ANDA mau bergaya di negeri miskin ini dengan Jaguar, Porsche, atau bahkan Rolls-Royce? Dulu itu terlarang—kecuali Anda ada "main" dengan geng penyelundup—tapi sekarang boleh-boleh saja. Asal, Anda berani membayar mahal dan sabar menunggu sebulan. Anda juga tak perlu repot mengurusnya lewat agen tunggal pemegang merek (ATPM) seperti dulu, karena sekarang ini siapa pun boleh mendatangkan mobil merek apa saja dan dari mana saja.
Pemerintah sejak Juni lalu melonggarkan keran impor mobil utuh alias completely built up (CBU). Pajak impor juga diturunkan dari 175 persen menjadi 65-80 persen saja. Pemerintah juga tak lagi membedakan tarif pajak impor untuk mobil yang sudah dibuat di dalam atau di luar negeri.
Peluang bisnis besar ini langsung diterkam banyak pemilik ruang pamer mobil (showroom) di Jakarta, yang langsung berprofesi ganda sebagai importir. Pengacara Fredrich Yunadi, umpamanya, mendapat tawaran dari pemilik showroom di kawasan Pondok Indah, Pecenongan, dan Manggabesar. "Asal mau bayar mahal, hanya dalam sebulan mobil sudah di tangan," katanya.
Tawaran ini jelas menggiurkan karena dealer resmi rata-rata menjanjikan baru bisa mengirim mobil pesanan setelah tiga atau empat bulan. Konsumen yang sudah kebelet menaiki mobil CBU tetap saja menabrak tawaran tersebut meskipun harganya lebih mahal 15-20 persen. Yunadi memberi contoh, harga minibus Mercy A-190 yang ditawarkan dealer resmi Rp 200 juta, sementara di agen tak resmi bisa sampai Rp 240 juta.
Berapa banyak mobil utuh yang masuk memang belum ada data yang jelas. Apalagi para importir baru masih belum terang-terangan menawarkan dagangan. Dan konsumen mobil kelas "atas" biasanya sangat terbatas. Toh, dibukanya keran impor ini merisaukan dealer resmi. Ambil contoh dealer resmi Mercedes di Indonesia, PT Star Motors Indonesia, bersama kompanyonnya, PT Mercedes-Benz Indonesia. Awal pekan lalu, pemasok resmi Mercy itu memasang iklan setengah halaman koran. Iklan itu menjelaskan perbedaan membeli Mercy melalui agen resmi dan "importir tidak resmi". Isinya jelas promosi apa yang diberikan dealer resmi jika membeli Mercy lewat saluran resmi itu.
Agen resmi Mercy itu panik pasarnya disikat habis? Anto Nurdiyanto, Wakil Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Star Motors Indonesia, membantah anggapan itu. Menurut dia, Star Motors sama sekali tidak takut dengan munculnya pemain baru. "Kami hanya mengingatkan konsumen agar tidak kejeblos," kilahnya. Lagipula, tak setiap orang bisa mengimpor mobil dengan mudah, sekalipun itu dilakukan dealer yang biasa jual-beli mobil.
Wakil Presiden Direktur Indomobil, Angky Camaro, mengatakan meskipun mengimpor mobil kesannya lebih gampang ketimbang merakitnya di dalam negeri, prosedur impornya sangat tidak mudah. "Nggak perlu khawatirlah. Kami sudah punya pengalaman lebih lama ketimbang pemain baru," katanya. Pendapat Angky dibenarkan Bambang Trisulo, Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Menurut Bambang, ada sejumlah persyaratan yang sulit dijalankan importir baru, apalagi yang belum berpengalaman. Misalnya, harus ada pengujian sebelum mobil dijual ke konsumen. Kalau tidak lolos uji kelaikan di sini, ya, jangan harap bisa mengimpor mobil utuh yang selama ini belum dirakit di sini. Selain itu, importir harus memberikan jaminan layanan pascajual. Ini juga bukan perkara gampang.
Meyakinkan pabrik mobil di luar negeri juga sama sulitnya, apalagi kalau produsen itu punya dealer resmi di Indonesia. Mereka pasti tak akan mau mengganggu jalur pemasaran yang sudah dibina ATPM selama bertahun-tahun. "Tak mudah, lo, membujuk prinsipal agar memenuhi permintaan para dealer tak resmi itu," kata Anto. Untuk beberapa merek, misalnya Mercedes, pabriknya bahkan memproteksi dengan menciptakan kode nomor berdasarkan negara. Dengan begitu, jika sebuah mobil pindah negara melalui jalur tak resmi, mobil itu tidak akan mendapatkan layanan pascajual standar Mercy. Ini jelas hambatan serius untuk importir baru.
Hambatan lain, pasar mobil mewah ini juga tidak besar, hanya 10-15 persen dari seluruh pasar mobil di Indonesia. Tahun lalu hanya 12 ribu unit sedan yang terjual dari total penjualan mobil 60 ribu unit. Dari jumlah sedan terjual itu, yang bisa dikategorikan sedan mewah—Mercy, BMW, dan Volvo—cuma sekitar 15 persen. Dengan pasar sekecil itu, persaingan diduga memang sangat ketat. Dan pemain baru memang akan berat memasuki pasar. "Kepercayaan itu mahal harganya dan tidak bisa dibangun dalam sekejap," kata Toni Supatra, Manajer Divisi Ekspor-Impor Toyota Astra Motor.
Toni mungkin saja benar. Star Motors Indonesia, umpamanya, ternyata juga kebanjiran pesanan mobil utuh. Menurut Anto, dalam dua bulan ini, sudah ada 600 pesanan impor mobil CBU. Yang paling banyak adalah kelas A (minibus), sedangkan yang memesan kelas S (seri paling wah di jajaran Mercy) sekitar 10 persen. Untuk kelas A, Mercedes-Benz menawarkan beberapa tipe dengan harga sekitar Rp 200 juta, sedangkan kelas jip (M-class) bisa Rp 700 jutaan. Dan S-class, seperti S-500, harganya bisa sampai Rp 1,4 miliar. Mercy tampaknya memang sengaja membidik konsumen minibus dengan memasukkan A-140. Dengan mesin 1.400 cc, bea masuknya cuma sekitar 40 persen. Star Motors baru bisa mengirim mobilnya nanti, November-Desember. "Petunjuk pelaksanaan aturan ini memang belum turun," kata Bambang Trisulo.
Apakah persaingan akan mudah dimenangkan pemain lama? Paling tidak, sementara ini, pemain lama yang berada di depan dalam urusan menjual mobil wah itu.
Taufiqurohman, Agus Hidayat, dan Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini