Proyek Telkom yang ditunda bernilai Rp 949 milyar. "Duitnya baru ada pada tahun 1994," kata Cacuk. PROYEK terbesar PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) pada Repelita V sudah jelas terkena penjadwalan. Namun, target Telkom tetap dipatok sebanyak 2,1 juta satuan sambungan telepon (SST) untuk kurun waktu 1989-1994. Telkom juga berupaya menyukseskan pembangunan 300.000 SST, yang pada mulanya akan dikerjakan swasta. "Kalau proyek 300.000 SST ditunda, akhir Pelita V ini kita hanya mampu menyelesaikan 1,8 juta SST," ujar Direktur Pembangunan Telkom, Soeratno. Itu pun sebetulnya sudah melampaui target Telkom yang semula ditetapkan 1,4 juta SST. Menurut Direktur Utama Telkom, Cacuk Sudarijanto, dana dari sumber konvensional. Total yang dibutuhkan untuk Pelita V kurang lebih Rp 6 trilyun, sementara dana yang sudah terkumpul sekitar Rp 4,9 trilyun. Antara lain diperoleh dari IGGI (DM 48 juta), Bank Dunia (DM 22 juta), bilateral (DM 163.500), dan pinjaman antarpemerintah (sekitar DM 41 juta). Sementara itu, kelangsungan proyek yang dikerjakan swasta dengan sistem pola bagi hasil (PBH) kini perlu dipertanyakan. Proyek itu hanya akan mulus jika mereka berhasil mendapatkan dana sendiri dari dalam negeri. Tentu, penundaan proyek PBH II dan PBH III -untuk kebutuhan telepon di DKI, Bandung, dan Surabaya -mengkhawatirkan. "Tapi kami akan terus. Saat ini kami tengah memikirkan bagaimana caranya membangun proyek itu dengan dana dalam negeri," ujar Soeratno. Investasi keseluruhan untuk PBH II dan PBH III mencapai Rp 949 milyar. Menurut rencana, PBH II (100.000 SST), yang dikerjakan PT Telekomindo Prima Bhakti, membutuhkan dana US$ 229 juta. Adapun PBH III (200.000 SST) membutuhkan US$ 226 juta. Proyek ini digarap enam perusahaan, antara lain PT Bakrie & Brothers dan PT Elektrindo Komunikasi, yang konon menyatakan mundur karena adanya pembatasan offshore loan pihak swasta oleh Tim PKLN (Pinjaman Komersial Luar Negeri). Menurut Cacuk, penundaan proyek bukanlah musibah. Alasannya sederhana: penundaan tak sampai mengganggu target semula Repelita V. "Ini kan bukan berarti mandek, tapi duitnya baru ada pada tahun 1994," katanya, mengulangi ketetapan Tim PKLN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini