Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kembalinya film jerman

Film agfa, produk agfa-gevaert akan dipasarkan pt graha ujung ampat (guam) international inc. film agfa sudah dikenal di indonesia sejak 1950-an. sementara akan menggarap pasar di jakarta.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU pesaing baru muncul dalam memperebutkan konsumen film di Indonesia. Itulah film Agfa buatan Jerman Barat. Produk perusahaan Agfa-Gevaert ini akan dipasarkan oleh PT Graha Ujung Ampat (Guam) International Inc., yang didirikan Februari lalu. Ketika Guam memperkenalkan film Agfa di Hotel Horison, Jakarta, pekan lalu, tak kurang dari 500 pengusaha toko film dari berbagai kota, yang datang dengan biaya sendiri, menyatakan minat sebagai penyalur. Dan tiga pengusaha bersedia menjadi agen utama produk-produk Agfa untuk daerah pemasaran Jakarta dan Bandung. Produk Agfa-Gevaert sebetulnya sudah lama dikenal di Indonesia. Film hitam putih Agfa sudah dipasarkan di sini oleh Borsumii Wehry, selama hampir tiga dekade, sejak 1950-an. Tahun 1976, ketika film berwarna mulai populer, Agfa, yang merupakan perintis film berwarna di duma, Justru tersingkir dari pasar Indonesia. "Barangkali Borsumij waktu itu kurang bersemangat memasarkan Agfa, sehingga film berwarna Agfa kurang terserap pasar," kata Direktur Guam, Enging Effendi. Tampaknya, tak cuma kekurang lincahan Borsumij yang membuat tilm Agfa tersisih. "Kalahnya Agfa pada 1970-an saya kira karena hasil cetak film berwarna Agfa cepat luntur," ujar seorang pengusaha yang diundang Guam ke Hotel Horison. Itu dulu. Kini mutu Agfa, kata Manajer Andreas Wijaya, bisa dijamin. "Teknologinya sudah kami temukan," katanya. Perusahaan Agfa-Gevaert adalah usaha patungan Jerman dan Belgia. Agfa, singkatan dari Aktiengesselschaft fur Anilinfabrikation, yang didirikan pada 1867 di Jerman dikenal sebagai produsen film berwarna pertama, dan pemilik laboratorium terapung terbesar di dunia, Agfa CLS, yang dioperasikan di kapal pesiar Queen Elisabeth II. Sedangkan Gevaert, didirikan di Belgia pada 1894, adalah perusahaan penghasil produk-produk fotografi dan perakit mesin fotokopi pertama di dunia, Gevacopy. Tahun 1964, Agfa dan Gevaert bergabung untuk memperkuat diri. Delapan tahun kemudian, Agfa-Gevaert masuk konglomerat Bayer AG, perusahaan kimia multinasional. Berkat jaringan pemasaran Bayer, pada 1985, omset penjualan Agfa tercatat sekitar DM 7,5 trilyun. Sebagian besar penghasilan itu adalah hasil penjualan di pasar Eropa dan Amerika. Di Asia, konsumen produk Agfa-Gevaert paling banyak adalah di Korea Selatan. "Di sana kami menguasai 20% pasar film," kata D.A. Born, Manajer Ekspor Agfa Gevaert untuk Timur Jauh, tanpa merinci penjualan film dan kertas buatan Agfa di sana. Pasar film di Korea Selatan, menurut Born, lebih dari 40 juta rol film per tahun. Mengenai kembalinya Agfa ke pasar Indonesia, menurut Born, Indonesia merupakan salah satu pasar film paling ramai di Asia, setelah Jepang dan Korea Selatan. "Penjualan film di sini mencapai 30 juta rol per tahun. Kertas film delapan juta meter persegi. Ini berarti pasar Indonesia besar," ujar Born. Rencana Agfa, untuk sementara, akan menjual film, kertas film, dan bahan-bahan kimia fotografi yang diimpor dari Jerman. "Bila pasar bagus, tahun depan semua itu akan diproduksi di sini," kata Andreas Wijaya. "Guam tidak akan bisa berbuat banyak bila tidak ditunjang keuangannya oleh Agfa Gevaert, sebagaimana dilakukan Fuji pada agen tunggalnya di sini," kata Hussein Tanzil, pemilik toko Merdeka Foto di Bandung. Kendati begitu, Agfa tampaknya tidak akan berkampanye secara jor-joran seperti yang dilakukan film-film berwarna lainnya. Hal seperti ini memang telah dilakukan Agfa di pasar yang sudah kuat seperti Korea Selatan dan Filipina. Di Manila, misalnya, beberapa bulan lalu, Agfa menyelenggarakan kontes Miss Agfa color, dengan hadiah tour ke Hong Kong dan uang tunai 10.000 peso. Hal seperti itu belum mungkin dilakukan di Indonesia. "Kami terlalu lama meninggalkan pasar di sini. Tak ada gunanya mengeluarkan uang banyak-banyak untuk kampanye, kalau distribusi produknya belum rapi," kata Born. Kampanye yang akan dilakukan paling dalam bentuk iklan biasa tanpa hadiah-hadiah dan lampu neon di toko-toko penyalur. Strategi yang disusun Agfa, sementara akan menggarap pasar di Jakarta. "Sebab, pasar film 60% ada di Jakarta. Bila sudah mantap, kami juga ingin merebut pasar di Jawa Barat dan Jawa Timur," kata direktur Guam, Enging Effendi. Bachtiar Abdullah (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus