Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengkaji, Bukan Merevisi

Harga minyak tetap tinggi hingga triwulan pertama. Perubahan asumsi baru tahun depan.

1 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara 2005 berpeluang menjadi pemegang rekor tercepat diubah. APBN yang disahkan sebagai undang-undang pada akhir September lalu itu menuai kritik karena disusun menggunakan asumsi tak realistis. Asumsi paling kontroversial berkenaan dengan harga minyak.

Kendati anggaran disusun ketika harga minyak tengah menggelegak (minyak mentah jenis Brent sudah di atas US$ 40 per barel, jenis light sweet di atas US$ 50 per barel), pemerintah (yang lalu) bersikukuh memasang asumsi harga minyak US$ 24 per barel. Asumsi harga minyak dalam APBN memang tak mengikuti harga light sweet ataupun Brent, melainkan harga minyak mentah yang dihasilkan Indonesia (Indonesian Crude Price, biasa disingkat ICP).

Namun, seperti Brent dan light sweet, ICP pun mengalami grafik menanjak. Pada akhir 2003 ICP masih bertengger di US$ 30,5 per barel, tapi pada Juli tahun ini harganya sudah US$ 37,10?atau naik 21,6 persen. Sepanjang tahun ini, harga ICP diperkirakan US$ 34-36 per barel.

Asumsi harga minyak memainkan peran tak kecil dalam penyusunan anggaran. Untuk pos pengeluaran subsidi saja, pemerintah bisa tekor mendadak jika menyetel asumsi harga minyak kelewat rendah. Itu terjadi tahun ini. Dengan mengubah asumsi harga minyak dari US$ 24 per barel menjadi US$ 36 per barel, subsidi membengkak hingga Rp 63 triliun, dari semula Rp 14 triliun.

Pada 2005, dengan asumsi harga minyak US$ 24 per barel, subsidi bahan bakar yang ditanggung negara jadi Rp 20 triliun. Dalam hitung-hitungan para penyusun anggaran di Departemen Keuangan, setiap dolar kenaikan harga minyak Indonesia akan membawa dampak bersih berupa penggelembungan defisit Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar.

Defisit meledak karena kenaikan harga ICP per dolar hanya meningkatkan pendapatan Rp 3,76 hingga 4,1 triliun, sementara anggaran belanjanya membengkak sampai Rp 3,9-4,3 triliun. Lalu mengapa nota keuangan dan APBN 2005 masih mematok asumsi harga minyak US$ 24 per barel?

Para penyusun anggaran di Departemen Keuangan memprediksi permintaan dan penawaran pada 2005 akan lebih berimbang. Pasokan naik mengikuti laju kenaikan produksi ladang minyak di Irak dan beberapa negara lain seperti Venezuela, yang situasi politik dalam negerinya membaik. Di sisi permintaan, Departemen Keuangan tak mengendus kenaikan signifikan.

Ramalan para penyusun anggaran bertabrakan dengan para pengamat energi. Kelompok terakhir justru meramalkan harga minyak di pasar internasional masih akan tetap tinggi hingga triwulan pertama tahun ini. "Pada triwulan pertama, harga minyak Indonesia di pasar internasional bisa mencapai US$ 40 per barel," kata pengamat energi, Kurtubi.

Jangan lupa, pada tahun ini harga minyak telah menanjak bahkan sebelum musim dingin tiba di belahan utara bumi. Pada saat salju menutup Eropa dan Amerika, celah antara pasokan dan permintaan kian menganga. Kurtubi menyebut angka pasokan dunia saat ini sekitar 80 juta barel per hari: 30 juta barel dari anggota OPEC, sisanya kontribusi negara non-OPEC.

Jumlah itu tak mencukupi permintaan, yang saat ini diperkirakan mencapai 84,5 juta barel per hari. "Kekurangan pasokan minyak ditutup oleh produk energi lain yang penjualannya tak dibatasi kuota, seperti kondensat dan gas alam cair," ujar Kurtubi. Selisih pasokan dan permintaan itu paling cepat baru bisa tergerus memasuki triwulan kedua tahun depan. Arab Saudi sudah merencanakan peningkatan pasokan satu juta barel per hari.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengakui harga minyak masih akan tinggi tahun mendatang. "Kisaran rata-rata, US$ 35 per barel untuk tahun depan," katanya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengutarakan niat mengutak-atik asumsi APBN tahun ini. Dalam pidato 9 Oktober lalu, Susilo menyinggung review APBN 2005 sebagai salah satu program 100 hari kerjanya.

Janji untuk mengkaji ulang itu diakui oleh Menteri Keuangan Jusuf Anwar telah berjalan. "Kita sudah melakukan berbagai exercise," ujar Jusuf. Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Aburizal Bakrie, menyatakan yang diinginkan Presiden adalah mengkaji, bukan merevisi. "APBN 2005 itu sudah jadi. Tidak mungkin diubah pada tahun ini," ujar Ical seusai rapat koordinasi bidang ekonomi, awal pekan lalu.

Thomas Hadiwinata (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus