Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih soal jatah

Perundingan antar pemegang saham inalum, indonesia-jepang terasa alot. dalam perundingan ada kesepakatan yang dianggap sebagai kemenangan kecil indonesia. pengapalan ingot ke jepang jalan terus.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERUNDING dengan orang Jepang memang mesti tabah. Segalanya begitu alot, dan terus-terusan alot. Lihat saja perundingan antara pihak Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium (NAA) -- keduanya pemegang saham Inalum. Berlangsung dua hari, pada 7 sampai 9 Februari berselang, perundingan terutama menyangkut perubahan pada amandemen perjanjian mduk, master agreement. Para perunding berkutat terutama pada soal pembagian logam (off-take metal) dan penjualannya. Berlangsung di Summitmas Tower, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, kedua pihak setuju untuk memproses lebih lanjut perubahan master agreement itu. Yang belum jelas adalah bagaimana cara melaksanakan perubahan pembagian jatah kedua belah pihak. Tapi pada prinsipnya, kata pejabat MITI yang dihubungi TEMPO di Tokyo NAA tetap bersikukuh dengan pembagian sesuai dengan pemilikan saham, 41: 59. Toh perundingan kabarnya berlangsung dalam suasana ramah tamah, meskipun bukan tanpa perbedaan pendapat. Ini tentu berkat kesepakatan sementara (temporary measure) yang telah dicapai pada perundingan pertama di Kantor Menko Ekuin Radius Prawiro, awal Desember tahun silam. Waktu itu disepakati bahwa Indonesia memperoleh jatah sepertiga produksi sampai Desember 1988, dan baru memperoleh 40% pada Januari 1989. Di samping itu, Indonesia juga boleh mengekspor jatahnya ke negara lain di luar Jepang. Kesepakatan sementara ini sudah dianggap sebagai kemenangan kecil buat Indonesia. Tapi kesepakatan itu belum tentu akan dituangkan secara tertulis dalam perjanjian induk yang akan diperbarui. Misalnya, apakah izin mengekspor aluminium ke luar Jepang itu akan dituangkan secara tertulis atau tidak. Pejabat MITI menduga, NAA akan cenderung setuju untuk tak memakai istilah "kebutuhan dalam negeri Indonesia" dalam perjanjian induk yang baru. Dengan demikian, Indonesia akan leluasa memanfaatkan jatahnya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri atau untuk tujuan ekspor. Perundingan babak ke-3 akan dilakukan Maret depan. Pihak NAA menghendaki agar perundingan bisa dilaksanakan di Tokyo, sedang Indonesia tetap ingin berunding di Jakarta. Sementara belum ada kata putus pengapalan ingot ke Jepang sampai kini masih tetap lancar.BA & S. Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum