SURABAYA barangkali akan menjadi kota pertama yang menegakkan industri seks. Tak percaya? Industri itu akan dikembangkan oleh YPI (Yayasan Pendidikan Indonesia) Wira Bhumi, yang dimodali investor Prancis, Maurice Peyre. Caranya: dengan mempersatukan enam pusat pelacuran yang bertebaran di kantung-kantung permukiman Surabaya, ke dalam satu kompleks seluas 110 ha. Beroperasi dari kantor yang tampak kumuh, YPI Wira Bhumi diakui oleh ketua hariannya, Drs. Ki Soedjatmiko, mendapat bantuan finansial dari Peyre, tapi tak disebutkan berapa dana yang sudah diterimanya. Dikatakannya, YPI sudah melakukan pembebasan tanah -- biayanya Rp 51 milyar -- dan menyelenggarakan seminar, yang agaknya bertujuan mengundang opini publik. Dan di seminar itu, Peyre tampil. Ternyata, Mendagri Rudini tidak antusias kalau seorang investor asing bergerak di industri seks. "Pemda Surabaya sebaiknya menolak keinginan itu, apa pun alasannya," kata Rudini tegas. Wali Kota Surabaya, dr. H. Poernomo Kasidi tiap kali mengelak, bila ditanya soal kompleks WTS itu -- padahal dialah yang berwenang mengeluarkan izin. Para mucikari setuju saja asalkan semua fasilitas disediakan. Mereka sudah lama mendengar rencana Pemda memindahkan lokasi WTS, "tapi sampai sekarang tinggal omongan saja." Apa kata Peyre? Tokoh misterius ini tidak mau bisnis atau data pribadinya dikorek-korek -- menjelaskan bahwa ia diminta Ketua Umum YPI, Mat Sareh Gunadi, membiayai kampung kecil yang disebutnya leisure centre di Surabaya. Di situ akan dibangun hotel, klub malam, restoran, lintasan boling, di samping sekolah kejuruan dan perumahan untuk WTS. "Investor Eropa yang saya wakili bersedia menyediakan dana US$ 120 juta untuk proyek ini. Tujuannya tidak lebih dari gerakan sosial." Jadi, "Tidak ada maksud membuka bisnis seks. Orang di sini saja yang salah tafsir," gebrak Peyre. Dan, "Saya ingin menegaskan, sampai hari ini proyek di Surabaya itu masih bla, bla, bla. . . !"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini