Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Risiko tinggi laba tak pasti

Venture capital yang lahir di AS mulai ditengok pemodal Indonesia. mereka harus mampu meyakinkan para pemodal: proyeknya bisa mendatangkan laba besar. yang jadi hambatan vc, menyangkut soal ketentuan hukum.

25 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Pudjianto berniat meluncurkan saham Zebra Taxi ke Bursa Paralel (OTC), banyak yang menganggap idenya gila-gilaan. Tapi Dirut Zebra pemegang gelar M.B.A. ini yakin, kalau saham-saham itu dilepas di OTC, bakal ludes disikat investor. Memang dia wirausahawan sejati, bisa meyakinkan orang dengan ide-idenya yang inovatif, tapi berisiko tinggi. Apa yang dilakukan Pudjianto sebenarnya sudah merupakan kegiatan yang dibiayai oleh modal ventura alias venture capital (VC). Dalam VC, para pemilik modal (venture capitalist) disertakan untuk menanggung risiko tinggi. Kalau perusahaan yang dibiayai itu, untung, ya, ikut untung. Sementara kalau buntung, hanya dia yang buntung, sedangkan pengusaha yang mengendalikan bisnis itu tidak merugi secara finansial. Di sinilah dituntut kemampuan pengusaha untuk meyakinkan para pemodal bahwa idc yang ada dalam usulan proyeknya itu benar-benar bisa mendatangkan laba besar. Semakin jelas rekor dan prestasi para wirausahawan yang menawarkan proposal, semakin mudah ia meyakinkan para pemodal. Tapi karena kendali terhadap bisnis dilakukan sepenuhnya oleh manajer perusahaan yang dibiayai, maka diperlukan badan atau pihak ketiga -- bisa konsultan atau akuntan -- yang mampu mengawasi secara obyektif. Para pemodal akan menjual kembali saham yang dimilikinya (divestasi) setelah diperhitungkannya bahwa perusahaan yang dibiayainya alias perusahaan pasangan usaha itu telah memberikan capital gain yang cukup besar. Dalam Pakdes (SK Menkeu No. 1251/KMK.013/1988), divestasi oleh perusahaan VC tak boleh melebihi 10 tahun, dan harus dilaporkan kepada Menteri Keuangan, selambat-lambatnya 3 bulan setelah divestasi dilakukan. Kini modal VC telah menjadi perbendaharaan kata baru bagi sektor finansial di Indonesia. Tak heran kalau orang berminat mengetahuinya. Pekan lalu, misalnya, Ikata Sarjana Ekonomi (ISEI) Jaya dan PT Bina niagatama Perkasa mengupasnya dalam seminar sehari di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Tak kurang dari 200 peserta seminar yang hadir di Hotel Sahid Jaya kendati mesti membayar Rp 300 ribu per orang. Sebagai lembaga baru, VC juga tak lepas dari hambatan. Terutama yang menyangkut soal-soal dan ketentuan hukum, seperti hak cipta dan paten yang belum diterapkan sung guh-sungguh. "Kegiatan VC membutuhkan fasilitas, seperti pembebasan bea masuk, penagguhan PPN, investment tax dan lain-lain," ujar Harry H. Notodipuro, seorang pembicara dari Depkeu. Kalau Anda mendengar nama-nama perusahaan komputer Apple, Wang, atau rangkaian restoran ayam goreng Kentucky Fried Chicken, harap jangan kaget. Mereka tumbuh menjadi perusahaan multinasional setelah dibiayai oleh VC. Dan jangan bingung, VC bukan hanya berakar di AS, tapi lahir di sana pula.Bachtiar Abdullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum