SWASTA Indonesia sedang didorong-dorong dan diminta lebih berperan. Jadi, jangan kaget kalau, misalnya, Grup Indocement, penghasil semen Tiga Roda, rahun lalu boleh mengambil alih sebagian pembiayaan mendirikan pabrik baja lembaran tipis di Cilegon dan pabrih semen di Madura, proyek yang lazimnya diborong pemerintah. Enam proyek industri hulu pun bakal diserahkan pada swasta. Kemudian juga perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa. Ketua Bappenas, Prof. J.B. Sumarlin, punya alasan kuat untuk mengkampanyekan peranan swasta dalam Repelita IV (1984-1989) nanti. Makin terbatasnya kemampuar negara membiayai investasi - akibat penerimaan devisa dari minyak turun tajam - memang telah mendorong pemerintah mengundang swasta berperan lebih besar dalam investasi. Diharapkan investasi swasta. yang pada tahun 1984-85 baru Rp 8,7 trilyun, dalam lima tahun kemudian naik pesat 125%. Pergeseran pandangan memang sedang terjadi. Swasta kini bukan hanya sebagai pelengkap yang dipajaki, tapi merupakan rekan usaha yang diharapkan bisa membantu menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itulah, kata Sumarlin, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kelak hanya berperanan sebagai pelengkap. "Mereka tidak boleh mematikan sektor swasta," katanya, dalam diskusi panel yang diselcnggarakan koran Suara Karya, di Hotel Indonesia 15-16 Februari, yang membahas Peranan Dunia Usaha dalam Repelita IV. Sejumlah upaya kemudian dilakukan pemerintah untuk merangsang investasi swasta itu. Dalam soal perizinan, misalnya, pemerimtah berjanji akan membuatnya sederhana, singkat, dan tak memakan banyak meja. Tidak henti-hentinya Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Dr. Saleh Afiff, dalam dua bulan terakhir ini mengkampanyekan penyederhanaan perizinan (deregulation). Kata Afiff, prioritas penyederhanaan perizinan akan diberikan di sektor investasi, produksi, distribusi, dan transportasi. Pemerintah, kata Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, Ali Wardhana, juga akan membantu menciptakan stabilitas ekonomi dan politik bagi kepentingan pemilik modal. Investor, katanya, tentu akan tenang berusaha di sini jika angka imflasi rata-rata hanya 5%-6% setahun. Kalaupun dianggap perlu, katanya lagi, pemerintah bisa melakukan tindakan proteksi. "Tapi dalam batas wajar saja," tuturnya lebih jauh. "Sebab, proteksi yang terlalu tinggi justru bisa menekan konsumen dan mengurangi pasar barang lainnya." Bagi kalangan swasta, tidak selamanya pernyataan dan kehendak pemerintah itu terasa manis dalam pelaksanaannya. Ini pengalaman B. Ichsani, Ketua Gabungan Produsen Elektronika. Ia sudah lama meminta agar pemerintah membatasi impor kipas angin, antena televisi, dan kulkas. Sudah berkali-kali dia rapat dengan aparat pemerintah membicarakan perlunya perlindungan bagi barang yang sudah bisa dihasilkan industri iokal itu. Beberapa kebijaksanaan pemerintah juga dianggap tidak menjamin kepastian berusaha. Di bidang industri otomotif, misalnya, semula pemerintah dengan gencar mendorong para pengusaha mengembangkan pembuatan mesin diesel untuk kendaraan komersial. Tapi, mendadak, akhir 1982 Pajak Penjualan kendaraan diesel dinaikkan dari rata-rata 10% jadi 40%. Alasannya, sebagai kompensasi atas murahnya harga jual BBM jenis solar. Tapi bukan cuma soal itu yang dihadapi swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini