RATUSAN nasabah PT Tabemas, perusahaan asuransi emas, di beberapa kota Jawa Tengah dan Jawa Timur bergolak. Mereka merasa dirugikan karena, setelah jatuh tempo, klaim ternyata tak bisa dibayarkan perusahaan asuransi itu. "Kami merasa telah ditipu," kata Hamzah, seorang nasabah di Semarang. Karena itulah, bersama rekan-rekannya, ia melaporkan hal itu kepada Kapolda Jawa Tengah. Pada 10 Juli lalu, kantor pusat PT Tabemas, yang beralamat di Jalan Pasar Nangka 160, Solo, itu pun disegel. Direktur utamanya, Elin Waspodo, dikenai tahanan kota. "Ia tak dibenarkan meninggalkan Surakarta, kecuali kalau hendak mengajar," ujar Letnan Kolonel Anwari dari Bagian Reserse Polda Jawa Tengah. Eling, 32, sehari-hari memang wakil kepala SMA Negeri 2, Wonogiri. Anggota direksi yang lain, Wisnu Prakoso, Kuswandi, dan Iwan Setiawan, hanya dimintai keterangan. Sedangkan Suharno, kepala Cabang PT Tabemas Semarang, diwajibkan lapor setiap hari ke Polda. Perusahaan yang didirikan tahun 1979 itu sebenarnya cukup maju. Dalam waktu singkat ia bisa meluaskan jangkauan operasinya, dan membuka kantor cabang dan unit di 29 kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Dari sana tercatat sudah 2.000 orang menjadi nasabah, yang setiap bulan menyetorkan sejumlah uang premi. Besar kecilnya tergantung dari nilai kontrak dan harga emas padasaat itu. A. Kartono dan M. Arsyad, misalnya, mengikat kontrak masing-masing untuk 50 gram emas bagi jangka dua tahun. Terakhir mereka membayar harga emas Rp 13.000 per gram. Dan Desember 1983 lalu, mestinya klaim mereka dibayarkan. "Tapi sampai sekarang kami hanya diberi janji-janji melulu," ujar Arsyad kesal. Padahal, rencananya emas 50 gram itu akan dimintanya dalam bentuk uang yang jumlahnya sekitar Rp 650.000. Hamzah, yang bersama kawannya melapor ke polisi, tak kurang kesal. Pedagang tembakau itu teken kontrak untuk 100 gram atau bila dinilai dengan uang Rp 1,3 juta, karena harga emas kini Rp 13.000 per gram. Mestinya Maret lalu ia sudah menerima klaim. Apa mau dikata, "Saya dikecewakan terus," katanya pekan lalu. Ketika ia pergi untuk kesekian kalinya mengurus klaim ke kantor pusat di Solo, Juni lalu, ia juga melihat ada utusan nasabah dari Jawa Timur, yang mendapat mandat dari 70 orang, datang untuk urusari yang sama. Dan kesemuanya pulang dengan tangan hampa. Yang berhasil mendapat bayaran hanya dua orang, yaitu yang nilai kontraknya hingga 10 gram. Sedangkan yang nilai kontraknya besar disuruh menunggu. Sebab itu, Nyonya Suratman, pemilik toko emas di Klaten, pernah meminta bantuan anaknya, angota ABRI, menguruskan klaimnya sebanyak 201 gram. Rumah Eling di kompleks dosen UNS, Baturan, Solo, didatangi 19 Juli lalu. Hasilnya? "Setelah menunggu sampai lima jam, anak saya diberi Rp 100.000. Itu pun setelah tarik urat leher," kata Nyonya Suratman geregetan. Padahal, ia dan juga para nasabah pada umumnya tak pernah telat membayar premi. Soalnya, dalam kontrak disebutkan, jika selama tiga bulan nasabah tidak membayar, kontrak dianggap gugur. Artinya, uang yang sudah di setorkan dianggap hilang. "Perusahaan itu memang mau enaknya sendiri," komentar seorang nasabah yang klaimnya juga macet. Kepada TEMPO, Eling mengaku bahwa pihaknya memang kewalahan membayar klaim. Saat ini, katanya hampir 200 nasabah yang sudah jatuh tempo. Nilai pertanggungan mereka 4,6 kg lebih atau sekitar Rp 63,6 juta. "Saya bertanggung jawab terhadap semua ini. Tapi sekarang ini saya sudah tidak punya uang lagi di bank," katanya. Dikatakan, PT Tabemas yang didirikannya semula akan bergerak di bidang jasa, perdagangan, dan ekspor-impor. Hanya, ketika ia mencoba mendapatkan kredit bank, ternyata sulit sekali. Kebetulan, muncul dua orang kenalannya yang mengajak memulai usaha semacam asuransi emas. Niat itu disambut baik, dengan tujuan untuk menghimpunkan modal. Setelah dana terkumpul, Eling pun memutarkannya di bidang lain. Ia, misalnya, bekerja saml dengan CV Kusumosari menggarap pembuatan nomor-nomor rumah di Boyolali. Ia juga melakukan usaha pengkreditan sepeda motor. Ternyata, usahanya tersendat-sendat, dan bahkan kepada dealer di Surakarta PT Tabemas mempunyai utang Rp 18 juta. Akibatnya, klaim nasabah tak bisa lancar dibayarkan. Tapi, kata Eling, ia sudah mengeluarkan Rp 67 juta lebih kepada: 36 nasabah beberapa waktu lalu. "Sekarang pun saya masih bertanggung jawab. Sebagai jaminannya, jabatan saya sebagai pegawai negeri," katanya. Letnan Kolonel Anwari pun menyatakan, bahwa kasus ini masih terus diusut. "Sejauh mana keterlibatan pihak PT Tabemas dalam tindak pidana sedang diselidiki," katanya. KASUS serupa kini terjadi pula di beberapa kota. Bahkan dalam skala yang lebih besar. Menjelang Lebaran tempo hari, sekitar 300 nasabah PT Nevesco - perusahaan yang juga bergerak dalam bidang asuransi emas - berdemonstrasi di Yogyakarta. Mereka menuntut klaim segera dibayarkan. Para nasabah itu berteriak-teriak heris, bahkan ada yang berniat membakar kantor cabang PT Nevesco Yogyakarta di Kotagede itu. Petugas kepolisian dan camat Kotagede, Sunaryo, sampai ikut turun tangan menenangkan suasana. Suasana bisa dikuasai setelah direktur utama Nevesco, Bambang Soejono - yang datang dari Jakarta - membuat pernyataan bahwa semua klaim akan dibayarkan selambat-lambatnya September nanti. Pihak tripida Kotagede diminta nasabah mengawasi kekayaan PT Nevesco cabang Yogyakarta, agar jangan sampai berpindah hak. Nevesco, yang didirikan 1971, berpusat di Jakarta. Perusahaan yang cukup dikenal itu kini telah mempunyai cabang di banyak kota. Juga di luar Jawa. Tapi dalam dua tahun terakhir banyak nasabah yang merasa dirugikan karena klaimnya belum dibayarkan. Berbeda dengan yang terjadi di PT Tabemas, kemacetan di perusahaan ini karena ada kekisruhan di dalam. "Terjadi manipulasi oleh bekas dirut sebanyak Rp 100 juta. Juga ada kasus pembelian 12 hektar tanah yang menggunakan uang nasabah," kata Bambang Sidik, penasihat hukum perusahaan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini