PENERTIBAN organisasi perusahaan tambang dan minyak negara
(Pertamina), untuk sementara dianggap selesai. Tak demikian
dengan hutang-hutangnya. Dan yang rupanya paling dirasa
mengganjel adalah itu tanker-tanker samudera yang meninggalkan
hutang sebanyak $AS 2,4 milyar. Sedang tanker dalam negeri --
yang dibawahi direktur perkapalan & telekomunikasi Pertamina, ir
Sukoco -- masih menanggung hutang sebesar $AS 900 juta. Hingga
seluruh hutang tanker, seperti dikemukakan Menteri Sadli di DPR
pertengahan Mei lalu, tak kurang dari $AS 3,3 milyar.
Lalu apa kabar pelunasan hutang tanker yang begitu besarnya?
Sampai sekarang belum ada keterangan resmi tentang pembelian
tanker yang dilakukan baik atas nama Pertamina maupun bekas
dirut Dr Ibnu Sutowo. Menteri Sumarlin, dibantu Menteri
Perdagangan Radius Prawiro, kabarnya memang sudah melakukan
perundingan kembali dengan fihak luar negeri. Tapi sampai
sekarang belum lagi terdengar hasilnya. Begitu pula Sukoco, yang
menjadi anggota Badan Pengelola Tanker Samudera Pertamina yang
terbentuk April lalu, belum bisa menjawab jika ditanya soal itu.
"Kan aneh kalau saya tak tahu soal tanker samudera itu", katanya
kepada TEMPO pekan lalu. "Sampai sekarang badan pengelola tanker
itu belum punya kepala".
Memang banyak hal rumit dalam soal itu tanker raksasa. Salah
satunya adalah pembelian yang dilakukan Pertamina secara
sewabeli. Kalau saja tanker-tanker samudera yang jumlahnya 39
buah itu tak disewa-beli, tapi hanya dicarter oleh Pertamina,
pastilah hutangnya tak sedemikian besar. Tapi dengan cara
pembelian begitu, selain harus membayar sewanya, kini Pemerintah
dibebani kewajiban mencicil pembelian. Menurut Sukoco, yang kini
sudah dimiliki Pertamina ada 10 buah. Kalau begitu maka 29
tanker samudera lainnya masih terjerat hutang yang entah kapan
lunasnya. Sementara itu menurut seorang pejabat yang banyak
mengetahui, sejak awal 1976 ini hanya 10 tanker samudera yang
masih beroperasi. Sebabnya, menurut sumber-sumber Pertamina,
kebutuhan penggunaan tanker menurun di pasaran dunia. Dengan
begitu bisa dibayangkan berapa banyak tanker samudera kita yang
nganggur. Salah satu adalah MT "Ibnu" yang berbobot mati 133.000
ton, yang sekarang dikabarkan digunakan sebagai gudang minyak
terapung di laut Jawa.
Defisit
Dan juga beberapa tanker lain yang dibeli untuk keperluan dalam
negeri. Mengapa sampai begitu? Kata sebuah sumber: Karena
tanker-tanker yang dipesan itu terlalu besar, hingga tak bisa
ditampung dengan kondisi pelabuhan di Indonesia. Berapa buah
persisnya tanker dalam negeri yang digunakan sebagai tempat
menyimpan minyak itu, belum diketahui dengan pasti. Tapi seorang
pejabat Pertambangan membenarkan bahwa operasi tanker dalam
negeri itu masih bisa menghasilkan sekitar $AS 59 juta selama
tahun lalu.
Penghasilan sebanyak itu belum dengan sendirinya berarti
operasi-tanker Pertamina di dalam negeri hidup tanpa defisit.
Sebab ada pos pengeluaran yang terdiri dari gaji, bahan bakar,
bunkenng, perawatan dan cicilan hutang sewa-beli. Sebuah sumber
TEMPO memperkirakan pengeluaran untuk operasi tanker dalam
negeri selama tahun lalu mendekati jumlah $AS 100 juta, atau
hampir dua kali lebih besar dari pos pendapatan. Kalau
pengeluaran dalam negeri itu diambahkan kepada biaya-biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengurusi 29 tanker samudera yang kini
menganggur, memang bakal lama sekali kapal-kapal minyak itu akan
hidup dari subsidi. Sebuah sumber mengatakan, bahwa fihak
Pertamina sendiri tahun lalu pernah mengajukan anggaran sehanyak
$AS 60 juta, guna membiayai dan merawat itu tanker-tanker
samudera yang parkir di beberapa pelabuhan luar negeri dan
perairan Indonesia
Kini apa yang sebaiknya dilakukan selain menunggu hasil
perundingan kembali team penyehatan dan badan pengelola tanker
Pertamina itu? "Ini memang soal yang rumit", kata seorang
pejabat minyak. "Harap diketahui tanker-tanker samudera yang
umumnya di atas 100.000 ton itu bukan melayani angkutan minyak
dari Indonesia. Tapi merupakan bisnis tersendiri untuk melayani
angkutan minyak di dunia". Dalam suasana pasaran minyak yang tak
seramai dulu -- yang mengakibatkan rontoknya masa jaya para raja
tanker dunia -- mudah-mudahan tanker-tanker yang kini parkir itu
tak dibiarkan jadi besi tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini