Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama berbulan-bulan William Tanuwijaya menyimpan rahasia itu rapat-rapat: dana operasional Tokopedia, perusahaan yang dinakhodainya, bakal habis pada November tahun ini. Dalam situasi itu, sudah ada puluhan calon investor mencoba mendekatinya. Tapi ia mesti berhitung benar sebelum menjatuhkan pilihan.
Kemudian datanglah undangan istimewa itu pada awal Oktober lalu. Si pengundang adalah Masayoshi Son, pendiri SoftBank Corp, perusahaan telekomunikasi dan Internet di Jepang. William sudah lama mengidolakan Masayoshi. Karena itu, ia tak perlu lama berpikir untuk terbang ke Tokyo memenuhi undangan ini.
Dalam pertemuan selama satu jam itu, William berdiskusi mengenai visi dan misi serta perkembangan Tokopedia. Masayoshi kemudian menyampaikan minatnya berinvestasi di perusahaan yang dibangun William pada 2009 itu. "Masayoshi Son mengatakan kepada saya, 'Berapa pun saya kasih'," kata William ketika ditemui di kantornya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa pekan lalu.
Kepada Masayoshi, William mengajukan angka US$ 100 juta untuk mengembangkan usahanya. Pada waktu berdekatan, Tokopedia juga dilirik perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat, Sequoia Capital. Perusahaan yang bermarkas di California ini dikenal sebagai investor awal sejumlah perusahaan teknologi global, seperti Apple, Yahoo, WhatsApp, dan Instagram.
Seminggu menimbang, William setuju menerima investasi dari Softbank. Rabu, 22 Oktober 2014, Tokopedia mengumumkan masuknya modal US$ 100 juta atau Rp 1,2 triliun dari Softbank, Sequoia Capital, juga pemegang saham saat ini, SB Pan Asia Fund. "Tokopedia akan menggunakan pendanaan ini untuk memastikan kami tak jalan di tempat dan terus berinovasi menjadi perusahaan Internet nomor satu di Indonesia."
Ide mendirikan mal online datang pada 2007. Ketika itu William masih menjadi administrator sebuah forum online dan memiliki usaha sampingan membuat website. Ia mendapat banyak keluhan tentang praktek e-commerce di Tanah Air. Dari pedagang yang ingin berjualan lewat situs pribadi, kendala teknis transaksi, hingga pembeli yang sering ditipu.
Alumnus Universitas Bina Nusantara ini kemudian berpikir membuat pasar online dengan menyediakan lapak yang diisi para pedagang. Untuk mencegah pembeli tertipu, uang pembayaran dikirim dulu ke rekening bersama Tokopedia. Uang baru ditransfer ke rekening penjual setelah barang diterima pembeli.
Ide itu disodorkan kepada Victor Fungkang, bos William di perusahaan sms content. Namun penawaran itu tak langsung diterima Victor. William mencoba menjajakan ide itu ke mana-mana selama dua tahun. Tapi lagi-lagi mereka yang ditawari ragu, karena model bisnis ini terbilang masih baru di Indonesia dan khawatir terhadap pesaing dari luar negeri.
William akhirnya mendapatkan modal awal senilai Rp 2,5 miliar dari Victor. "Dari komitmen Rp 2,5 miliar itu, akhirnya saya cuma menggunakan Rp 1 miliar. Lalu kami mendapat investasi berikutnya dan bisa mengembalikan dana dari investor awal," katanya.
Memulai usaha dengan menampung 70 pedagang, pada 2012 sudah ada 16 ribu toko aktif yang bergabung ke Tokopedia. Pada tahun kelima ini, menurut William, jumlah toko, pengunjung, dan transaksi yang terjadi di situsnya tumbuh di kisaran 15-30 persen per bulan.
Para penghuni Tokopedia yang semula usaha kecil sudah berkembang ke arah menengah. Sejumlah pemilik toko punya omzet hingga miliaran rupiah per bulan dan mempekerjakan 40-50 karyawan. "Saya suka marketplace sebagai bisnis awal. Kesuksesan bisnis ini bergantung pada kesuksesan para merchant yang bergabung," kata William.
Dia menjelaskan, investasi terbesar selama ini adalah untuk memastikan layanan Tokopedia tetap gratis, meski perusahaan tak memiliki pendapatan. Untuk menarik pemasukan, Tokopedia menawarkan layanan tambahan yang berbayar, seperti slot iklan untuk penjual yang bergabung. "Semua perusahaan Internet dunia belum menghasilkan pada sepuluh tahun pertama. Hanya orang-orang yang bisa melihat masa depan yang akan percaya, dan butuh stamina luar biasa dari pendiri-pendirinya."
Untuk pendanaan, dari tahun ke tahun Tokopedia mencari investasi dari perusahaan-perusahaan modal ventura. Salah satunya Softbank Ventures Korea (SBVK), anak usaha Softbank Group. Lewat SBVK-lah Tokopedia dan William dikenal Masayoshi Son. Pada November 2013, William bertemu dengan Masayoshi untuk pertama kali, sebagai salah satu dari sepuluh pemilik perusahaan Internet yang pertumbuhannya paling pesat.
Pemilihan Softbank dan Sequoia, menurut William, tak terlepas dari rekam jejak kedua perusahaan yang paham karakter perusahaan Internet. Softbank, misalnya, berinvestasi sejak 2000 di Alibaba, perusahaan e-commerce di Cina, dan selama 14 tahun tidak pernah menarik investasinya itu. Sedangkan Sequoia selama ini berani bermitra dengan perusahaan-perusahaan Internet pada saat mereka baru berusia 1-3 tahun, ketika perusahaan masih dalam masa pergulatan.
Managing Director Sequoia Capital India Shailendra Singh mengatakan pihaknya terkesan oleh visi William untuk Tokopedia. Mereka juga terpesona oleh perkembangan Tokopedia dalam menciptakan marketplace yang dapat dipercaya di Indonesia. "Kami sangat senang bermitra dengan tim Tokopedia dan investor lain, dan menanti kerja sama dengan mereka untuk membangun perusahaan Internet terkemuka untuk masa depan," kata Singh dalam keterangan tertulis di situs Softbank.
Wakil Direktur SoftBank dan Direktur Utama SoftBank Internet and Media Inc Nikesh Arora menilai potensi pertumbuhan pasar online di Indonesia sangat menonjol. "Kami percaya sinergi dengan jaringan bisnis Internet kami akan membantu Tokopedia semakin sukses di pasar Indonesia," kata Arora.
William merasa memikul tanggung jawab besar atas investasi ini. Dia punya mimpi, jika nanti Tokopedia sukses dan pegawainya menjadi orang kaya, mereka bakal meniru para "PayPal Mafia". PayPal Mafia adalah sekelompok mantan pegawai PayPal, perusahaan bisnis e-commerce asal Amerika Serikat, yang terus berinvestasi di perusahaan teknologi baru di Amerika. "Setidaknya, ketika pegawai Tokopedia jadi orang kaya dan mereka lihat generasi penerusnya yang hanya bermodal ide, mereka akan punya keyakinan untuk investasi. Karena merasa pernah bekerja di perusahaan seperti itu."
Bernadette Christina Munthe, Martha Thertina
Melawan Status Quo
Lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada 11 November 1981, William Tanuwijaya menghabiskan 18 tahun pertamanya di sana. Ia baru berkenalan dengan Internet ketika kuliah di Jakarta pada 1999. Keterbatasan kondisi keuangan keluarganya membuat William harus bekerja untuk menopang hidup. Ia memilih menjadi penjaga warung Internet alias warnet, yang menjamur ketika itu.
Gara-gara pekerjaannya ini, William jatuh cinta pada Internet. Namun, ketika lulus kuliah, belum banyak perusahaan Internet Indonesia yang berfokus pada pengembangan teknologi. Sempat berpindah-pindah kerja di perusahaan telekomunikasi, mimpi bekerja di perusahaan Internet tak pernah hilang.
Pada 2007, William memiliki ide membuat mal online di Indonesia. Ide ini akhirnya terwujud pada 2009, setelah ada investor yang bersedia mendanai idenya. William mengatakan, dengan latar belakangnya yang tak istimewa, tak ada calon investor yang berani. "Saya bukan lulusan dari luar negeri, bukan lulusan universitas terkemuka, tidak pernah membangun bisnis, bukan dari keluarga berada atau keluarga yang punya track record," kata William.
Tokopedia genap lima tahun pada 17 Agustus lalu. Anak Siantar ini membuktikan, mereka yang dulu tak berani itu kini merugi. "Generasi Internet punya kesempatan luar biasa. Siapa saja punya kesempatan bersaing, melawan status quo, terlepas dari segala ketidakmungkinan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo