Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menegakkan rumah kuno

BUMN milik deperdag PT Pantja Niaga mulai kehilangan hak monopoli. dirut djukardi odang, 62, diganti djoeana koesoemahardja, 66. perbaikan manajemen mutlak diperlukan. segera dilakukan swastanisasi.

10 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JENUH dan tidak sehat. Tampaknya, dua faktor itulah yang dijadikan pertimbangan oleh Menteri Perdagangan, ketika mengganti Dirut PT Pantja Niaga, Djukardi Odang, akhir bulan lalu. Tapi bukan karena Djukardi yang tidak sehat -- top manager yang populer itu senantiasa segar-bugar, kok. Terus terang saja, dalam beberapa tahun terakhir ini, Pantja tak lagi mampu meraih untung. Ini menurut pengkajian Departemen Keuangan, yang toh menyarankan agar BUMN yang terkategori tidak sehat itu tetap dipertahankan. Syaratnya: peningkatan efisiensi, perbaikan manajemen, dan penyempurnaan arah kegiatan usaha. Sementara itu, menurut beberapa sumber di Departemen Perdagangan, manajemenlah yang merupakan biang rugi Pantja. Pihak manajemen lamban dalam mengambil keputusan karena selalu menunggu instruksi pemerintah. "Pokoknya, pimpinan Pantja tak lagi memiliki sikap bisnis, yang justru sangat diperlukan oleh sebuah perusahaan," begitu kata yang empunya cerita. Benarkah? Djukardi Odang, 62 tahun, tak langsung membantah hal ini. "Kami memang tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat," ujarnya. Dijelaskannya, untuk sampai pada satu keputusan, harus melalui beberapa lapisan birokrasi, seperti rapat direksi, pertimbangan Dewan Komisaris, hingga aparat Deperdag. Padahal, yang namanya peluang bisnismesti cepat ditangkap. "BUMN ini memang susah, tidak bisa lincah seperti halnya perusahaan-perusahaan swasta," kata Djukardi. Ditambah dengan masa jabatan sepanjang 23 tahun, ia mengaku tak lagi peka terhadap peluang-peluang bisnis yang muncul. "Terus terang, karena terlalu lama di situ, saya jadi jenuh. Dan karena sudah terlalu rutin, saya jadi sering lupa," katanya lebih lanjut. Mungkin karena itu pula, Djukardi mengingatkan bahwa perombakan manajemen mutlak dilakukan buat Pantja. Suara senada dikemukakan oleh Djoeana Koesoemahardja, 66 tahun, Dirut Pantja yang baru. Menurut dia, sudah seharusnya manajemen BUMN ini dipegang oleh seorang bisnismen. Tapi juga, "Yang tak kalah penting adalah membangun semangat kerja dalam lingkungan perusahaan," ujarnya. Yang juga sedang diperbaiki adalah kepercayaan dari mitra-mitra usaha Pantja. Menurut sebuah sumber, utang BUMN ini tersebar di mana-mana. Dan manajemen baru tampaknya berusaha membayar setiap tagihan yang jatuh tempo. Tapi apa daya, menurut sumber ini, Pemerintah malah sering lambat dalam melunasi utang-utangnya pada Pantja. Itulah sebabnya, langkah ke arah bisnis yang profesional merupakan satu-satunya jalan keluar. Ada terbetik berita bahwa Djoeana hanya akan memimpin Pantja satu tahun. Setelah itu, tampuk pimpinan akan diberikan pada manajer swasta yang profesional -- konon akan dipercayakan pada Tanri Abeng, yang kini Dirut PT Multi Bintang. Selain itu, ada isu swastanisasi. Kabarnya, tak lama lagi saham BUMN ini akan dipecah menjadi tiga bagian: 40% pemerintah, 40% swasta, dan 20% sisanya akan dilempar ke bursa efek. Masih menarikkah Pantja bagi swasta? Perusahaan ini ibarat rumah kuno. Ia kelihatannya kumuh, tapi terbuat dari bahan-bahan yang berkualitas tinggi. "Saya tahu persis, pada dasarnya Pantja itu kuat sekali," kata Djukardi. Kalau dilihat dari sejarahnya, Pantja, yang ketika berdiri tahun 1947 bernama Central Tradin Corporation (CTC), bukanlah perusahaan biasa. Seperti halnya kebanyakan BUMN, hidup Pantja terlindungi oleh berbagai fasilitas monopoli. Dulu, selain memiliki hak monopoli ekspor berbagai hasil bumi (seperti kopra), CTC juga mempunyai hak tunggal untuk mengimpor -- di antaranya pupuk dan tekstil. Bahkan di tahun 50-an itu, usaha pelayaran pun -- sekarang Djakarta Lloyd -- berada di bawah Pantja. Tapi setelah dipangkas oleh berbagai beleid, Pantja mulai goyah. Hak monopoli atas beras, perkapalan, pupuk, kertas, hingga plastik copot satu demi satu. Lantas apa yang tersisa? BUMN yang memiliki 25 cabang di dalam negeri, dan dua perwakilan di luar negeri, ini masih mengekspor berbagai hasil bumi di samping juga bertindak sebagai importir dan distributor beberapa jenis barang kimia. Ditambah empat anak perusahaannya salah satu PT Pantja Motor yang bekerja sama dengan Astra -- plus 1.200 pegawainya, maka Pantja bagaikan sebuah perahu besar yang menunggu nakhoda yang andal.Budi Kusumah, Linda Djalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum