MINAT untuk menyimpan uang dalam bentuk obligasi pemerintah sekarang ini terhitung luar biasa. Obligasi Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia) seri II senilai Rp 50 milyar telah habis terjual. Bahkan terjadi overbooked. Sehari sebelum penjualan ditutup, Sabtu lalu, PT Merincorp yang menjadi penjamin utama (lead underwriter) mencatat pesanan sampai 106%. Devaluasi 12 September lalu diduga menyebabkan para pemilik uang merasa aman untuk menyimpan dana dalam kertas berharga rupiah. Apalagi obligasi Bapindo masih berbunga 15,75% per tahun, sedangkan deposito bank-bank pemerintah dan swasta yang kini rata-rata 14%, sudah disebut-sebut hendak diturunkan. Tapi menurut Djoko Wibowo, Presiden Direktur Merincorp, pemesan terbesar adalah yayasan-yayasan dana pensiun dari badan-badan pemerintah dan perusahaan swasta. Maklum, mereka tidak dikenai pajak dividen obligasi. Pesanan dari swasta dan perorangan hanya mencapai 5%. "Sekarang waktunya bagi BUMN-BUMN lain untuk mencari dana dari masyarakat melalui obligasi," ujar Djoko lagi. PT Merincorp, sebagai penjamin, yakin bahwa obligasi akan terjual habis. Keyakinan itu dicerminkan dari keberanian Merincorp dengan hanya memasang tarif 2% kepada penerbit obligasi. Padahal, menurut ketentuan Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam), fee untuk penjamin utama boleh sampai 4%. Ketua Bapepam, Barli Halim, juga yakin masih banyak dana yang bisa diserap lewat obligasi. Dana dari yayasan pensiun Bank Indonesia dan PT Krakatau Steel, menurut Barli, masih cukup banyak yang belum terserap. Diharapkan nantinya, dengan keluarnya Undang-Undang Dana Pensiun, yayasan-yayasan dana pensiun itu akan lebih tertarik untuk membeli obligasi ketimbang menginvestasikannya dalam bentuk lain seperti tanah, gedung. Setelah sukses mengeluarkan obligasi I Rp 25 milyar (1982) dan seri II sebesar Rp 50 milyar, kini Bapindo yakin masih bisa mencari dana lebih besar lagi. Menurut Dirut Bapindo, Subekti Ismaun, dalam lima tahun mendatang Bapindo akan mencari dana obligasi sebesar Rp 500 milyar. Dana ini akan digunakan untuk pembiayaan kredit jangka menengah-panjang. Obligasi seri II berjangka 5 tahun yang baru dikeluarkan, katanya, akan digunakan untuk membantu pengembangan industri nasabah Bapindo yang sudah berjalan. Tentu, penjualan dana jangka menengah-panjang itu akan diperhitungkan juga risikonya. Bapindo pernah terjeblos, antara lain menyalurkan kredit di bidang maritlm yang ternyata kemudian macet. Sekarang ini, ada juga industri nasabah Bapindo yang meminta peninjauan kembali kreditnya, karena terpukul resesi atau devaluasi. Tidak berarti Bapindo nantinya tak akan mampu membayar kembali obligasi I yang akan jatuh tempo 1988. "Sekarang pun kalau mau dicairkan kembali, sudah bisa kami bayar," kata Dirut Bapindo, meyakinkan. Dengan keluarnya obligasi Bapindo itu, berarti, sudah sekltar Rp 400 milyar dana yang dihimpunkan dari masyarakat lewat obligasi pemerintah. Namun, ada kalangan yang masih ragu obligasi sudah bisa dipakai sebagai andalan untuk membiayai pembangunan. "Bila pemerintah menjual obligasi tidak dalam puluhan milyar, tetapi beberapa trilyun . . . ini tidak akan tertampung pasar uang dan modal yang ada," demikian tulis seorang pengamat ekonomi, Priasmoro Prawiroardjo, di sebuah harian, pekan lalu. M.W., Laporan M. Cholid & Toriq Hadad (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini