Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH lima menit tangan mungil itu asyik menyusun kepingan-kepingan kayu. Tak juga sempurna tersusun menjadi sebuah kubus. Bocah kecil berseragam sekolah dasar itu membongkarnya lagi. "Susah ya, Dik?" tanya penjaga stan mainan di bursa buku di Istora Senayan, Jakarta, Ahad dua pekan lalu.
Bentukan-bentukan kayu yang kelihatannya remeh itu bernama Puzzle IQ. Bukan sembarang mainan, memang, melainkan "permainan mendidik", yang dibuat dengan tingkat kesulitan berbeda. Makin banyak keping untuk membentuk bola, misalnya, makin dibutuhkan kecerdasan tinggi untuk menyelesaikannya.
Karena itu, Eko Witono, pemilik merek dagang Puzzle IQ, membagi mainan menjadi beberapa kelas, mulai prasekolah hingga mahasiswa atau orang dewasa pada umumnya. "Tapi kami juga menyediakan kunci jawaban," kata lulusan IKIP Yogyakarta itu. Ide awal mainan ini datang dari Mandar Utomo, mantan bos Eko. Ketika itu, Mandar, seniman patung, ingin memberi mainan untuk anaknya, tapi tak punya uang. Jadilah sebuah puzzle kayu berbentuk elips buatan sendiri.
Ketika seorang warga Prancis bernama Hersia bertandang ke sanggar patungnya, orang ini tertarik pada mainan itu. Dia memesan 1.000 buah. Maka dimulailah "industri" itu dari rumah di Jalan Bantul, Kweni, Yogyakarta. Bersama dua karyawan, dengan modal Rp 15 juta dari menguras tabungan plus ngutang sana-sini, Mandar tak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
Laki-laki kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, 43 tahun silam ini pun memulai usaha puzzle kayu pada 1994. Dia memberi nama Kajeng-dari bahasa Jawa yang berarti keinginan-pada produk sekaligus perusahaannya. Sukses dengan pesanan pertama, Kajeng mulai terkenal. Pada tahun berikutnya, 5.000 Kajeng terbang ke Prancis.
Dua tahun kemudian, karyawan Kajeng menjadi 200 orang. Kapasitas produksinya 60 ribu buah per bulan. Agar makin dikenal, Mandar membuat situs www.kajeng.com. Berbagai informasi tersedia di sana, dalam bahasa Inggris berantakan. "Kajeng in language of Java mean wood", begitulah ucapan perkenalan situs Mandar. Waktu itu, Kajeng memiliki pelanggan tetap dari Italia, Yunani, Jerman, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. "Omzetnya sekitar Rp 300 juta per bulan," kata Mandar.
Tapi krisis ekonomi 1998 sampai juga ke Kajeng. Sekitar 100 karyawan terpaksa dipangkas. Permintaan turun, produksi anjlok. Namun Mandar bangkit pada tahun berikutnya. Baru dua tahun, hantam-an kedua menerpa. Tragedi pengeboman World Trade Center di New York, Amerika Serikat, menahan para pembeli dari mancanegara datang ke Indonesia. Kajeng tak berproduksi tiga bulan.
Perlahan-lahan, kemudian, bisnis Kajeng pulih kembali. Pada akhir Januari lalu, 40 ribu buah mainan diantar ke Yunani. Pekan ini, Kajeng mengirim 48 ribu puzzle ke Spanyol. Permintaan pasar lokal juga meningkat. Menurut Mandar, sebagian pengguna puzzle berasal dari kalangan akademisi dan praktisi psikolog.
Kajeng diakui berfaedah. Menurut Endang Retno Wardhani, psikolog di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Sela-tan, puzzle made in Kajeng membantu menggali pemahaman konsep analisis deduksi-induksi yang merangsang kemampuan berpikir.
Kini Kajeng sudah memiliki 120 bentuk. Beberapa bekas anak buah Mandar Utomo juga berhasil membuka usaha di bidang yang sama. Misalnya Eko Witono dengan Puzzle IQ tadi. Masih ada lagi tiga pengusaha serupa. "Dulu saya sengsara, makan sehari belum tentu tiga kali," kata Mandar, mengenang. "Sekarang, alhamdulillah, mau makan sepuluh kali pun mampu," Mandar berkelakar.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo