Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rasio pajak yang rendah menjadi pekerjaan rumah besar bagi otoritas fiskal dan perpajakan.
Rasio pajak Indonesia hanya 10,4 persen, di bawah rata-rata dunia yang sebesar 13,5 persen.
Kontribusi pajak sektor pertanian dinilai masih kecil.
JAKARTA — Tax ratio atau rasio pajak Indonesia yang rendah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi otoritas fiskal dan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan berbagai strategi untuk menaikkannya.
Pada 2022, rasio pajak Indonesia hanya 10,4 persen atau berada di bawah rata-rata negara-negara di dunia yang sebesar 13,5 persen. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan regional ASEAN, Indonesia juga tertinggal. Thailand memiliki rasio pajak sebesar 14,5 persen, Filipina 14 persen, dan Singapura 12,9 persen. Adapun tax ratio merupakan ukuran perbandingan antara penerimaan pajak dan produk domestik bruto (PDB).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, berujar bahwa otoritas pajak menghadapi tantangan dalam meningkatkan tax ratio. “Yang terus dilakukan adalah melakukan perluasan basis pemajakan dengan meningkatkan kepatuhan sukarela, ekstensifikasi, dan inovasi penggalian potensi melalui pengawasan wajib pajak strategis dan pengawasan berbasis kewilayahan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin, 3 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Strategi berikutnya adalah terus melakukan perluasan kanal pembayaran pajak serta mengoptimalkan data melalui kebijakan pertukaran data otomatis untuk kebutuhan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) dan data perbankan. Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak juga mengupayakan penegakan hukum yang adil dan mengembangkan sistem inti perpajakan, termasuk melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. “Penerimaan pajak masih menjadi instrumen utama pembangunan, sehingga DJP akan terus mengelaborasikan upaya-upaya lainnya dalam mencapai penerimaan negara,” kata Dwi.
Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak, Mekar Satria Utama, menambahkan, koordinasi dan kebijakan di lingkup internasional turut diupayakan untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya domestik atau penerimaan dalam negeri. Di antaranya memperbaiki dan membuat regulasi sesuai dengan existing international standard dan terlibat aktif dalam Proyek Anti-Penggerusan Basis Pajak dan Pengalihan Laba (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS Project) atau penghindaran pajak.
Khususnya melalui pilar 1 dan 2 BEPS, yaitu menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital dan mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak yang dilakukan dengan penetapan tarif pajak minimum secara global. “Berikutnya kerja sama regional dalam pemanfaatan pertukaran data otomatis melalui forum Asia Initiative, kerja sama regional lain, seperti ASEAN Tax Forum, serta aktif dalam forum internasional untuk transparansi global, Forum Tax Administration, dan lainnya,” ujar Mekar.
Warga yang hendak melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, 31 Maret 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Alasan Rasio Pajak Indonesia Rendah
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan rasio pajak Indonesia relatif rendah secara global. Pertama adalah persoalan struktural berdasarkan kontribusi sektor ekonomi. Sebagai contoh, sektor pertanian memberikan kontribusi ekonomi atau PDB terbesar kedua, yaitu 13,8 persen, tapi kontribusi pajak sektor pertanian hanya 1,5 persen. “Sehingga kontribusinya secara ekonomi besar, tapi kontribusinya ke pajak kecil.”
Rendahnya kontribusi pajak sektor pertanian itu di satu sisi disebabkan oleh banyaknya fasilitas perpajakan untuk sektor tersebut. Misalnya hasil pertanian selama ini dikecualikan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN). Alasan berikutnya, sektor pertanian atau perkebunan di Indonesia sebagian besar merupakan usaha rakyat bukan industri. “Ini kemudian yang menyulitkan untuk dikenai pajak atau istilahnya hard to tax,” kata Fajry.
Selanjutnya, jika melihat per jenis pajak, kontribusi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi relatif kecil, karena basis pendapatan per kapita yang kecil. Sedangkan tingkat penghasilan tidak kena pajak (PTKP) cukup tinggi. “Jadi, PPh orang pribadi ini hanya dikenakan ke sebagian penduduk Indonesia,” ucapnya.
Alasan lainnya adalah pengenaan pajak daerah, dengan sebagian besar penerimaan pajak pusat telah dialokasikan pemerintah daerah. “Terakhir, shadow economy kita masih cukup besar, yaitu sekitar 8,3-10 persen dari PDB.”
Sebelumnya, staf ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menuturkan, dibutuhkan rasio pajak setidaknya sebesar 15 persen di suatu negara untuk menjadi negara dengan pendanaan yang berkelanjutan dalam merealisasi program pembangunannya. “DJP akan berupaya untuk terus mencari terobosan-terobosan baru dalam administrasi perpajakan, sehingga dengan kolaborasi seluruh pihak, kita bisa mencapai titik poin 15 persen untuk fiskal yang berkelanjutan,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo