Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah unggahan di akun X @Twt_Rave yang menyebut sebanyak 400 warga Malaysia penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 di JIExpo Kemayoran, jadi korban dugaan pemerasan oleh anggota Kepolisian RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam postingan 17 Desember 2024 itu, kelompok penggemar rave music itu menyebut polisi Indonesia menangkap dan melakukan tes urine mendadak terhadap lebih dari 400 penonton dari Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Polisi juga diduga memeras uang mereka yang jumlahnya berkisar 9 juta RM atau setara Rp32 miliar. Bahkan, ada klaim bahwa para penonton terpaksa membayar meski tes urine narkoba mereka negatif," tulis akun tersebut seperti dikutip Antara, Selasa, 24 Desember 2024.
Unggahan itu ditanggapi Divisi Propam Polri dengan menahan 18 personel yang diduga terlibat dalam kasus dugaan pemerasan tersebut.
“Divisi Propam Polri telah mengamankan terduga oknum yang bertugas saat itu. Jumlah terduga personel yang diamankan sebanyak 18 yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Untuk langkah selanjutnya, Propam Polri akan memeriksa lebih lanjut 18 personel tersebut. Dia menegaskan bahwa Polri tidak akan menoleransi pelanggaran yang dilakukan oleh setiap anggota Polri.
Kementerian Pariwisata mengatakan bahwa aparat Kepolisian Republik Indonesia telah bertindak cepat dan tegas dalam mengatasi dugaan pemerasan kepada sejumlah wisatawan saat konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta.
"Kemenpar menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Polri khususnya Divisi Propam Polri yang telah bergerak cepat bertindak menginvestigasi insiden ini dan telah mengamankan 18 aparat terduga pelaku," kata Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin.
Menpar mengatakan turut merasa menyesal karena dugaan pemerasan tersebut tidak hanya merugikan wisatawan, tetapi juga memberikan citra buruk pada Indonesia yang kini sedang gencar melakukan promosi berbagai destinasi wisata kepada dunia.
Sebagai tindak tegas pemerintah, pihak kementerian telah berkoordinasi dengan promotor acara dan pihak kepolisian untuk dapat segera menindaklanjuti dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sejak informasi dan keresahan dari wisatawan tersebut muncul ke publik.
Langkah cepat yang diambil Polri itu menurutnya telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk menghadirkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.
Menurut unggahan @Twt_Rave, sejumlah penonton Malaysia digelandang dari arena DWP dan diminta tes urine dan kemudian dimintai sejumlah uang meskipun hasil tesnya negatif narkoba.
Menpar menyatakan bahwa Kementerian Pariwisata bakal memberikan dukungan pada Polri dalam pencegahan praktik penyalahgunaan narkoba dan langkah-langkah penegakan hukum tanpa mengganggu keamanan dan kenyamanan wisatawan juga masyarakat.
"Kementerian Pariwisata menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan dan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa ini. Kami siap berkolaborasi lebih kuat dan melakukan perbaikan-perbaikan ke depan," kata Menpar.
Sejarah Djakarta Warehouse Project
Djakarta Warehouse Project (DWP) merupakan festival musik dansa yang diadakan di Jakarta, dan menjadi salah satu festival musik dansa tahunan terbesar di Asia, yang menampilkan artis musik dansa dari seluruh dunia, demikian dikutip dari Wikipedia.
Festival ini berawal dari sebuah acara klub malam pada 2008 yang disebut Blowfish Warehouse Project di klub malam terkenal di Jakarta, Blowfish. Menampilkan 3 arena di sekitar klub, edisi pertama festival ini dihadiri lebih dari 5.000 penonton.
Edisi kedua festival ini direncanakan akan diadakan pada 24 April 2010. Namun, perkelahian terjadi tiga minggu sebelum tanggal yang direncanakan, yang merusak beberapa bagian tempat tersebut. Penyelenggara memindahkan festival ke Pantai Carnaval di Ancol dan mengganti nama festival dengan nama baru, Djakarta Warehouse Project.
Acara ini kemudian jadi agenda tahun dan digelar di Jakarta, kecuali pada 2018 dan 2023 di Garuda Wisnu Kencana, Bali.
Kini festival ini menarik banyak penggemar musik dance atau raver, yang jumlahnya bisa mencapai 90 ribu penonton, termasuk raver dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
Istilah rave bermula pada akhir tahun 1950-an di London, Inggris untuk menggambarkan "pesta-pesta bohemian liar" dari kelompok beatnik Soho. Musisi jazz Mick Mulligan, yang dikenal karena menikmati hal-hal berlebihan seperti itu, mendapat julukan "raja raver".
Kata "rave" kemudian digunakan dalam budaya pemuda mod yang sedang berkembang pada awal tahun 1960-an sebagai cara untuk menggambarkan pesta liar secara umum. Orang-orang yang merupakan maniak pesta yang suka bergaul digambarkan sebagai "ravers". Musisi pop seperti Steve Marriott dari Small Faces dan Keith Moon dari Who menggambarkan diri mereka sebagai "ravers".