Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Upah buruh

Charles hoyt pemilik penyamakan kulit domba & kambing di AS, membayar buruhnya US$ 6 per jam. kini ia melirik Indonesia, bukan karena upah buruh yang murah. upah bukan faktor yang menentukan.

18 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHARLES Hoyt adalah pribadi yang unik. Saya pikir, ia tak akan muncul di bandara Logan, Boston, menjemput saya -- karena pesawat saya tiba pagi sekali. Red Eye Special katanya, menjuluki penerbangan pagi dari Los Angeles itu. Soalnya, semua yang tiba masih merah matanya, karena perjalanan yang panjang. Charles sudah 62 tahun. Arlojinya merah besar, merk Swatch, persis seperti arloji yang dikenakan anak saya. Pakaiannya sangat sederhana, untuk seorang yang bisnisnya US$ 8 juta setahun. Mobilnya? Sebuah mobil sport tua yang amat kotor. "Ini mobil anak gadis saya," katanya menjelaskan. "Soalnya, mobil ini satu-satunya yang memakai ban salju." Pagi itu salju memang masih turun. Bumi memutih, sepanjang perjalanan 40 mil dari Boston ke Haverhill. Charles mempunyai sebuah penyamakan kulit kambing dan domba di Havehill, di pinggir Sungai Merrimack. Hoyt & Worthen, penyamakan kulit itu, merupakan satu-satunya penyamakan kulit kambing dan domba yang masih hidup di Amerika Serikat. Dari 500 lebih penyamakan kulit di Negeri Paman Sam, kini tidak lebih dari 50 yang masih memperpanjang napasnya. Sebentar lagi mereka akan punah. Persis seperti kerangka belasan pabrik tekstil yang baru kami lewati, yang kini berubah menjadi hantu yang menakutkan bagi ekonomi Amerika Serikat. Industri penyamakan kulit adalah industri yang sungguh kotor dalam arti yang sebenarnya. Buruh-buruhnya harus tahan bau kulit mentah yang menyengat. Lantainya kotor dan tergenanga air. Sungguh, sebuah kondisi kerja yang tidak menyenangkan. Sekalipun mereka bergaji US$ 8 per jam -- hampir sama dengan gaji repsionis kantoran yang berbaju rapi -- hanya kaum minoritas saja (Negro, Meksiko, Filipina, Latin) yang mau bekerja di situ. Sekalipun begitu, industri penyamakan kulit belum punah. Masyarakat modern, malah membutuhkan lebih banyak kulit dalam kebutuhan sehari-harinya. Mebel dan perabotan rumah tangga makin banyak yang terbuat dari kulit. Sepatu olahraga, yang dulu terbuat dari kanvas, sekarang terbuat dari kulit. Masyarakat dunia pun makin gemar berolahraga. Untuk sepatu, untuk bola, untuk sarung tangan, untuk pelapis karet tenis, dan lain-lain. "Dulu, di Havehill sini, ada sebuah penyamakan kulit yang khusus hanya membuat kulit untuk pelapis bagian dalam topi," kata Charles. "Sekarang, siapa, sih, yang memakai topi? Begitu sarung tangan kulit, untuk musim dingin yang dulu sangat populer. Sekarang lebih banyak diganti sarung tangan rajutan wol, yang lebih trendy dan berwarna-warni. Charles Hoyt adalah satu dari banyak industrialis penyamakan kulit Amerika Serikat yang kini melirik ke Indonesia. Karena upah buruh yang lebih murah? Charles menggeleng. "Uapah buruh rendah hanyalah salah satu faktor yang kebetulan tidak terlalu menentukan dalam industri ini," kata Charles. "Buktinya, dengan upah buruh US$ 8 per jam, hampir seratus kali lipat buruh di Indonesia, kami masih bisa bertahan hidup hingga sekarang. Yang terpenting dalam industri ini, seperti juga dalam industri modern lainnya, adalah manajemen. Soalnya, Anda punya itu atau tidak?" Apakah Indonesia sudah siap untuk memasok kulit ke pasar dunia? "Ya, tapi Anda perlu waktu untuk mencapai sasaran itu," katanya hati-hati. "India memerlukan lima belas tahun untuk mengembangkan industri penyamakn kulit. Pakistan sama saja. Pengalaman saya di Haiti lebih buruk lagi. Jadi, kalau Anda ingin Indonesia memasuki pasaran dunia sekarang juga sama saja Anda bermimpi. Anda tidak bisa melakukannya seperti legenda pembangunan Candi Prambanan, kan?" Lalu bagaimana? Charles, yang seumur hidupnya menggumuli industri penyamakan kulit berkata, "Dengan program yang sungguh-sungguh optimis, Indonesia akan bisa berperan besar dalam industri penyamakan kulit tiga tahun mendatang. Itu adalah waktu minimum yang Anda perlukan untuk mengakumulasikan pengalaman yang mutlak dalam industri ini. Dunia memang membutuhkan banyak kulit. Tetapi mereka membutuhkan kulit yang bermutu. Dan itu tak akan mungkin Anda capai tanpa melalui kurva belajar yang wajar." Ya, bayi pun harus belajar merangkak dulu, sebelum bisa berdiri, berjalan, dan berlari. Mungkin Anda akan berdiri di barisan orang-orang yang akan mengatakan bahwa pandangan Charles terlalu konservatif. Mungkin Anda orang yang percaya, bahwa kisah Bndung Bondowoso masih bisa berulang dalam abad modern ini> Mungkin Anda masih membayangkan, dengan sedikit usaha, sebuah miracle kecil akan menjelma dalam kenyataan. Tapi Charles seperti mengisyaratkan, karya besar adalah 99% hasil dari bekerja dan berpikir keras. Dalam kerangka berpikir seperti itu, upah buruh yang rendah di Indonesia hendaknya tidak lagi menjadi mitos, karena nyatanya ia tidak akan menjadi competitive edge, bila kita tidak menerapkan manajemen yang baik. Kekayaan sumber daya alam kita pun tak usah kita dewa-dewakan, bila kita tak mempunyai pengalaman dan keahlian untuk mengolahnya.Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum