JALAN raya Cilegon-Jakarta, yang kini sudah ramai, dalam tiga tahun mendatang, pasti akan lebih riuh. Dari kota kecil yang kini tampak semarak, akan semakin banyak diangkut produk PT Krakatau Steel (KS) ke Ibu Kota. Sebab, industri baja itu akan menambah kapasitas produksinya -- sesuai dengan instruksi Presiden Soeharto, Selasa pekan lalu -- dari 1,5 juta ton menjadi 2,5 juta ton. "Konsentrasi kita memang pada baja lembaran," ujar Tungky Ariwibowo, 57 tahun, Menteri Muda Perindustrian yang masih menjabat sebagai Direktur Utama Krakatau Steel itu. Baja lembaran itu diting katkan 800 ribu ton kapasitasnya, dari 1 juta ton menjadi 1,8 juta ton. Kebutuhan dalam negeri sebanyak 900 ribu ton, dengan rincian: 400 ribu ton untuk memenuhi CRMI (Cold Rolling Mill Indonesia), dan 500 ribu ton kebutuhan pabrik di luar KS. Tali semuanya kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi KS, karena 40% di antaranya merupakan lembaran baja tipis -- impor yang sengaja tak diproduksi KS. Rupanya, KS belum bisa efisien, jika bikin baja lembaran tipis. Tapi, impor baja lembaran tipis itu diimbangi dengan ekspor baja lembaran tebal produk KS. Tahun ini saja KS menghasilkan 850 ribu ton dari 1 juta ton kapasitas terpasannya. Karena itulah, perluasan kapasitas industri baja yang satu-satunya ini -- bersama 17 anak pemsahaan di atas lahan konsesi seluas lebih dari 2.800 ha itu tak bisa ditunda-tunda lagi. Tapi pasaran ekspor baja lembaran tahun ini cuma 200 ribu ton, melorot separo dibandingkan tahun lalu yang bisa melempar sampai 400 ribu ton. Sementara itu, produk baja batangan sudah 80(U, terpakai, atau 400 ribu ton produksi riilnya. Sehmgga, dalam rangka perluasan KS, kapasitas baja batangan ditingktkan menjadi 600 ribu ton. Seluruh perluasan yang sudah dimulai akhir tahun lalu itu membutuhkan dana 400 juta dolar AS, terdiri atas Rp 100 milyar modal sendiri, 250 juta dolar dari kredit ekspor, dan selebihnya kredit perbankan dalam negeri. Kredit ekspor itu dimanfaatkan untuk impor komponen mesin-mesin dari Jerman Barat, Jepang, dan Amerika Serikat. Desainnya juga dari luar negeri. "Bila di sini sudah bisa membuat mesinnya, kita pesan dari dalam negeri semaksimal mungkin," ujar Tungky. Perluasan itu memungkinkan KS menaikkan kapasitas produksi jadi 2,5 juta ton pada 1991. Sementara itu, tahun ini produksi riil KS cuma naik 100 ribu ton, dari 1,1 juta ton menjadi 1,2 juta ton. Perlu dicatat, perluasan kapasitas itu juga sekaligus meningkatkan mutu produknya. Itulah yang, kata Ari, diharapkan dari penambahan mesin-mesin baru nanti. Lagi pula, pasaran ekspor baja masih cenderung naik. Pasaran ekspor di Eropa, Mei lalu, dari 410 dolar AS per ton naik menjadi 430 dolar sebulan kemudian. Harga fob ke Jepang juga meningkat dari 380 dolar menjadi 400 dolar. Sedangkan untuk pasaran dalam negeri, KS memasang harga 420 dolar. Optimistis tampaknya. Apalagi bila mengingat kebutuhan dalam negeri, yang pernah mencapai 3,4 juta ton pada 1982. Kebutuhan itu sckarang menurun, jadi 2,7 juta ton tahun ini. "Impor baja kita sekitar 400 ribu ton atau senilai 200 juta dolar AS, sementara ekspor baja tahun ini akan mencapai 150 ribu ton," kata Menteri Muda Perindustrian itu. Artinya, peluang KS untuk memperluas kapasitas produksinya masih terbuka luas. Syukur jika KS bisa lebih efisien, jadi lebih murah harganya, sehingga dapat membantu pengusaha dalam negeri yang memakai produknya. "Ini ada kaitannya dengan ekspor juga," ujar Sofian Wanandi, pengusaha yang bergerak dalam bidang industri pcrkapalan dan konstruksi. B.K., Sidartha Prtidina, Suhardjo Hs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini