Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Serikat Petani Indonesia menilai penggunaan pupuk organik bisa menjadi alternatif mengatasi kelangkaan pupuk.
Penggunaan pupuk organik belum masif saat ini karena petani masih sangat bergantung pada pupuk kimia.
Direktur Aliansi Organis Indonesia (AOI) Pius Mulyono mengatakan tanah di beberapa lokasi pendampingan pertanian AOI dari Jawa Barat dan Sulawesi telah rusak akibat paparan pupuk kimia. Sedangkan perbaikan tanah yang rusak memakan waktu yang cukup lama.
JAKARTA — Pupuk organik diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan ketersediaan pupuk subsidi. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan pemerintah seharusnya kembali mendorong penggunaan pupuk organik.
“Saat ini pupuk kimia masih langka di tingkat petani karena produksinya, bahan bakunya, dan masalah dalam distribusinya. Pupuk organik bisa menjadi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut,” ujar Henry saat dihubungi, kemarin.
Kapasitas produksi nasional pupuk organik diperkirakan mencapai 1,5 juta ton per tahun. Namun jumlah tersebut masih sekitar 5 persen dari kebutuhan bauran atau campuran pupuk organik di lahan pertanian nasional. Pemerintah berniat meningkatkannya menjadi 10 persen.
Menurut Henry, keunggulan pupuk organik adalah harganya jauh lebih murah karena bisa diproduksi sendiri dengan bahan yang ada di sekitar kita, seperti kotoran hewan, sekam, tanah bongkol pisang, serta akar pohon bambu. Selain mudah ditemui, pupuk organik baik bagi kesehatan dan menjaga kesuburan tanah.
Henry mengatakan penggunaan pupuk organik belum masif saat ini karena petani masih sangat bergantung pada pupuk kimia. SPI terus berupaya mendorong petani menggunakan pupuk organik.
Henry juga sempat mengusulkan penggunaan pupuk organik kepada pemerintah. “Tahun lalu kami mengajak Presiden menanam padi menggunakan pupuk organik di area pertanian agroekologi kami di Tuban."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga yang tergabung dalam kelompok Lembaga Pengelolaan Hutan Desa membuat pupuk organik di Kedung Asri, Tegaldelimo, Banyuwangi, Jawa Timur, 27 Oktober 2023. ANTARA/Budi Candra Setya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo sempat mengunjungi lokasi tersebut pada 6 April 2023. Kala itu, Jokowi mendorong petani padi lain juga menggunakan pupuk organik lokal untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan menekan biaya.
“Saya senang di sini memakai pupuk organik. Biaya pupuk yang biasanya per hektare bisa Rp 5-6 juta, di sini hanya Rp 100-500 ribu," ujar Jokowi saat memantau proses penanaman padi di Tuban, 6 April 2023.
Selepas kunjungan ke Tuban, Presiden menggelar rapat terbatas membahas kebijakan pupuk organik, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 27 April 2023. Saat itu hadir pula perwakilan beberapa kementerian, asosiasi petani, serta produsen pupuk. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi meminta Menteri Pertanian, yang kala itu dijabat Syahrul Yasin Limpo, memacu produktivitas produsen pupuk organik.
“Presiden meminta semua produsen pupuk yang ada di masyarakat dan UMKM dihidupkan kembali,” ujar Syahrul dalam konferensi pers setelah rapat.
Di samping itu, Presiden meminta Menteri Pertanian merevisi aturan mengenai pupuk bersubsidi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022. Pupuk organik rencananya kembali didorong sebagai pupuk bersubsidi. Namun rencana tersebut belum terealisasi.
Kusnan, Ketua Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia, mengatakan produksi dan distribusi pupuk subsidi masih terhambat perizinan. Menurut dia, saat ini petani tidak bisa sembarangan memperjualbelikan pupuk organik tanpa izin. “Jadi, produksinya masih untuk dipakai sendiri,” katanya, kemarin. Hal itu membuat ketergantungan petani terhadap pupuk kimia akan tetap tinggi.
Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dimulai sejak revolusi hijau yang bergulir di Indonesia pada masa Orde Baru. Gerakan ini merupakan upaya pemerintah era Presiden Soeharto meningkatkan produksi pertanian. Hal ini direalisasi dengan penggunaan teknologi budi daya, termasuk penggunaan pupuk kimia.
Membuat Pupuk Organik Sendiri
Pupuk Kimia Bikin Kesuburan Tanah Berkurang
Meski pemerintah berhasil meningkatkan swasembada pangan pada 1984, masyarakat harus membayar dampak buruk revolusi hijau. Salah satunya adalah kerusakan unsur hara tanah. Penggunaan pupuk kimia yang sudah dilakukan puluhan tahun membuat kesuburan tanah terus berkurang.
Direktur Aliansi Organis Indonesia (AOI) Pius Mulyono mengatakan tanah di beberapa lokasi pendampingan pertanian AOI dari Jawa Barat dan Sulawesi rusak akibat paparan pupuk kimia. Ia mengatakan perbaikan tanah yang rusak memakan waktu yang cukup lama. “Memperbaikinya tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba,” ujarnya. Pemulihan lahan dilakukan dengan konversi pupuk kimia ke pupuk organik sedikit demi sedikit.
Hal serupa diungkap Kusnan, Ketua Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia. “Untuk mengembalikan kesuburan, dibutuhkan paling tidak tiga sampai lima tahun,” katanya.
Kusnan mengibaratkan tanah yang terpapar pupuk kimia seperti kecanduan narkoba. Karena itu perbaikannya perlu bertahap. Petani bisa menggunakan pencampuran pupuk organik dan konvensional dengan perbandingan 20 dan 70 persen. Tahap selanjutnya, komposisi dinaikkan menjadi 50:50 persen, lalu 70:20 persen, hingga akhirnya mencapai penggunaan 100 persen.
Petani menabur pupuk organik ke lahan pertaniannya di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 10 Februari 2023. ANTARA/Mohamad Hamzah
Penggunaan pupuk organik juga masuk dalam program pertanian agroekologi yang dikembangkan SPI. Kusnan mengatakan mereka mengembangkannya lewat Kawasan Daulat Pangan. Saat ini program tersebut sudah berjalan di 70 kabupaten di 20 provinsi anggota SPI.
“Di lokasi-lokasi tersebut, kami melakukan pendampingan penggunaan bahan organik. Tak hanya pupuk, tapi juga obat (pestisida),” ujarnya. Salah satu lahan yang sudah berhasil menerapkan agroekologi adalah pertanian padi di Tuban.
Untuk pupuk organik, mereka menggunakan kotoran ternak sebagai bahan pembuatan pupuk padat. Pupuk cair bisa memanfaatkan bongkol pisang dan akar bambu. Menurut dia, biaya produksi pupuk organik bisa lebih murah. “Pembuatannya hanya membutuhkan sekitar Rp 100 ribu. Pupuk padat lebih mahal, Rp 500 ribu. Per hektare 2 ton pupuk. Dengan dua ekor sapi saja sudah bisa mencukupi,” katanya.
Adapun pupuk kimia, meski tidak membutuhkan biaya tenaga kerja, harganya mahal. Ia mengklaim penghematan dengan pupuk organik bisa mencapai 70 persen.
Kusnan juga mengomentari rencana pemerintah mengintensifkan penggunaan pupuk organik. Menurut dia, hal itu bisa dimulai dengan kebijakan subsidi. “Kami mendorong subsidi diberikan secara cash agar petani bisa memilih menggunakan pupuk subsidi atau konvensional. Sebab, tidak bisa tiba-tiba beralih. Dengan begitu diharapkan penggunaan pupuk organik bisa lebih banyak ke depannya,” ujarnya.
ILONA ESTERINA PIRIO | VINDRY FLORENTIN | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo