Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghadapi Depresi 1990

Dr Ravi Batra dalam bukunya The Great Depression of 1990 meramalkan depresi akan terulang pada th 1990-an Ravi mengungkapkan teori penyebab depresi, antaranya adanya konsentrasi kekayaan yang mencolok.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH peristiwa yang jarang terjadi, memang: Beberapa bulan setelah Dr. Ravi Batra menyelesaikan The Great Depression of 1990, harga saham di bursa seluruh dunia turun drastis pada 19 Oktober 1987. Dalam bukunya yang cukup sensasional, profesor ekonomi pada Southern Methodist University di Texas merasa haqqul yakin bahwa depresi yang parah, seperti terjadi pada tahun 1930-an, akan terulang pada 1990-an. Alasan kenapa dia yakin cukup sederhana: peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi sekarang menunjukkan banyak persamaan dengan keadaan menjelang pecahnya depresi 1930-an. Depresi pada 1990 bukan saja bakal terjadi, tapi prosesnya sudah mulai sekarang ini, dan kejadiannya tak bisa dielakkan, kecuali pemerintah AS berani mengambil kebijaksanaan ekonomi yang radikal. Penyebab sebenarnya yang mencetuskan depresi 1930 sampai sekarang belum bisa dijelaskan secara memuaskan oleh para ekonom. Perdebatan tentang sebab sebenarnya depresi 1930 merupakan salah satu sumber polarisasi dua aliran ekonomi yang dominan sekarang ini. Aliran moneteris berpendirian, jumlah uang beredar merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat permintaan (aggregate demand) masyarakat. Apabila sistem perbankan menambah likuiditas, maka bisnis memperoleh tambahan pinjaman pada suku bunga yang wajar. Permintaan akan barang bakal meningkat, dan ini akan merangsang kegiatan ekonomi. Yang dilihat golongan moneteris adalah, ketika harga saham jatuh pada 29 Oktober 1929, para pemilik uang menghadapi ketidakpastian, dan reaksi pertama mereka adalah beramai-ramai menarik uangnya dari bank-bank. Fejadian ini mengakibatkan sekitar dua ribu bank bangkrut dalam waktu singkat. Perlu diketahui, Bank Sentral AS (Federal Reserve Bank) pada waktu itu tidak membantu memberi likuiditas kepada sistem perbankan. Jumlah uang beredar turun dengan sepertiga antara 1929 dan 1932, dan menurut golongan moneteris, ini merupakan faktor utama yang menyebabkan resesi 1929 berubah menjadi depresi berkepanjangan. Sebagaimana golongan moneteris, golongan Keynesian berpendirian, kegiatan ekonomi AS selama ini dipengaruhi tingkat permintaan dalam masyarakat, yang ditentukan oleh konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah. Kalau tingkat permintaan masyarakat turun, kegiatan ekonomi juga menurun, karena bisnis mengurangi produksi dan investasinya. Kalau kegiatan ekonomi menurun, penerimaan pajak oleh pemerintah juga turun. Tapi pada 1929, pemerintah AS justru menaikkan pajak untuk menutup kekurangan penerimaannya. Kenaikan pajak ini mengakibatkan penghasilan masyarakat berkurang. Akibatnya, mereka mengurangi konsumen. Bagi golongan Keynesian, tindakan pemerintah untuk menaikkan pajak dalam kegiatan ekonomi yang menurun merupakan kesalahan yang fatal. Dari sini1ah kemudian lahir ide Keynes yang masyhur itu, tentang perlunya peranan pemerintah dalam memperbesar anggaran belanjanya untuk membantu meningkatkan permintaan dalam masyarakat. Pada tahun 1930-an ide seperti ini kedengaran revolusioner, karena aliran ekonomi klasik yang dianut saat itu tidak membayangkan adanya campur tangan pemerintah yang besar dalam sistem ekonomi kapitalis. Dr. Ravi Batra tidak terkesan oleh argumen golongan moneteris dan Keynesian. Baginya, argumen apakah jumlah uang beredar menentukan pendapatan nasional atau apakah pendapatan nasional menentukan jumlah uang beredar, sama seperti teka-teki mana yang dulu, ayam atau telur. Dia mengemukakan beberapa faktor, yang pada pendapatnya merupakan biang keladi terjadinya depresi 1930-an, yang belum pernah diungkapkan para ekonom. Yang pertama, dari pengamatannya terhadap sejarah ekonomi AS sejak republik itu didirikan pada 1776, terdapat sebuah siklus, tempat depresi terjadi tiap 30 tahun sekali. Dan apabila sebuah resesi tidak berlanjut menjadi depresi pada tahun ke-30, depresi terjadi pada tahun ke-60. Depresi besar terakhir terjadi pada 1870, dan karena depresi yang sama tidak terjadi pada 1900 (yang timbul hanya resesi), maka depresi tersebut terjadi pada tahun ke-60, yaitu pada 1930. Ravi Batra mengaku, dia penganut aliran determinisme sejarah, satu falsafah yang melihat sejarah sebagai pengulangan pola siklus kehidupan sebelumnya. Faktor lain yang dikemukakannya adalah terjadinya pemusatan kekayaan secara ekstrem. Kepincangan distribusi kekayaan mencapai puncaknya pada 1929, ketika 1% golongan penduduk memiliki 36,3% kekayaan. Setelah itu, bagian kekayaan yang dimiliki golongan ini turun terus sampai 1969, menjadi hanya 25%. Tapi pemusatan kekayaan ini naik lagi, dan pada 1983 golongan ini menguasai 34,3% kekayaan nasional. Maka, jumlah milyarder di AS dalam setahun naik dua kali lipat. Gelombang merger dan pembelian perusahaan oleh perusahaan lain mempertajam konsentrasi kekayaan dan modal. Pada 1986 Presiden Reagan menandatangani UU penurunan pajak yang menguntungkan golongan kaya dan perusahaan-perusahaan besar. Dengan kata lain, konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil bisnis dan individu masih terus berlangsung di AS. Lalu apa hubungan antara konsentrasi kekayaan yang mencolok ini dan kemungkinan terjadinya depresi? Dalam masyarakat tempat terjadi pemusatan kekayaan secara ekstrem pada segolongan kecil, dua hal akan terjadi. Pertama, sebagian besar golongan masyarakat tidak punya penghasilan cukup. Untuk mencukupi kebutuhannya, mereka mencari pinjaman dari bank. Bank-bank yang bersaing terpaksa memenuhi permintaan kredit, sekalipun mereka sadar bahwa kredit yang diberikan penuh risiko. Puluhan bank di pedalaman Amerika yang memberikan pinjaman kepada para petani sudah bangkrut. Kedua, kekayaan yang besar tak digunakan secara produktif, hingga menimbulkan gelombang spekulasi. Meningkatnya harga saham menjelang Oktober 1987 dan Oktober 1929 adalah karena gelombang spekulasi, dan karena bobot spekulasi sangat berat. Saatnya akan tiba, harga saham yang mulai terbang itu rontok. Lalu apa yang harus dilakukan setelah harga saham menjadi runyam. Inilah beberapa nasihat Ravi Batra tentang ke mana uang Anda mesti diinvestasikan, menjelang tahun 1990: * Real estate: harganya akan terus turun dan tidak akan merupakan investasi yang menarik sampai 1990. "Kalau Anda memiliki real estate, jual sekarang, mumpung masih untung, dan beli kembali sesudah 1990, pada saat itu harganya hanya separuh harga jual sekarang." * Saham: harganya akan naik pada 1988 dan 1989, ketika uang dari real estate lari ke saham. "Karena harga real estate yang turun dan inflasi rendah, saham merupakan bentuk investasi yang lebih menarik daripada bentuk investasi lain." Tapi saham yang mana? "Hindari saham perusahaan minyak dan saham perusahaan bidang konstruksi." * Obligasi: pada saat inflasi dan suku bunga turun pada 1989 nanti, obligasi akan cukup menarik. Ini berlaku untuk obligasi pemerintah federal, perusahaan, atau pemerintah negara bagian. * Deposito: bunganya lebih tinggi daripada obligasi. "Tapi ini hanya tempat parkir uang Anda buat sementara, sampai Anda memutuskan langkah investasi selanjutnya." * Emas? "Kalau Anda tidak profesional dan canggih di bidang tersebut, hindari logam ini," katanya. Nah, sekarang terserah Anda, sejauh mana Anda percaya pada ahli nujum ekonomi keturunan India ini. Winarno Zain

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus