Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berharap Pengurangan Tarif Pajak Kripto

Para pedagang aset kripto di Tanah Air meminta pemerintah mengurangi besaran tarif pajak kripto. Mengapa tarif yang berlaku dianggap membebani?

11 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Layar pergerakan kripto Bitcoin di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pengenaan pajak pada transaksi kripto (pajak kripto) dianggap memberatkan dan menghambat perkembangan bursa kripto di Tanah Air. Terlebih, nilai transaksi di sektor ini belakangan terus turun seiring dengan berlangsungnya musim dingin kripto (crypto winter) secara global. Crypto winter adalah fenomena anjloknya harga aset kripto secara signifikan dalam jangka waktu panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akibat situasi tersebut, para pelaku perdagangan kripto pun menyurati pemerintah, meminta agar tarif pajak tersebut ditinjau ulang. Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mengajukan skema pajak transaksi aset kripto dengan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,05 persen. “Ini besaran ideal dan tidak akan membebani investor maupun pelaku usaha,” kata Ketua Umum Aspakrindo, Teguh Kurniawan Harmanda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini pemerintah menerapkan PPh final 0,1 persen dan pajak pertambahan nilai (PPN) 0,11 persen dari nilai transaksi aset kripto di pedagang fisik aset kripto yang telah terdaftar. Sedangkan transaksi di platform yang belum terdaftar dikenai tarif dua kali lipatnya, yakni PPh 0,2 persen dan PPN 0,22 persen.

Menurut Manda, pengenaan pajak pada kripto sejatinya memberikan kepastian bahwa perdagangan kripto terlegitimasi oleh negara. Namun, kata dia, seharusnya tarif yang dikenakan mengikuti perkembangan industri. Berdasarkan kajian Aspakrindo, pengenaan pajak itu sejak Mei 2022 menimbulkan dampak berkepanjangan bagi platform perdagangan kripto lokal.

Salah satu dampaknya, volume transaksi exchange lokal belum bisa rebound setelah pajak diberlakukan. “Berbeda dengan kondisi global,” tutur Manda. Adanya pajak tersebut dianggap membuat biaya transaksi setiap transaksi kripto kalah kompetitif dibanding platform-platform perdagangan luar negeri, yang biaya transaksinya lebih rendah. “Hal ini berpotensi menyebabkan capital outflow.”

Selain meminta penurunan besaran tarif pajak transaksi kripto pada platform lokal, Aspakrindo mendorong pengenaan pajak untuk platform perdagangan global, khususnya yang tidak terdaftar, sehingga bisa memberikan keadilan persaingan bagi platform lokal. Apalagi saat ini pemerintah bisa menunjuk perusahaan digital di luar negeri sebagai pemungut PPN.

Keberatan soal tarif pajak dari pelaku perdagangan kripto itu pun sempat disampaikan pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Perdagangan Komoditi Berjangka (Bappebti), Didid Noordiatmoko. Ia menyatakan bahwa pajak aset kripto memberikan manfaat penerimaan bagi negara, tapi menuai keberatan dari pelaku industri.

Musababnya, pada saat yang sama, Bappebti memproyeksikan nilai aset kripto masih akan tertekan akibat musim dingin yang berkepanjangan. “Ini tampaknya masih mendekati titik terbawah,” ujar Didid. Artinya, meskipun pada 2023 situasi perdagangan aset kripto tidak semakin memburuk, pemulihan belum akan berlangsung cepat.

Pemain kripto memantau pergerakan Bitcoin di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Menyitir data Bappebti, nilai transaksi kripto di Tanah Air mulai melandai setelah mencapai puncaknya pada Mei 2021. Kala itu, jumlah transaksi kripto dalam sebulan mencapai Rp 133,14 triliun. Setelah itu, jumlah transaksi terus melandai. Tahun lalu, nilai transaksi paling tinggi terjadi pada Maret, yakni sebesar Rp 46,44 triliun.

Apabila dilihat secara kumulatif dari Januari hingga November 2022, transaksi kripto di Indonesia hanya sebesar Rp 296,66 triliun. Angka ini jauh di bawah jumlah kumulatif nilai transaksi pada periode yang sama pada 2021, yang sebesar Rp 859,4 triliun.

“Ini (kripto) menjadi potensi penerimaan bagi negara, walau nanti kami akan lakukan pendekatan lagi dengan Direktorat Jenderal Pajak, agar tarif pajaknya bisa mendorong industri berkembang lebih baik lagi,” ujar Didid.

Pendapatan Negara dari Pajak Kripto 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, membenarkan soal adanya surat yang masuk mengenai usulan penyesuaian tarif pajak transaksi kripto tersebut. “Sedang kami diskusikan,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengatakan, penerapan tarif itu sudah sesuai dengan kajian dan perbandingan berdasarkan praktik perdagangan. Misalnya pada bursa saham yang memiliki pola transaksi sama. “Kalau soal harga sedang turun, kan, saham juga harganya terkadang turun.”

Sebagai catatan, sejak diterapkan pada 1 Mei 2022, pajak kripto telah memberikan pendapatan negara sedikitnya Rp 246,45 miliar. Rinciannya, Rp 117,44 miliar dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui platform dalam negeri dan penyetoran sendiri, serta Rp 129,01 miliar dari PPN.

Ihwal adanya usulan pengurangan tarif pajak kripto tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, mengatakan pemerintah idealnya mengenakan tarif rendah untuk perdagangan koin digital. Musababnya, saat ini pasar sedang lesu dan volume transaksi terus melandai. “Kalau pajaknya terlalu tinggi, akan jadi disinsentif,” ujarnya.

Dampak lain pengenaan tarif pajak yang tidak kompetitif adalah peralihan investor retail ke luar negeri lantaran terdapat banyak negara yang tarif pajaknya lebih rendah dari Indonesia. Di sisi lain, kata dia, penurunan tarif pajak kripto juga dapat dilakukan lantaran pemerintah sudah mendapat banyak pendapatan dari sumber lainnya, termasuk dari windfall harga komoditas. “Idealnya, PPh (kripto) di kisaran 0,05-0,06 persen.”

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, pun menilai penerapan tarif pajak kripto saat ini akan membuat pertumbuhan industri aset digital di dalam negeri terhambat. Menurut dia, saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengenakan pajak pada transaksi kripto lantaran industrinya baru tumbuh.

Kalaupun pemerintah berkeras mengenakan pajak pada kripto, tutur dia, pemerintah seharusnya memberikan imbal balik kebijakan bagi industri. “Ini kan bursa kripto-nya saja belum ada. Karena itu, ketika ada pajak, apa yang ditawarkan pemerintah untuk melindungi investor?” ujar Huda.

CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus