Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sistem pembayaran QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard, telah menjadi salah satu metode pembayaran yang populer di Indonesia. Namun, mulai 1 Juli 2021, Bank Indonesia memberlakukan biaya administrasi untuk setiap transaksi QRIS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa sebenarnya QRIS dan mengapa ada biaya administrasi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu QRIS?
QRIS adalah singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard, yaitu sebuah sistem pembayaran yang menggunakan kode QR sebagai alat transaksi.
QRIS memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran dengan berbagai aplikasi dompet digital, kartu debit, atau kartu kredit yang terhubung dengan QRIS.
QRIS juga memudahkan pelaku usaha untuk menerima pembayaran dari berbagai penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) tanpa perlu memiliki banyak akun atau alat.
QRIS diluncurkan oleh Bank Indonesia pada Agustus 2019 sebagai bagian dari upaya meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran di Indonesia.
QRIS diharapkan dapat mendorong penggunaan uang elektronik dan mengurangi ketergantungan pada uang tunai. QRIS juga dapat membantu pemerintah dalam melacak transaksi dan menghindari praktik pencucian uang atau penghindaran pajak.
Biaya admin QRIS dimulai dari 0 - 0,3 persen
Salah satu keuntungan QRIS bagi pelaku usaha adalah tidak ada biaya pendaftaran atau sewa alat. Namun, mulai 1 Juli 2021, Bank Indonesia (BI) menetapkan adanya biaya administrasi untuk setiap transaksi QRIS.
"Penyesuaian kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS bagi merchant usaha mikro menjadi 0,3 persen, efektif sejak 1 Juli 2023," tulis keterangan BI.
Biaya administrasi ini bervariasi antara 0 - 0,3 persen tergantung pada nilai transaksi dan jenis pelaku usaha. Biaya administrasi ini dibebankan kepada penjual atau merchant, bukan kepada pembeli atau customer.
Menurut Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso Liem, penetapan biaya layanan QRIS 0 persen kepada pedagang mikro dan kecil dengan omset kurang dari Rp 400 juta, telah berlangsung selama dua setengah tahun terakhir sejak dirilis pada 1 Januari 2020. Sementara itu, agen menengah, besar, dan komersial sudah dikenakan biaya MDR sebesar 0,7 persen.
Biaya admin QRIS tersebut dipungut langsung oleh perusahaan Fintech atau bank yang menyediakan layanan. Tak hanya itu, terdapat skema pembiayaan transaksi dengan kode QR terstandarisasi lainnya, meliputi:
Alasan Bank Indonesia menetapkan biaya QRIS dari 0 - 0,3 persen
Menurut Bank Indonesia, biaya administrasi ini diberlakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha, PJSP, dan masyarakat. Biaya administrasi ini juga dimaksudkan untuk mendorong efisiensi operasional dan inovasi dari PJSP, serta untuk meningkatkan kualitas layanan dan keamanan transaksi QRIS.
Bank Indonesia juga menjamin bahwa biaya administrasi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan biaya transaksi lainnya, seperti kartu debit atau kredit.
Meskipun terdapat biaya admin sebesar 0,3 persen, QRIS tetap dianggap sebagai solusi pembayaran yang efisien dan aman. Biaya tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikenakan pada metode pembayaran non-tunai lainnya, seperti kartu kredit.
Penerapan biaya admin ini tentunya akan mempengaruhi para pelaku usaha dan pengguna QRIS. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha dan pengguna QRIS untuk memahami dan mempersiapkan diri terkait perubahan ini. Bank Indonesia juga memberikan pedoman dan informasi terkait QRIS melalui laman resmi mereka.