Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Terapung-Apung

Menteri sadli mengatakan di DPR, pertamina punya utang untuk biaya tanker $ AS 3,3, milyar. Dianggap penggunaan tanker tidak efisien, banyak nganggur. Akibatnya menurunnya pasaran minyak dunia.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENERTIBAN organisasi perusahaan tambang dan minyak negara (Pertamina), untuk sementara dianggap selesai. Tak demikian dengan hutang-hutangnya. Dan yang rupanya paling dirasa mengganjel adalah itu tanker-tanker samudera yang meninggalkan hutang sebanyak $AS 2,4 milyar. Sedang tanker dalam negeri -- yang dibawahi direktur perkapalan & telekomunikasi Pertamina, ir Sukoco -- masih menanggung hutang sebesar $AS 900 juta. Hingga seluruh hutang tanker, seperti dikemukakan Menteri Sadli di DPR pertengahan Mei lalu, tak kurang dari $AS 3,3 milyar. Lalu apa kabar pelunasan hutang tanker yang begitu besarnya? Sampai sekarang belum ada keterangan resmi tentang pembelian tanker yang dilakukan baik atas nama Pertamina maupun bekas dirut Dr Ibnu Sutowo. Menteri Sumarlin, dibantu Menteri Perdagangan Radius Prawiro, kabarnya memang sudah melakukan perundingan kembali dengan fihak luar negeri. Tapi sampai sekarang belum lagi terdengar hasilnya. Begitu pula Sukoco, yang menjadi anggota Badan Pengelola Tanker Samudera Pertamina yang terbentuk April lalu, belum bisa menjawab jika ditanya soal itu. "Kan aneh kalau saya tak tahu soal tanker samudera itu", katanya kepada TEMPO pekan lalu. "Sampai sekarang badan pengelola tanker itu belum punya kepala". Memang banyak hal rumit dalam soal itu tanker raksasa. Salah satunya adalah pembelian yang dilakukan Pertamina secara sewabeli. Kalau saja tanker-tanker samudera yang jumlahnya 39 buah itu tak disewa-beli, tapi hanya dicarter oleh Pertamina, pastilah hutangnya tak sedemikian besar. Tapi dengan cara pembelian begitu, selain harus membayar sewanya, kini Pemerintah dibebani kewajiban mencicil pembelian. Menurut Sukoco, yang kini sudah dimiliki Pertamina ada 10 buah. Kalau begitu maka 29 tanker samudera lainnya masih terjerat hutang yang entah kapan lunasnya. Sementara itu menurut seorang pejabat yang banyak mengetahui, sejak awal 1976 ini hanya 10 tanker samudera yang masih beroperasi. Sebabnya, menurut sumber-sumber Pertamina, kebutuhan penggunaan tanker menurun di pasaran dunia. Dengan begitu bisa dibayangkan berapa banyak tanker samudera kita yang nganggur. Salah satu adalah MT "Ibnu" yang berbobot mati 133.000 ton, yang sekarang dikabarkan digunakan sebagai gudang minyak terapung di laut Jawa. Defisit Dan juga beberapa tanker lain yang dibeli untuk keperluan dalam negeri. Mengapa sampai begitu? Kata sebuah sumber: Karena tanker-tanker yang dipesan itu terlalu besar, hingga tak bisa ditampung dengan kondisi pelabuhan di Indonesia. Berapa buah persisnya tanker dalam negeri yang digunakan sebagai tempat menyimpan minyak itu, belum diketahui dengan pasti. Tapi seorang pejabat Pertambangan membenarkan bahwa operasi tanker dalam negeri itu masih bisa menghasilkan sekitar $AS 59 juta selama tahun lalu. Penghasilan sebanyak itu belum dengan sendirinya berarti operasi-tanker Pertamina di dalam negeri hidup tanpa defisit. Sebab ada pos pengeluaran yang terdiri dari gaji, bahan bakar, bunkenng, perawatan dan cicilan hutang sewa-beli. Sebuah sumber TEMPO memperkirakan pengeluaran untuk operasi tanker dalam negeri selama tahun lalu mendekati jumlah $AS 100 juta, atau hampir dua kali lebih besar dari pos pendapatan. Kalau pengeluaran dalam negeri itu diambahkan kepada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurusi 29 tanker samudera yang kini menganggur, memang bakal lama sekali kapal-kapal minyak itu akan hidup dari subsidi. Sebuah sumber mengatakan, bahwa fihak Pertamina sendiri tahun lalu pernah mengajukan anggaran sehanyak $AS 60 juta, guna membiayai dan merawat itu tanker-tanker samudera yang parkir di beberapa pelabuhan luar negeri dan perairan Indonesia Kini apa yang sebaiknya dilakukan selain menunggu hasil perundingan kembali team penyehatan dan badan pengelola tanker Pertamina itu? "Ini memang soal yang rumit", kata seorang pejabat minyak. "Harap diketahui tanker-tanker samudera yang umumnya di atas 100.000 ton itu bukan melayani angkutan minyak dari Indonesia. Tapi merupakan bisnis tersendiri untuk melayani angkutan minyak di dunia". Dalam suasana pasaran minyak yang tak seramai dulu -- yang mengakibatkan rontoknya masa jaya para raja tanker dunia -- mudah-mudahan tanker-tanker yang kini parkir itu tak dibiarkan jadi besi tua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus