KETIKA Bank Duta terjerembab karena perdagangan valuta asing (valas), banyak orang terperangah. Masih segar dalam ingatan mereka, bahwa beberapa bulan sebelumnya, Bank Duta baru saja mengumumkan laba yang diraihnya. Dan dari laporan keuangan bank itu, tersirat bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Belakangan, setelah kekalahan valas itu terbongkar, baru jelas bahwa di balik laporan keuangan dan neraca yang tampak transparan itu, ternyata ada beberapa transaksi besar yang tidak dibukukan alias off balance sheet. Nah, sejak itulah dipersoalkan, bagaimana seharusnya sebuah laporan keuangan dan neraca bank disusun oleh akuntan. Tujuannya, selain untuk menyeragamkan laporan keuangan bank, Standar Khusus Akuntansi Perbankan (SKAPI) sengaja disusun agar pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank bisa memperoleh informasi sejelas-jelasnya. Itulah yang mendasari kerja sama antara Bank Indonesia dan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Hasilnya adalah SKAPI yang usai dikerjakan tengah tahun ini dan berlaku efektif per 1 Januari 1993. Dengan standar ini, bankir dan akuntan tak diberi peluang untuk berkongkalikong. Soalnya, SKAPI telah menstandarkan hampir seluruh aspek yang menyangkut penyusunan laporan keuangan dan neraca secara detail. Mulai dari Standar Khusus Laporan Keuangan Bank, Standar Khusus Akuntansi Pendapatan dan Beban, Standar Khusus Akuntansi Aktiva, Standar Khusus Akuntansi Kewajiban dan Modal, hingga Standar Khusus Akuntansi Komitmen dan Kontinjensi. Dengan lima standar khusus ini, di mata publik, bank akan tampil dalam posisi "hampir telanjang". Maklum, SKAPI mengatur penyusunan informasi sampai hal-hal terkecil. Laporan keuangan bank harus membeberkan dengan rinci mulai dari jumlah kredit yang diberikan, jangka waktunya, tingkat bunga, hingga ke penghapusan. Dengan demikian, akan tampak berapa sebenarnya tagihan riil yang menjadi aset sebuah bank. Juga, untuk memantau besar dan lancar tidaknya sebuah tagihan, SKAPI mengharuskan disertakannya beberapa catatan yang menyangkut ihwal dari kredit itu sendiri. Misalnya, jenis-jenis kredit yang diberikan lengkap dengan jumlahnya. Selain itu, laporan keuangan juga harus merinci berapa besar kredit yang disalurkan kepada anakanak perusahaan dan grup sendiri. Serta, jumlah dana bank yang ditarik oleh pemegang saham. Ini penting, agar kasus seperti yang menimpa Bank Summa tidak terulang. Sebab, dengan laporan yang disusun seperti itu, BI sebagai pengawas maupun nasabah serta pihak-pihak yang berkepentingan akan bisa dengan mudah memantau kesehatan bank yang bersangkutan. Untuk menangkal bencana seperti yang menimpa Bank Duta, SKAPI juga menyediakan jurusnya. Ini diatur dalam Standar Khusus Akuntansi Komitmen dan Kontinjensi. Dua hal ini (Komitmen dan Kontinjensi) merupakan item transaksi yang sedang berjalan, jadi, dimasukkan dalam kategori off balance sheet items. Di bagian ini termasuk fasilitas pinjaman yang belum ditarik, fasilitas kredit yang belum disalurkan, serta transaksi valuta asing yang sedang berjalan. Transaksi valas yang sedang berjalan pada saat tanggal laporan dibuat, misalnya, wajib dicantumkan dalam laporan Komitmen dan Kontinjensi. Dan nilainya pun harus disertakan ke dalam kurs mata uang rupiah pada saat tersebut. Dengan penyeragaman seperti itu, "Penilaian atas prestasi sebuah bank akan bisa dilakukan dengan mudah," kata Sumarsono S.R., Ketua Bidang Standar Profesi IAI. Penyusunan standar akuntansi juga tengah dirintis oleh IAI bersama Departemen Pertambangan serta Departemen Kehutanan untuk perusahaan pertambangan, HTI, dan HPH. Tujaunnya sama, agar standar akuntansi yang dirintis bisa menampilkan laporan keuangan yang transparan. Budi Kusumah dan Iwan Qodar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini