara debat yang relatif baru, rating yang mencapai angka dua sebenarnya dianggap lumayan. Maklum, pembawa acara program ini adalah Fajrul Rahman, seorang bekas aktivis ITB yang pernah mendekam di penjara selama tiga tahun karena dituduh menghina Menteri Dalam Negeri Rudini. Dalam tujuh episode itu, acara "Jurdil" sudah pernah mengundang tokoh seperti Jakob Tobing, Andi Malarangeng, Aulia Rachman, Todung Mulya Lubis, dan Faisal Basri. Pokoknya, acara ini lumayan lancar dan ditonton orang, meski belum meledak seperti "Partai-Partai".
Syahdan, acara yang sudah berlangsung selama tujuh pekan ini mendadak diramaikan sesama kalangan pers. Soalnya, konon, manajemen Indosiar melakukan swabredel terhadap acara "Jurdil", setelah mendapat "pengarahan" dari pihak luar. Paling tidak, ini menurut pengakuan Fajrul, sang pembawa acara. "Saya diberi tahu oleh manajemen Indosiar pekan silam bahwa kemungkinan acara yang selama ini disiarkan secara langsung itu akan dihentikan." Fajrul mengatakan bahwa permintaan penghentian itu dari "pihak luar", tetapi manajemen Indosiar tidak menjelaskan siapa gerangan pihak luar itu. "Alasan (menghentikan acara itu) adalah karena acara itu dianggap menyebarkan gagasan yang anti-Habibie," tutur Fajrul.
Tapi hal ini dibantah oleh Gufron. Menurut Gufron, acara ini masih akan berjalan. Eddy Noor dari Bagian Humas Departemen Penerangan mengaku tak tahu-menahu soal "pihak luar" yang meminta acara itu dihentikan. "Sekarang tak ada lagi budaya telepon. Pak Menteri kita sekarang beda," tutur Eddy Noor kepada Raju Febrian dari Tempo. Jimly Ashidiqie, Asisten Wakil Presiden, yang kini dikenal sebagai salah satu " anggota lingkaran" Presiden B.J. Habibie, juga tak tahu-menahu soal acara tersebut. "Itu kan (televisi) swasta. Tidak ada hubungannya dengan Istana," jawab Jimly tegas atas pertanyaan Arif Kuswardono dari Tempo.
Lalu siapa, dong, "pihak luar" yang dimaksud itu? "Hantu" atau hantu?
Sementara itu, Fajrul mengakui, pada awal pekan ini ia diminta pihak Indosiar agar tetap siap karena ada kemungkinan acara itu akan tetap diteruskan. Dan akhirnya pada Sabtu pekan silam Fajrul sudah mendapat konfirmasi bahwa acaranya akan diteruskan, tetapi dengan pembicara yang sudah ditentukan oleh pihak manajemen Indosiar, yakni pengamat politik Indria Samego dan Zarkasih Nur dari PPP, dengan tema koalisi. Dan menurut Fajrul, acara yang seharusnya baru berakhir setelah 12 episode itu akhirnya mengalami "ending" Sabtu pekan lalu, 5 Juni 1999 (setelah 8 episode), dengan alasan karena acara ini untuk pemilu, akan berakhir tepat sebelum pemilu.
Ini memang bukan kali pertama acara debat atau talk-show mengalami gangguan "tangan hantu". Sebelumnya, acara talk-show bertajuk "Dialog Aktual" yang dipandu duet Syahrir dan Wimar Witoelar, yang juga ditayangkan di Indosiar, mengalami nasib yang sama: dua kali diganggu. Menurut Wimar, "gangguan" itu adalah salah satu episodenya dihentikan penayangannya persis pada saat acara itu ditayangkan, dan satu kali mengalami "pembredelan". Alasannya? Tak jelas.
Wimar adalah pembawa acara yang sudah kenyang dengan "hantu-hantu" tak jelas yang mengganggu acaranya. Sebelumnya acara "Perspektif", yang mencuatkan nama Wimar Witoelar di SCTV dan sangat diminati pemirsa, juga dibredel dengan cara-cara yang sama. Tak jelas apa kesalahannya dan semua berakhir dengan bisik-bisik yang tak nyaman. Tapi itu pada masa Orde Baru. Kini, pada masa pasca-Soeharto, tampaknya masih ada sisa-sisa "tangan hantu" yang tak jelas di televisi kita.
R. Fadjri, Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo