Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mega-mega plastik

Apindo mengusulkan monopoli impor biji plastik oleh pt mega eltra ditinjau lagi. 3 pabrik biji plastik akan dibangun. menurut apindo: ini artinya sama saja, dari monopoli impor ke monopoli produksi.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEREGULASI diimbau kembali. Sekelompok pengusaha yang tergabung, dalam Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Apindo) angkat suara di DPR pekan lalu. Mereka mengusulkan agar monopoli impor biji plastik yang dipegang PT Mega Eltra (ME), ditinjau lagi, karena selama ini belum tersentuh deregulasi. Sejak turunnya Surat Keputusan Menperdag bulan Oktober 1984, usaha para produsen plastik ini dirasakan sangat seret. Mungkin karena pintu masuk biji plastik cuma satu, yakni ME. Memang dalam SK disebut nama dua BUMN lain yang juga punya hak impor, -- PT Tjipta Niaga dan PT Pantja Niaga. Anehnya, ME, yang dalam SK disebut paling akhir, jusrru kini yang aktif. Mengapa ? "Ini masalah sensitif," kata Hendarto Gunawan, Ketua Apindo. Tidak jelas, apa yang dimaksudnya: sensitif. Tapi yang pasti, ia menganggap ME telah memperpanJang rantal perdagangan impor plastik. Akibatnya, anggota Apindo terpaksa memperpanjang stok yang biasa mereka lakukan, dari dua menjadi empat bulan. "Itu karena prosedur yang panjang, sehingga kami harus mengambil ancang-ancang sejak jauh-jauh hari," keluhnya. Tak syak lagi, biaya pengumpulan bahan baku pun melonjak. Tidak seperti tahun-tahun sebelum ada SK tersebut, kata Hendarto lebih lanjut, "Kami bisa negosiasi langsung dengan pemasok di luar negeri." Enaknya, selain bahan baku yang diperlukan bisa pilih sendiri -- kapan saja stoknya pun bisa diperpendek. Dan yang terpenting, harga yang dibayar akan jauh lebih rendah ketimbang impor melalui ME. Paling tidak, para produsen plastik akan bebas dari komisi yang ditarik oleh Panca Holding -- ini nama perusahaan yang langsung membeli dari pemasok, yang kemudian memasokkan lagi ke ME sebesar 2% dari nilai transaksi. Plus, tentunya, keuntungan yang diraih ME Rp 15 Rp 25 ribu dari setiap ton. Singkat kata, banyak produsen, yang bergantung pada ME, mengeluh. Dan mereka menuntut, agar ada kebebasan untuk mengimpor sendiri. Lantas apa kata ME? Bersama-sama Panca Iding yang bertindak sebagai koordinator pencari bahan baku, justru kami telah berhasil mengamankan harga yang terjadi di dalam negeri," kata Dave Gusman, General Manager ME. Soalnya, biji plastik yang diimpor biasanya dari Korea dan Taiwan -- di pasaran internasional kini semakin sulit. Ini karena munculnya negara-negara konsumen baru, yang ternyata cukup potensial seperti RRC. Akibatnya, mau tidak mau, pasar menjadi over demand. Nah, di sinilah negara pemasok itu mulai mempermainkan harga. "Coba kalau tiap pabrik plastik diperbolehkan impor sendiri, akan banyak konsumen yang terpukul," ujarnya. Padahal, sekitar 64% dari total yang diimpor -- tahun lalu sebanyak 321 ribu ton -- atau sekitar 207 ribu ton dikonsumsi oleh pabrik-pabrik kecil. Bisa dibayangkan, kalau masing-masing dibolehkan impor, maka industri yang kecil-kecil ini akan kekurangan bahan baku. Malah, kabarnya, banyak yang sudah gulung tikar. Kini jelas pokok persoalannya: industri plastik Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Kalau memang begitu, mengapa tidak memproduksi bahan baku sendiri? Ternyata, hal itu sudah ada dalam rencana. Kabarnya, BKPM saat ini sudah mengeluarkan izin investasi untuk tiga pabrik biji plastik. Tapi yang sudah bergerak baru PT Mega Polymer Industry, dengan investasi sebesar 332 juta dolar AS. Pabrik di Plaju ini akan selesai tahun 1991, kapasitasnya 125 ribu ton setahun. "Daripada impor, memang lebih baik punya sendiri," begitu Hendarto bersuara lega. Tapi seorang anggota Apindo menanggapi lain. Ia menduga, begitu pabrik bahan baku tersebut jadi, maka impor akan disetop. "Ini artinya sama saja, dari monopoli impor pindah ke monopoli produksi," ujarnya sedikit curiga. Ya,jangan begitu. Budi K., Bachtiar A.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus